Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batubara, Taruli Loura
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gagal ginjal terminal dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh, termasuk sistem respirasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kapasitas difusi paru terhadap karbon monoksida DLCO pada pasien hemodialisis kronik dan menghubungkannya dengan berbagai faktor demografis dan klinis serta spirometri. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada pasien hemodialisis kronik berusia ge;18 tahun, stabil dalam 4 minggu terakhir, tidak memiliki riwayat penyakit paru dan jantung sebelumnya. Spirometri dan pemeriksaan DLCO dilakukan dalam kurun waktu 24 jam setelah hemodialisis.Hasil: Terdapat 40 subjek yang sebagian besar adalah laki-laki 67,5 , median usia 51 tahun dan bukan perokok 55 . Rerata indeks massa tubuh IMT 22,6 3,9 kg/m2, Hb 9,5 1,3 g/dl, median dialysis adequacy 1,62 dan durasi hemodialisis 31,5 bulan. Penyebab terbanyak gagal ginjal terminal adalah hipertensi 62,5 . Sesak napas dialami oleh 20 subjek. Prevalens penurunan DLCO adalah 52,5 dengan derajat ringan-sedang. Sebanyak 47,5 subjek mengalami restriksi dan 5 mengalami obstruksi pada pemeriksaan spirometri. Terdapat hubungan antara riwayat merokok dan penurunan DLCO dengan odds ratio 4,52 95 IK 1,04 ndash; 19,6 serta antara gangguan restriksi dan penurunan DLCO dengan odds ratio 5,58 95 IK 1,29 ndash; 23,8 . Diperkirakan terdapat gangguan parenkim paru yang menyebabkan restriksi dan menghambat difusi.Kesimpulan: Penurunan kapasitas difusi paru pada pasien hemodialisis kronik cukup sering terjadi meskipun tidak selalu disertai keluhan sesak napas. Faktor risiko penurunan DLCO adalah riwayat merokok dan gangguan restriksi pada spirometri.Kata Kunci: DLCO, hemodialisis, kapasitas difusi paru

ABSTRACT
Background End stage renal disease affects all systems in human including respiratory system. This study aimed to discover the lung diffusion capacity of carbon monoxide DLCO in chronic hemodialysis patients and to discover its relation to several demographic and clinical factors, as well as spirometry parameters.Method This was a cross sectional study among chronic hemodialysis patients aged ge 18 years old, clinically stable in the last 4 weeks without prior history of lung and cardiac disorder. Spirometry and DLCO examination were performed in the span of 24 hours after hemodialysis.Results There were 40 subjects analyzed. Majority of them were male 67.5 , median age 51 years old and non smoker 55 . Mean Body Mass Index BMI 22.6 3.9 kg m2, Hb 9.5 1.3 g dl, median dialysis adequacy 1.62 and hemodialysis duration of 31.5 months. Hypertension was the most common underlying disease. Some 20 of subject had varying degrees of dyspnea. Prevalence of DLCO reduction was 52.5 with mild to moderate degree. Restrictive spirometry pattern was evident in 47.5 and obstructive pattern in 5 of subjects. There was a significant relation between DLCO reduction with smoking history OR 4.52 95 CI 1.04 ndash 19,6 , also with restrictive disorder OR 5.5 95 CI 1.29 ndash 23.8 . Reduction of DLCO in restrictive subjects was related to the diminished alveolar volume VA . This VA reduction was not compensated by the increase of KCO, therefore we suspect a lung parenchymal disorder that inhibit diffusion. There was no correlation between DLCO reduction with gender, age, BMI, dialysis adequacy, hemodialysis duration, underlying disease and MMRC score. Conclusion Reduction of lung diffusion capacity in chronic dialysis patients is common although not accompanied with dyspnea. Risk factors for DLCO reduction are smoking history and restrictive disorder in spirometry. "
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Astuty Ningsih
"Latar Belakang dan Tujuan: Penerbang bekerja di lingkungan ketinggian yang terpajan gaya G dan seiring peningkatan gaya Gz akan berbanding lurus dengan penurunan curah jantung dan oksigenasi otak hal ini akibat perubahan pertukaran gas di paru dalam kondisi hipergravitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas difusi paru pada penerbang pesawat tempur serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian potong lintang yang dilaksanakan bulan Februari 2019 di Madiun dilakukan pada subjek laki-laki di instansi X Madiun. Jumlah sampel sebanyak 44 orang dipilih secara total sampling. Wawancara dilakukan untuk mengisi kuesioner data dasar, jam terbang dan lama berolahraga. Dilakukan pengukuran spirometri dan DLCO dengan menggunakan alat penggukur spirometri dan DLCO portable (Easyone TM Pro Lab).
Hasil: Penelitian ini mendapatkan hasil sebagian besar peserta (93,2%) memiliki nilai spirometri yang normal hanya 3 peserta (6,8%) mengalami kelainan obstruksi dan tidak didapatkan kelainan restriksi sama sekali dengan nilai rerata VEP1 prediksi 103,3±10,60 % dan nilai median VEP1/KVP 84,5% dengan nilai minimum 63,5% dan nilai maksimum 92,5%. Pada nilai uji DLCO diperoleh hasil sebagian besar peserta (93,2%) memiliki nilai yang normal dan terdapat nilai DLCO mengalami penurunan ringan pada 3 peserta (6,8%) pada kelompok perokok.
Kesimpulan: Nilai kapasitas difusi paru dan pemeriksaan spirometri pada penerbang secara umum normal terdapat sebagian kecil yang mengalami penurunan ringan namun tidak mempunyai hubungan yang bermakna antara parameter DLCO dengan usia, IMT, jam terbang tempur, total jam terbang, menit olahraga dalam sepekan serta indeks Brinkman dan nilai parameter spirometri.

