Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parinduri, Anhar
"Studi ini bertujuan untuk mempelajari latar belakang munculnya Perkumpulan Kematian Gading Rejo (PKG) sekaligus mengetahui mekanisme kerja dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkumpulan kematian dimaksud. Penelitian ini dianggap penting, karena perkumpulan yang juga merupakan organisasi ini, berakar dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat dengan tetap memenuhi kebutuhan anggotanya walau telah berusia lebih dari 30 tahun. Semula perkumpulan ini memenuhi kebutuhan kematian dengan menyediakan peralatan kematian bagi anggota di RW 05 desa Gading Rejo. Namun sejak beberapa tahun yang lalu, perkumpulan ini juga meminjamkan peralatan pesta dengan sistem sewa. Fenomena ini yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan. Selain itu juga menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) melalui pembuatan diagram Senn, yang dilakukan oleh sekelompok warga masyarakat RW 05. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui organisasi di desa Gading Rejo yang memiliki kedekatan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Penggunaan metode PRA menghasilkan bahwa organisasi Perkumpulan Kematian Gading Rejo (PKG) RW 05 desa Gading Rejo merupakan organisasi yang memiliki hubungan kedekatan yang sangat baik dengan kehidupan masyarakat dibandingkan organisasi yang lainnya.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah, kemunculan perkumpulan kematian ini disebabkan karena adanya nilai-nilai, prilaku dan kebutuhan masyarakat terutama pada bidang kematian. Nilai-nilai dan prilaku dimaksud, yaitu tolong menolong meringankan beban pihak keluarga yang meninggal dunia, melayat atau bertakziah dan tahlilan.
Pada kehidupan sosial lainnya terdapat nilai dan prilaku masyarakat diantaranya keharusan menghadiri setiap bentuk undangan yang diadakan masyarakat seperti undangan pesta, hajatan atau sunatan; lagan atau tolong menolong dalam pelaksanaan kegiatan pesta yang dimulai tiga hari sebelum hari pelaksanaan dan berakhir hingga adanya pembubaran panitia pesta, dan nilai dan prilaku terakhir adalah berdiskusi atau berkumpul membicarakan semua hal baik yang menyangkut kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama di setiap pertemuan. Nilai dan prilaku yang telah melembaga ini serta adanya kebutuhan akan peralatan-peralatan kematian dan peralatan pesta, sehingga memunculkan sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal yang menarik, lembaga yang menyelenggarakan kebutuhan ini dapat berbentuk apa saja, namun yang penting telah melembaganya norma dan prilaku di masyarakat.
Dalam perjalanannya, perkumpulan kematian yang tidak memiliki AD/ART, tidak hanya memenuhi kebutuhan anggota yang ditimpa musibah kematian, namun juga memenuhi kebutuhan pesta bagi anggota dan orang lain dengan sistem sewa. Perkembangan ini disebabkan adanya akuntabilitas atau kepercayaan yang menjadi ciri utama dalam menjalankan roda organisasi, keikutsertaan anggota baik dalam merencanakan, evaluasi setiap kegiatan hingga pemilihan pengurus organisasi, sanksi sosial bagi pengurus yang menyalahi aturan berupa rasa malu, dan adanya insentif yang diberikan kepada pengurus. Untuk pengembangan selanjutnya, sebaiknya perkumpulan ini tidak menerima bantuan dari pihak lain karena akan mengurangi kemandirian dan keleluwesan anggota dalam memikirkan dan memajukan kelembagaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derek Fredik Wamea
"Sejak merebaknya reformasi di Indonesia pada akhir tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada Mei 1998 dengan tumbangnya rezim Orde Baru dan di ikuti oleh krisis ekonomi yang menghancurkan perekonomian negara dan dilanjutkan dengan krisis multidimensional yang tak menunjukan tanda-tanda perubahan yang signifikan, telah memberikan kemajuan dalam pola pikir masyarakat indonesia. Setidaknya masyarakat menyadari dan mendapat satu pembelajaran politik dari peristiwa tersebut bahwa hak mereka selama ini sebagai konstituen dari negara ini tidak dirasakan dengan baik, bahkan terabaikan, hanya dinikmati oleh segelintir orang dapat dinikmati dengan jalur-jalur demokrasi yang terbentuk. Kesadaran ini telah membawa masyarakat Indonesia terutama masyarakat lokal untuk menuntut hak atas pengelolaan SDA mereka yang sekama ini belum bisa dinikmati dengan baik. Singkatnya reformasi telah dijadikan Tema sentral dalam menuntut perubahan dalam asas demokrasi.
