Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Corina
Abstrak :
Wacana kekuasaan dan moralitas senantiasa mengemuka dalam kajian filsafat politik. Di satu sisi kekuasaan memiliki nilai ideal sebagai sarana perwujudan aspirasi rakyat. Namun di sisi lain, kekuasaan identik dengan praktek politik penguasa yang melakukan berbagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Kekuasaan terlibat dalam perdebatan nilai dan praktek. Nilai ideal terkait dengan tuntutan moralitas yang seharusnya (ought) dimiliki oleh penguasa. Sementara pada prakteknya, kekuasaan menghadirkan fenomena yang sulit dan kompleks, riil dan bergerak dalam kebutuhan pribadi sang penguasa sendiri. Pemikiran Niccolo Machiavelli identik dengan kondisi tersebut. Situasi sosial dan politik yang belum stabil menuntut penguasa untuk melakukan berbagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Pilihannya adalah kekuasaan tanpa stabilitas hanya menyisakan suasana tak menentu bagi negara. Akibatnya program program penguasa sulit berjalan, sementara kekuasaan harus mengakomodasikan berbagai perbedaan kepentingan dalam masyarakat. Menurut Machiavelli, kekuasaan dan moralitas merupakan dua hal yang terpisah. Asumsi moral dipandang sebagai entitas yang berdiri sendiri. Moralitas merupakan bagian dari strategi kekuasaan, yang tidak selamanya terkait dengan persoalan baik dan buruk namun bersifat realistik dan obyektif serta tidak universal, ia bisa saja berubah-ubah setiap waktu tergantung pada kondisi masyarakat. Penguasa yang berlaku baik kepada rakyat dalam membangun tatanan sosial dan politik yang baru terbentuk, dianggap sebagai bagian dari strategi kekuasaan. Tujuannya adalah agar legitimasi kekuasaan bisa tercapai. Menurut tesis ini, bahwa hubungan moralitas dan kekuasaan menurut Machiavelli sebagai sebuah strategi. Sementara pennikiran lain, seperti Russell dan Kant memposisikan moralitas sebagai landasan berpikir penguasa dalam menjalankan kekuasaan. Hal ini juga berarti bahwa hubungan moralitas dan kekuasaan tidak sekadar hubungan strategi, namun kewajiban yang sudah semestinya dilakukan oleh penguasa. Ajaran moral tidak harus mengarah pada asumsi teologis tertentu, namun bersifat universal, yakni kemanusiaan. Wacana kekuasaan dan moralitas senantiasa mengemuka dalam kajian filsafat politik. Di satu sisi kekuasaan memiliki nilai ideal sebagai sarana perwujudan aspirasi rakyat. Namun di sisi lain, kekuasaan identik dengan praktek politik penguasa yang melakukan berbagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Kekuaasaan terlibat dalam perdebatan nilai dan praktek. Nilai ideal terkait dengan tuntutan moralitas yang seharusnya (ought) dimiliki oleh penguasa. Sementara pada prakteknya, kekuasaan menghadirkan fenomena yang sulit dan kompleks, riil dan bergerak dalam kebutuhan pribadi sang penguasa sendiri. Pemikiran Niccolo Machiavelli identik dengan kondisi tersebut. Situasi sosial dan politik yang belurn stabil menuntut penguasa untuk melakukan berbagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Pilihannya adalah kekuasaan tanpa stabilitas hanya menyisakan suasana tak menentu bagi negara. Akibatnya program program penguasa sulit berjalan, sementara kekuasaan harus mengakomodasikan berbagai perbedaan kepentingan dalam masyarakat. Menurut Machiavelli, kekuasaan dan moralitas merupakan dua hal yang terpisah. Asumsi moral dipandang sebagai entitas yang berdiri sendiri. Moralitas merupakan bagian dari strategi kekuasaan, yang tidak selamanya terkait dengan persoalan baik dan buruk namun bersifat realistik dan obyektif serta tidak universal, ia bisa saja berubah-ubah setiap waktu tergantung pada kondisi masyarakat. Penguasa yang berlaku baik kepada rakyat dalam membangun tatanan sosial dan politik yang baru terbentuk, dianggap sebagai bagian dari strategi kekuasaan. Tujuannya adalah agar legitimasi kekuasaan bisa tercapai. Menurut tesis ini, bahwa hubungan moralitas dan kekuasaan menurut Machiavelli sebagai sebuah strategi. Sementara pennikiran lain, seperti Russell dan Kant memposisikan moralitas sebagai landasan berpikir penguasa dalam menjalankan kekuasaan. Hal ini juga berarti bahwa hubungan moralitas dan kekuasaan tidak sekadar hubungan strategi, namun kewajiban yang sudah semestinya dilakukan oleh penguasa. Ajaran moral tidak harus mengarah pada asumsi teologis tertentu, namun bersifat universal, yakni kemanusiaan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T22898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Tantri M