Background: Pilot works in the high environment that exposed by G force. Increasing G force led to linear decreases in cardiac output and blood oxygenation of the brain. Thus, likely due to decreased lung gas exchange capacity in hypergravity. This study aims to investigate the pulmonary diffusing capacity test among Fighter pilots in Madiun.
Methods: This study used cross sectional method conducted on February 2019 in Madiun. The total subjects consist of 44 Fighter pilots based on total sampling. Interview was done to fill out question about sociodemografic and smoking habit, flight hour data and physical fitness. Lung function measurement was done using portable spirometry and DLCO equipment (Easyone TM Pro Lab).
Result: Spirometri result was found in the standard normal range in 41 subjects (93,2%) only 3 subject (6,8%) get obstruction abnormalities and none of them get restriction result. Average VEP1 prediction was 103,3±10,60 % and median range for VEP1/KVP was 84,5(63,5-92,5) %. Lung diffusion capacity measurement was found to be normal in 41 subject (93,2%) and to be deficient in 3 subject (6,8%) in smoker.
Conclusion: This study demosntrated that diffusion capacity and spirometry test in Fighter pilots generally in normal range. Lung diffusion capacity has no association with age, BMI, flight hour, physical fitness, Brinkman index and spirometry parameters.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usep Suhendra
"Latar Belakang. Mikroangiopati diabetik DM seperti nefropati, retinopati, dan neuropati merupakan komplikasi umum diabetes melitus tipe 2 T2DM . Paru merupakan salah satu organ target dari komplikasi mikrovaskular dan penurunan kapasitas difusi paru pada mikroangiopati DM masih sedikit diketahui.
Metode. Penelitian ini bersifat potong lintang pada subjek T2DM yang menjalani pemeriksaan kapasitas difusi paru terhadap karbon monoksida DLCO, albumin urin, funduskopi dan elektromiografi EMG di poliklinik rawat jalan DM terpadu. Kriteria eksklusi yaitu penyakit paru akut atau kronis.
Hasil. Sebanyak 52 subjek L/P:20/32 usia 58 10,4 tahun sebagian besar menunjukkan HbA1c>6,5 41/52 78 , tidak pernah merokok 41/52 78,8 . rerata terdiagnosis DM 10,5 6,9 tahun, sebanyak 33 63,5 le;10 tahun dan 19 36,5 subjek >10 tahun. Subjek dengan neuropati lebih banyak ditemukan yaitu sebesar 41/52 26,3 diikuti nefropati 29/52 18,6 dan retinopati 9/52 5,8 dengan rerata DLCO sebesar 16,01 4,12 ml/menit/mmHg . Penurunan kapasitas difusi pada Mikroangiopati DM ditemukan sebanyak 14/52 25 subjek, didapatkan nilai p pada nefropati sebesar p=0,27, retinopati p=0,36 dan neuropati p=0,49.
Kesimpulan. Gangguan kapasitas difusi paru pada mikroangiopati DM mengalami penurunan namun tidak mempunyai hubungan yang yang bermkana, hal ini menunjukkan gangguan faal difusi paru pada mikroangiopati DM.

Background. Diabetic microangiopathy such as nephropathy, retinopathy and neuropathy is a common complications of type 2 diabetes mellitus T2DM . The lung is one of the target organs in the development of vascular complications in diabetic patients and little is known about the impairment of pulmonary diffusing capacity due to the diabetic microangiopathy.
Method. The subjects were T2DM patients underwent carbon monoxide lung diffusion capacity DLCO test, urine test, funduscopy and electromyography EMG examination with consecutively from diabetic outpatient clinic. The exclusion criterias were acute or chronic pulmonary diseases.
Results. A total of 52 subjects m/f: 20/32 ages 58 10.4 years mostly showed HbA1c> 6.5 41/52 78 , never smoked 41/52 78.8 . diagnosed DM rates of 10.5 6.9 years, 33 63.5 le;10 years and 19 36.5 subjects> 10 years. Subjects with more neuropathy were 41/52 26.3 followed by nephropathy 29/52 18.6 and retinopathy 9/52 5.8 with DLCO average of 16.01 4.12 ml / min / mmHg . The decrease in diffusion capacity in Microangiopathy DM was found in 14/52 25 subjects, obtained p value on nephropathy of p=0.27, retinopathy p=0.36 and neuropathy p=0.49 respectively.
Conclusion. This study demonstrated that diffusion capacity is impairment in diabetic microangiopathy patients. Pulmonary diffusion capacity has no association with diabetic microangiopathy but there is a decreased pulmonary diffusion physiology."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T59197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library