Dalam konteks pengembangan masyarakat program CD yang selama ini hanya dilihat sebagai program alternative yang dipakai sebagai upaya mendekatkan pelayan kepada masyarakat dan lebih banyak digunakan pada rural society. Bagi pemerintah pusat maupun daerah program CD adalah alternative dari bergagai program yang bersifat sentral dalam model top down yang selama ini menjadi primadona pembangunan di Indonesia. Sementara bagi korporat program CD bukan sekedar model pembangunan biasa tetapi merupkan sarana bagi korporat untuk melaksanakan CSR dalam rangka pelayanan dan pengembangan masyarakat yang merupakan kompensasi dari realisasi kesepakatan yang dibuat dengan komunitas lokal.
Konsep dasar program CD tidak terlepas dari kebutuhan dasar manusia, stakeholders, partisipasi dan pengembangan melalui program-program yang menyentuh basic needs masyarakat. Program CD seringkali diimplementasikan dalam bentuk, proyek-proyek pembangunan seperti pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, pengembangan infrastruktur seperti jalan raya, sumur umum, atau jaringan irigasi, perbaikan sarana pertanian, peningkatan fasilitas manufaktur, atau pembinaan kegiatan komersial. Dalam Konsep CD juga melibatkan elemen¬elemen penting seperti SDA, state, Corporate dan community. Program CD adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabilah di bandingkan dengan kegiatan pembanguna sebelumnya.
Penelitian ini merupakan studi terhadap BP LNG Tangguh yang bergerak di bidang eksplorasi SDA, khusunya Gas Alam Cair (LNG) di Kabupaten Bintuni Papua, yang mengembangkan (dan masih dalam tahap terus mencari bentuk/model) CD sebagai salah satu prioritas program dari perusahaan tersebut untuk pengembangan masyarakat lokal. Penulisan hasil penelitian ini diarahkan untuk mengkaji pengembangan masyarakat lokal melalui program CD tersebut. Dengan permasalahan utamanya adalah melihat proses sosial dalam pengembangan masyarakat lokal melalui CD sebagai indikator kompensasi terhadap komunitas lokal. Dengan mencoba melihat pengembangan masyarakat lokal yang bukan ssekedar menyentuh basic needs masyarakat lokal atau sekedar konsekuensi logis kompensasi perusahaan sebagai pemegang hak eksplorasi kepada masyarakat lokal sebagai pemegang hak ulayat, akan tetapi lebih dari itu mencoba mencari dan menemukan model pembangunan yang berkelanjutan, untuk mengantisipasi fase laten (kompensasi, konflik, tuntutan) di masa mendatang, yang tentunya melalui perspektif CD itu sendiri.
CD hampir merupakan pembahasan yang sudah sering dikaji dan muncul dalam berbagai studi kelayakan berbagai perusahaan-perusahaan ekstraktif di seluruh dunia secara umum dan di Indonesia secara khusus dan juga kemungkinan banyak peneliti terdahulu atau para peneliti yang berkonsentrasi pada CD telah membahas topik yang sama. Namun penting disini adalah untuk melihat sejauhmana program CD yang diterapkan BP LNG Tangguh sebagai salah satu program prioritas dapat dikolaborasikan dengan kearifan lokal, sehingga menjadi model pembangunan yang berkelanjutan. Dan menjadi solusi positif yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan manapun dalam penyelesaain kompensasi yang efektif dari pihak perusahaan terhadap masayarakat lokal. Dengan tujuan bahwa ada solusi yang bermanfaat dalam proses pembangunan masyarakat secara umum. Dari peneltian dengan menggunakan metode kerja dan teori sosial yang diracang menggunakan teknik penelitian ilmiah diharapkan pembahasan ini dapat menjawab pertanyaan peneltian yang sudah dirumuskan dan dapat diketahui signifikansi secara sosiologis dari program CD itu sendiri dan implikasi teori yang bisa dikembangkan pengembangan sosiologi maupun perubahan soial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tambunan, Mangapul Parlindungan
"Ada 186 industri yang secara ruang tersebar di koridor Jalan Raya Bogor (termasuk propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat) dengan keanekaragaman pola persebarannya. Dampak pola persebaran industri tentunya akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja lokal masyarakat yang menetap di wilayah penelitian, yang mana intensitas dampak yang berdekatan dengan lokasi industri tentunya tinggi dan makin jauh, intensitas dampak semakin rendah. Hasil analisis tetangga terdekat (nearness neighborhood analysis) diperoleh kesimpulan pola persebaran industri: mengelompok (cluster pattern) di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar, Cilangkap, dan Cisalak; tidak merata/acak (random) di wilayah Kelurahan Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru dan Jatijajar; merata (dispersed pattern/uniform) di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug dan Sukamaju. Masyarakat lokal yang terserap pada kegiatan industri 62,04 % pada tingkat pendidikan menengah dan 2,81 % pada tingkat pendidikan rendah atau tidak sekolah.