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada keluarga Medici sebagai sebuah keluarga yang menguasai Florence, sebuah kota di Italia selama tahun 1434-1737. Selama masa kekuasaannya muncul pergerakan humanisme yang disebut Renaissance, dan menghasilkan salah satu diplomat terkenal bernama Niccolo Machiavelli. Machiavelli memiliki cara berpolitik yang berbeda dengan kebanyakan orang. Politik inilah yang masih sangat berpengaruh dan diikuti oleh banyak orang hingga zaman modern ini. Teori yang digunakan adalah teori Knowledge/Power oleh Michel Foucault, dan Political Power dari seorang ahli hukum John Locke. Metodologi yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan multilevel analisis untuk menjawab rumusan masalah. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa, keluarga Medici secara mampu dan berhasil menggunakan dan menguasai pengetahuan sebagai dasar mereka memimpin dan menyusun strategi pertahanan dalam menguasai Florence dalam kurun waktu ratusan tahun. Hasil yang lain adalah, Keluarga Medici sesungguhnya tidak terpengaruh ataupun mengikuti metode berpolitik Machiavelli, tetapi Machiavelli adalah yang terpengaruh dan terinspirasi dari kesuksesan keluarga Medici dalam memimpin sebuah wilayah. Hasil penelitian yang terakhir adalah, Politik Machiavelli pada saat ini intinya masih sama dan masih sering digunakan oleh banyak orang, akan tetapi dengan cara dan batasan-batasan tertentu agar tidak berlebihan dalam menjalankan kekuatan dan kekuasaan. Sehingga tidak terulang petaka atau musibah seperti peristiwa sebelumnya di Eropa dan Italia.Kata kunci : Medici; Niccolo Machiavelli; Machiavellinisme; Kekuasaan; Pengetahuan; Negara
ABSTRACT
This project focused on how Medici rsquo s Family ruled over Florence, a City in Italy, durung years 1434 1737. During Medici reign there was an emerged movement based on humanisme called Renaissance, and one amongs many of famous artist and philosopher appeared, there was the one famous diplomat whose name is Niccolo Machiavelli. He has a different political ways of thinking than the others. And this kind of political thinking is still relevant up untill these days. Theories that will be used in this project are, Knowledge Power from postmodernism thinkers Michel Foucault, and a famous political philosopher John Locke with his Theory Political Power. The methodology used in this study is an analytical descriptive with multilevel anaylisis approached to answered the existing problem questions. The first result of the question is, Medici Family is capable to use knowledge as a basis to ruled over Florence, adn used it as a tactical strategy to become a leader of that city more than 300 years. The second result is,The Medicis did not really influence or follow Machiavelli 39 s political methods, but Machiavelli was influenced and inspired by the Medici family 39 s success in leading Florence. Machiavelli Politics at the present point is still the same and still often used by many people, but with certain ways and limitations in order not excessive in running the power and power. So it won rsquo t repeated a disaster history like previous events in Europe and Italy.Keywords Medici Niccolo Machiavelli Machiavellinisme Power Knowledge State.
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T50235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Gunawan
Abstrak :
Politik ialah pemahaman perkara mengelola, menyelenggarakan kebijakan, dan pengambilan keputusan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, kerap kali tindakan politik tidak lepas dari dirty hands demi mencapai tujuan politik. Machiavelli menyarankan bahwa aktor politik harus belajar bagaimana tidak menjadi baik. Pada zaman kontemporer, diskusi mengenai dirty hands dimunculkan kembali pada tulisan Michael Walzer. Walzer mengatakan bahwa dirty hands perlu bagi seorang aktor politik bila tidak ada alternatif lain selain melanggar kaidah moralitas demi kepentingan politik atau untuk menghindari kemungkinan datangnya ancaman. Pembahasan mengenai persoalan dirty hands dengan moralitas membutuhkan refleksi kritis untuk menemukan jalan keluar guna menemukan tindakan politik yang tepat. ...... Politics is an understanding to manage, administer policies, and decision-making for people welfare. However, often political action can not be separated from dirty hands in order to achieve political goal. Machiavelli suggests that political actors must learn how not to be good. In the contemporary times, discussion about dirty hands raised again in the writings of Michael Walzer. Walzer says that dirty hands need for a political actor when no other alternative but to violate morality rules for the sake of political goal or to avoid the possibility of a threat. Discussion about dirty hands with morality requires critical reflection to find a way out in order to find the right political action
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S59272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library