Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fery Dwi Riptianingsih
Abstrak :
Tonkean macaques are one of seven endemic macaque species on Sulawesi Island. Feeding management in captivity should pay attention to the quality, palatability, and feeding behavior patterns of animals. The goal of this study was to compare the feeding behavior of two social groups of Tonkean macaques at Schmutzer Primates Center (SPC) and Ragunan Zoo (RZ) with different captive management, which was expected to affect feeding behavior. Ad libitum sampling was used to observe daily behavior and hierarchy, while focal animal sampling was used to observe feeding behavior and feed preference. Data were collected from September 2013 until March 2014 with a total of 495 hours of observations. There were significant differences between the daily behavior of two groups of Tonkean macaques. Resting behavior was dominant in RZ group with non-enrichment feed cage, while feeding behavior was more common in the SPC group with an enrichment feed cage. The SPC group spent most of their feeding time in searching for feed, while choosing, carrying and refusing were greater in the RZ group. Both Tonkean macaque groups showed individual dominance in their feeding behavior. Provisioned feed in both locations had different diversity and preference values. The selection of feed required was based on preference values with attention to Tonkean macaques? feed in nature. Cage construction, such as the SPC cage, was able to reduce abnormal behavior exhibited by individuals.

Perilaku Makan Monyet Tonkean (Macaca tonkeana) di Pusat Primata Schmutzer dan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Monyet Tonkean adalah salah satu dari tujuh spesies monyet endemik di Pulau Sulawesi. Manajemen pakan di penangkaran harus memperhatikan kualitas, palatabilitas, dan pola perilaku makan hewan. Tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan perilaku makan pada dua kelompok sosial monyet Tonkean di Pusat Primata Schmutzer (SPC) dan Taman Margasatwa Ragunan (RZ) dengan manajemen penangkaran yang berbeda, yang diduga dapat memengaruhi perilaku makan. Ad libitum sampling digunakan untuk mengamati perilaku harian dan hirarki, sementara focal animal sampling digunakan untuk mengamati perilaku makan dan preferensi pakan. Data dikumpulkan dari September 2013 sampai Maret 2014 dengan total 495 jam pengamatan. Terdapat perbedaan yang nyata pada perilaku harian antara dua kelompok monyet Tonkean. Perilaku istirahat dominan dalam kelompok RZ dengan kandang tanpa pengkayaan pakan, sementara perilaku makan lebih umum di kelompok SPC pada kandang dengan pengkayaan pakan. Kelompok SPC menghabiskan waktu makan terbesar adalah untuk mencari pakan, sedangkan memilih, membawa dan menolak lebih besar dalam kelompok RZ. Kedua kelompok monyet Tonkean menunjukkan dominansi individu pada perilaku makan mereka. Makanan yang diberikan di kedua lokasi memiliki keanekaragaman dan nilai preferensi yang berbeda. Seleksi pakan perlu dilakukan berdasarkan nilai preferensi dengan memerhatikan pakan monyet Tonkean di alam. Konstruksi kandang, seperti kandang SPC, mampu mengurangi perilaku abnormal yang ditunjukkan oleh individu.
Institut Pertanian Bogor, Department of Animal Bioscience, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jatna Supriatna
Abstrak :
Pendahuluan Penelitian mengenai monyet Sulawesi kebanyakan terfokus pada pertanyaan mengapa lebih banyak jenis monyet marga Macaca di Sulawesi dibanding dengan keseluruhan monyet di Asia. Padahal yang jauh lebih menarik adalah pertanyaan bagaimana monyet tersebut berada dan menyebar di Sulawesi dan bagaimana bentuk morfologi yang berlainan tersebut terbentuk. Luas pulau Sulawesi hanya 2% dari luas penyebaran jenis-jenis marga Macaca, namun jenis yang terdapat melebihi 25% dari keanekaragaman dari marga (Albrecht, 1978). Taksonomi monyet Sulawesi sampai saat ini masih sangat membingungkan. Fooden (1969) mendeskripsi ada 7 jenis monyet Sulawesi (M. maura di Sulawesi Selatan, M. tonkeana di Sulawesi Tengah, M. hecki di Sulawesi tengah-utara, M. nigrescens di dekat Gorontalo-Kotamubagu, M. nigra di Sulawesi Utara, M. ochreata di Sulawesi tenggara dan M. brunnescens di pulau Muna dan Buton) yang merupakan hasil revisi dari yang telah diusulkan oleh Napier dan Napier {1967). Mereka mengusulkan taksonomi monyet Sulawesi menjadi 2 marga yaitu Cynopithecus dengan 1 jenis yaitu cynopithecus nigra, dan Macaca yaitu Macaca maura. Setahun setelah publikasi Fooden, Thorington dan Groves (1970) menyatakan bahwa monyet. Sulawesi mungkin satu spesies yang "Polytypic" (banyak variasi morfologi) dan bervariasi secara "Clinal" (berubah bentuk sejalan dengan jarak). Pendapat lain yaitu Groves (1980) yang menyatakan hanya ada 4 spesies monyet Sulawesi (M. maura, M. tonkeana, M. nigra dan M. ochreata) dan subspecies (M. tonkeana hecki, M. nigra nigrescens dan M. ochreata brunescens). Pendapat ini tidak mendapat banyak sokongan. Hasil penelitian intensif oleh banyak peneliti dengan memakai berbagai metoda seperti morfologi, genetik dan dermatografik menyimpulkan paling tidak ada 7 spesies monyet Sulawesi (Albrecht, 1978; Kawamoto et al. 1985; Takenaka et al. 1987; Campario-Ciani et al. 1987; Watanabe & Brotoisworo 1982, 1989; Supriatna et al. 1990). Bahkan Froehlich dan Supriatna {1992) mengusulkan monyet Togian (M. tonkeana togeanus) menjadi spesies tersendiri yang disebut Macaca togeanus, sehingga jumlah spesies monyet Sulawesi diperkirakan ada 8 spesies. Groves (1980) yang meneliti monyet Sulawesi di daerah, perbatasan penyebaran hewan tersebut berkesimpulan bahwa intergradasi telah terjadi antar taxa dibeberapa monyet Sulawesi dan ini yang menyebabkan perlunya diturunkan statusnya ke tingkat subspesies. Walaupun alasannya berlainan untuk setiap daerah perbatasan, namun pada prinsipnya monyet hibrid terbentuk di daerah perbatasan. Anehnya, Groves tidak melihat adanya intergradasi di daerah sebaran antara M. maura dan M. tonkeana. Groves melihat ke dua jenis ini parapatrik di daerah Maroangin. Sebaliknya Supriatna dan kawan-kawan (1988, 1989, 1990) menemukan hewan hibrid di Maroangin, tempat Groves mengadakan penelitian, sejak penelitian dimulai pada tahun 1985. Dari hasil penelitian morfologi dan perilaku monyet Sulawesi antara M. maurus dan M. tonkeana tampak bahwa kedua jenis ini jelas berbeda. Di daerah hibrid tampak bahwa morfologi dan perilakunya bercampur atau sukar dibedakan apakah termasuk spesies M. maurus atau M. tonkeana (Supriatna et al. 1990). Walapun dari hasil penelitian itu masih belum yakin bagaimana proses terbentuknya dan sejarah terjadinya daerah hibrid. Dalam tulisan ini electrophoresis protein pada sampel monyet Sulawesi di atas dianalsis dengan harapan dapat membantu mengungkapkan fenomena menarik mengenai hibridisasi pada primata
Depok: Universitas Indonesia, 1993
LP 1993 28
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jatna Supriatna
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library