Spatial dispersed pattern of Industry at Jalan Raya Bogor Corridor. The corridor Jalan Raya Bogor, includes DKI Jakarta and West Java provinces have 186 industry, which different spatial dispersed pattern. The Industry has an impact to local community for worker industry. The analysis with nearness neighborhood and overlay map are conclusion as industry has cluster pattern at Cisalak Pasar, Cilangkap, and Cisalak district. And the industry patterns have random spatial at Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru, and Jatijajar district. The industry spatial has a dispersed pattern/uniform at Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug, and Sukamaju district. The local community for worker industry has 62.04% senior high school and 2.81% elementary school or not education."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bhakti Yudhantara
"Pada tahun 1997, ARCO menemukan ladang gas setara 23 tcf di kawasan Teluk Bintuni. Bagi pemerintah indonesia, kandungan gas tersebut akan memberikan masukan yang sangat besar bagi devisa negara. Pada tahun 1999 BP mengakuisisi ARCO, dengan demikian pemerintah Indonesia menunjuk BP sebagai kontraktor bagi hasil sekaligus sebagai operator Proyek LNG Tangguh.
Berbagai persyaratan untuk pembangunan Proyek LNG Tangguh telah terpenuhi, diantaranya dokumen AMDAL Terpadu Proyek LNG Tangguh yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia melalui persetujuan Menteri Lingkungan Hidup pada bulan Oktober 2002. Terdapat lebih dari seribu komitmen sosial yang disepakati bersama komunitas lokal yang terkena dampak kegiatan pembangunan dan pengoperasian Kilang LNG tersebut. DaIam pelaksanaannya, komitmen-komitmen tersebut menimbulkan konflik antara BP dan komunitas lokal Suku Sebyar yang bermukim di pesisir utara Teluk Bintuni.
Tesis ini mengangkat permasalahan-permasalahan tentang bentuk konflik yang terjadi, respon komunitas lokal dan implikasi kebijakan-kebijakan yang berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Sedangkan tujuan dari penulisan adalah mendeskripsikan konflik-konflik yang terjadi, mengetahui strategi BP dalam penyelesaian konflik dan memberikan rekomendasi kebijakan pembangunan sosial, khususnya untuk industri minyak dan LNG.
Setelah disetujuinya AMDAL, BP memuai pelaksanaan pembangunan Kampung Tanah Merah dan Saengga sebagai bagian komitmen terhadap penduduk yang dipindahkan akibat proyek. BP juga melakukan penerimaan tenaga kerja untuk pekerjaan pembangunan Kampung Tanah Merah dan Saengga serta pembangunan Kilang LNG di Tanah Merah.
Pelaksanaan pembangunan kedua kampung yang mengacu pada standar intemasional dan proses penerimaan tenaga kerja yang kurang berjalan dengan baik telah menimbulkan ketidakpuasan dari komunitas lokal Suku Sebyar. Sebagai pemilik hak ulayat gas alam yang akan diolah di Kilang LNG Tangguh, komunitas lokal Suku Sebyar merasa paling berhak atas kompensasi hasil gas alam.
Pada awalnya konflik berjalan dengan laten, berupa pertanyaan-pertanyan ketidakpuasan dan protes-protes dari anggota komunitas. Setelah pertemuan sosialisasi AMDAL yang dihadiri tokoh-tokoh adat, konflik tersebut menjadi manifest berupa ancaman, penahanan fasilitas dan penyerangan camp.
