Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erlang Setiawan
"LATAR BELAKANG
Kelenjar getah bening merupakan salah satu organ yang termasuk sistem retikuloendotelial dan mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh. Disamping itu kelenjar getah bening merupakan juga organ yang sering terkena penyakit, baik hanya berupa reaksi hiperplasia maupun infeksi, tumor primer, tumor sekunder dan penyakit sistemik (1,2,3).
Biopsi terbuka merupakan tindakan yang amat penting baik dalam fungsinya sebagai diagnostik maupun digunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit (4,5). Di samping kegunaannya yang penting tersebut, biopsi terbuka mempunyai resiko yang harus diperhatikan, misalnya dapat mempermudah penyebaran tumor ganas, menimbulkan bekas operasi, biaya mahal dan dapat memberikan kesan pada penderita bahwa penyakitnya telah diobati dengan tindakan ini (5,6,7).
Biopsi aspirasi kelenjar getah bening pertamakali dilaporkan oleh Grieg dan Gray (8) pada tahun 1904 terhadap penderita Tripanosomiasis. Kemudian pada tahun 1930, Martin dan Ellis (9) lebih lanjut mejelaskan tentang teknik biopsi aspirasi jarum halus. Perkembangan tindakan ini makin cepat dan luas, bahkan saat ini tindakan biopsi aspirasi jarum halus telah menjadi tindakan rutin di negara maju, serta telah dilakukan terhadap berbagai organ, baik yang letaknya superfisial maupun yang letaknya dalam rongga dada / perut (10,11,12).
Mengingat tindakan biopsi aspirasi jarum halus merupakan tindakan yang aman., murah dan mempunyai ketepatan diagnosis yang tinggi (13,14,15,16,17), maka sewajarnyalah tindakan ini diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang, terutama negara dengan keadaan sosial ekonomi yang masih kurang/rendah.
Di Indonesia laporan tentang biopsi. aspirasi jarum halus belum banyak dipublikasikan, walaupun mungkin telah banyak dilakukan di beberapa pusat pendidikan. Sedangkan akhir-akhir ini Zajdela dkk (18), telah memperkenalkan tindakan biopsi jarum halus tanpa aspirasi pada tumor payudara, menghasilkata sediaan yang cukup dan ketepatan diagnosis tidak berbeda dengan biopsi aspirasi jarum halus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya ketepatan diagnosis biopsi jarum halus pada limfadenopati supersial penderita dewasa serta mempergunakan cara Zajdela dkk pada awal tindakan biopsi jarum halus. Sebagai tolok ukur adalah diagnosis histologik sediaan blok parafin.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Fabian Sofyan
"Latar Belakang:Kanker payudara merupakan kanker dengan jumlah tertinggi pada perempuan di dunia. Meningkatnya angka ketahanan hidup pasien kanker payudara, membuat meningkatnya insiden terjadinya limfedema diakibatkan komplikasi dari Modified Radical Mastectomy(MRM). Belum diketahui apakah ada pengaruh dilakukannya flap jaringan di daerah diseksi kelenjar getah bening pada kanker payudara dengan perbaikan aliran limfe pada daerah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya regenerasi limfatik pada flap jaringan pasien kanker payudara pasca mastektomi dan diseksi aksila.
Metode Penelitian: dilakukan penelitian menggunakan desain kuasi eksperimen pada semua pasien kanker payudara yang dilakukan Modified Radical Mastectomy (MRM) dan diseksi aksila dengan menggunakan flap untuk mengurangi kejadian limfedema pasca operasi. Data diambil pada periode januari 2018 sampai Mei 2019
Hasil : Terdapat 32 pasien kanker payudara pasca tindakan MRM dan diseksi aksila (16 pasien dengan flap dan 16 pasien tanpa flap). Dari 16 pasien yang dilakukannya flap, terdapat 14 pasien yang mengalami regenerasi limfatik (87,5%) dan 2 pasien yang tidak mengalami regenerasi limfatik (12,5%) pasca pemasangan flap jaringan pada pasien MRM. Terdapat hubungan antara penggunaan flap (p = 0,049 dengan OR 95%CI 5,43 (2,22-32,2)) dan usia (p = 0.042 dengan OR 95%CI0,2 (0,03-0,95))terhadap regenerasi limfatik.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang berbeda bermakna antara flap jaringan dengan tanpa flap pada daerah diseksi kelenjar limfe dengan regenerasi limfatik pada daerah tersebut. Tidak terdapat hubungan berbeda bermakna antara komorbid, riwayat radiasi, indeks masa tubuh, stadium TNM, terhadap regenerasi limfatik.

Background : Breast cancer is the most common cancer in women in the world. Increased survival rates of breast cancer patients, making the increased incidence of lymphedema caused by complications from Modified Radical Mastectomy (MRM). It is not known yet whether there is an effect of doing tissue flap in the area of ​​lymph node dissection in breast cancer with improved lymph flow in the area. The purpose of this study was to determine the presence of lymphatic regeneration in tissue flap of breast cancer patients after mastectomy and axillary dissection.
Research Method : Conducted a study using quasi-experimental design in breast cancer patients with MRM and axillary dissection alone or by using a flap to reduce the incidence of postoperative lymphedema. Data is taken from January 2018 to Mei 2019.
Results : There were 32 breast cancer patients after MRM and axillary dissection (16 patients with flaps and 16 patients without flap). Of the 16 patients who were replaced by flaps, 14 patients needed lymphatic regeneration (87,5%) and 2 patients who did not need lymphatic regeneration (12,5%) after tissue flaps procedure in MRM patients. There is a relationship between the use of flap (p = 0.049 with OR 95% CI 5,43 (2,22-32,2)) and age (p = 0.042 with OR 95% CI 0,2 (0,03-0,95)) to lymphatic regeneration.
Conclusions : There is a significantly different relationship between tissue flaps and without flaps in the area of ​​lymph node dissection with lymphatic regeneration in the area. There is no significant difference between comorbidities, radiation history, body mass index, TNM stage, and lymphatic regeneration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library