Masalah identitas budaya antara komunitas lokal dan pendatang, serta kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik menjadi sumber-sumber terjadinya konflik tersebut. Sementara itu kondisi sosial yang tersedia juga memungkinkan terjadinya konflik, yaitu: adanya segregasi pemukiman oleh enclave-enclave camp-camp perusahaan, kepercayaan terhadap cargocult yang diyakini membawa akan kemakmuran dan adanya trauma komunitas lokal terhadap pendekatan kemanan oleh para investor pada masa lalu.
Penguatan civil society terjadi karena adanya proses transisi pembentukan kabupaten baru, sehingga peran pemerintah daerah dan tidak dapat menjangkau rakyat hingga ke kampung-kampung. Lembaga-lembaga adat sebagai kekuatan civil society menampilkan diri sebagai perwakilan rakyat, namun disisi lain lembaga ini sering mengalami gesekan dengan para kepala kampung yang merasa mempunyai kewenangan terhadap rakyatnya.
Terdapat tiga kebijakan yang mempengaruhi terjadinya konflik antara BP dengan komunitas lokal, yaitu: pertama, UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua; kedua UU No. 26 tahun 2002 dan UU No. 45 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah di Papua; dan ketiga SK MenLH No. 85 tahun 2002 tentang Persetujuan AMDAL Terpadu Proyek LNG Tangguh.
Model kesetimbangan dibuat untuk menjelaskan peran pemerintah, komunitas lokal dan BP, diketahui adanya kesenjangan antara harapan komunitas dan strategi BP. Hal tersebut ditambahkan lagi dengan peran pemerintah yang lemah sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai mediator dan fasilitator.
Perencanaan sosial yang disusun melihat adanya tiga masalah yang menyebabkan konflik, yaitu harapan komunitas lokal, peran pemerintah yang lemah dan penguatan civil society yang menyempit. Strategi utama yang disusun adalah penguatan civil society, pengembangan kapasitas bagi pemerintah dan kerjasama dengan stakeholders lainnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Aprianingsih
"ABSTRAK
Program CSR dalam konteks industri ekstraktif merupakan upaya untuk memperbaiki relasi dan meningkatkan kesejahteraan khususnya komunitas lokal. Dengan adanya cakupan geografis yang ditentukan oleh korporasi maka berimplikasi pada proses pelaksanaan program CSR. Artikel ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses pelaksanaan program CSR di wilayah cakupan Ring 1 dan Ring 2 dan implikasinya terhadap relasi korporasi dan komunitas lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil menunjukan wilayah Ring 1 cenderung tidak mengalami peningkatan kesejahteraan dan tidak terjalin relasi harmonis dibandingkan dengan wilayah Ring 2. Data tersebut memperlihatkan adanya kondisi terbalik di wilayah Ring 1 dan Ring 2. Kebaruan yang ditawarkan oleh artikel ini, yaitu peneliti menggunakan konsep penanganan keluhan dan komunikasi sebagai suatu upaya korporasi panas bumi membangun relasi dengan komunitas lokal. Kesimpulan dalam artikel ini adalah adanya kondisi terbalik di wilayah Ring 1 dan Ring 2 disebabkan karena beberapa faktor tertentu yang kemudian menjadi prasyarat penting dalam proses pelaksanaan program CSR dengan tujuan membangun relasi korporasi-komunitas lokal dan untuk peningkatan kesejahteraan komunitas lokal.

ABSTRACT
CSR in the context of extractive industries is an attempt to improve social relations and social welfare in local community. The geographical scope in the CSR has implications for the process of implementing CSR programs. This article aims to look at how the process of implementing CSR programs in the scope area of Ring 1 and Ring 2 and the implication for corporate and local community relation. This study used a qualitative approach with case studies method. Results of study showed that the area of Ring 1 are less likely to increase social welfare and relation than Ring 2. The data showed the reverse conditions in the area of Ring 1 and Ring 2. These condition has an impact for corporate and local community relation. The novelty offered by this article, that the researcher uses the concept of grievance mechanism and communications as a corporate effort to build relationship with local community. Conclusion in this article is the reverse conditions in the area of Ring 1 and Ring 2 are caused due to some certain factors which later became an important prerequisite in the processes of implementing of CSR programs with the aim of establishing relation between corporate and local community and to improve well-being of local community."
2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Prudensius, Maring
"This article analyze model of resistance between the local community and private company withinspired to perspective of power relation. Analysis based on the research about forest tenure by the local community and private company in Praha Village, Jambi. The research inspired qualitative approach with methods of indepth interview and participatory observation. The local community and private company constitute stakeholders that have interest on the forest resources. Complexity of the stakeholders?s interest were expressed through models of the social relation that were conflict, collaboration, and resistance. Dynamics of the social relation are reality of the power relation. Resistance are strategy of power relation with special features that each other stakeholders focus on the strategy to realize the each other goals and indirectly to fail the strategy of others."
2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagyo
"Sumatra merupakan habitat bagi tujuh spesies Felidae. Ancaman utama terhadap Felidae di Sumatra adalah hilangnya habitat dan perburuan liar. Data ekologi dan dukungan masyarakat sekitar merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan konservasi Felidae di dalam kawasan konservasi. Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan data ekologi dan mengetahui bagaimana dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi Felidae di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Data ekologi meliputi keanekaragaman spesies, kelimpahan relatif, distribusi, pola aktivitas, dan interaksi dikumpulkan dengan memasang perangkap kamera pada area seluas 480 km2 yang dibagi dalam tiga blok sampling. Untuk mengetahui bagaimana dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi Felidae, dilakukan wawancara terstruktur terhadap 395 responden yang tinggal di 19 desa sekitar taman nasional. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman spesies Felidae di TNWK lebih rendah dibandingkan dengan survei sebelumnya. Hanya empat spesies Felidae yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorota) dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis). Dua spesies Felidae lainnya yaitu kucing emas (Pardofelis temincki) dan kucing dampak (Prionailurus planiceps) tidak ditemukan. Ekologi keempat spesies Felidae di taman nasional ini secara umum serupa dengan literatur dan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Sumatra. Meskipun pengetahuan masyarakat tentang taman nasional dan Felidae tergolong rendah, namun mereka memiliki persepsi dan sikap yang positif terhadap konservasi Felidae. Data ekologi hasil penelitian ini merupakan masukan yang penting dalam pengelolaan Felidae di TNWK terutama dalam aspek perlindungan, monitoring, dan restorasi habitat. Agar dukungan masyarakat sekitar terhadap konservasi Felidae semakin baik, perlu upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang taman nasional dan Feliade melalui pendidikan konservasi, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dengan mempertimbangkan karakteristik sosial, demografi, dan pengalaman interaksi mereka dengan taman nasional.

Sumatra is home to at least six species of wild felids. Habitat loss and poaching are the main threat to the wild felids in Sumatra. Management strategy based on solid information and local community support are important factors for the success of wild felids conservation. The purposes of this study are to collect ecological data and to reveal local communities support for wild felids conservation in the Way Kambas National Park (WKNP). Ecological data were collected by placing camera traps in an area of 480 km square which is divided into three blocks of sampling. Data of local communities support to wild felids conservation were collected using structured interviews to 395 respondents living in 19 villages around the park. The results showed that wild felids species diversity in this stydy is lower compared to those of previous surveys. Only four wild felids were found in this study i.e., sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae), clouded leopard (Neofelis diardi), marbled cat (Pardofelis marmorota) and leopard cat (Prionailurus bengalensis). Two other species i.e., golden cat (Pardofelis temincki) and flat-headed cat (Prionailurus planiceps) were not found. In general, ecology of the four species of wild felids in this park is in accordance with literature and several earlier studies in Sumatra. Despite the low level of local communitie’s knowledge both on the parks and wild felids, their perception and attitude towards wild felids conservation are positive. Ecological information resulted from this study serve as important input to develop the wild felids management plan especially in terms of species protection, monitoring and habitat restoration. To ehance the local community support toward wild felids conservation, it is essential to improve the level of local community knowledge towards national parks and wild felids conservation through conservation education, socialization, and community empowerment by considering social and demographic characteristics of the local people, including their experience in interacting with the park."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herri
"Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penerapan sistem sentralisasi pemerintahan terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan tidak berkembangnya kreativitas masyarakat lokal. Sehingga tidak tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kondisi ini diiringi oleh melemahnya kemampuan masyarakat lokal ( baik melalui lembaga perwakilan legislatif daerah ) dalam membuat pilihan - pilihan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik setempat.
Melalui kebijakan desentralisasi dengan lebih memberikan kewenanganan kepada unit pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yaitu kabupaten dan kota dengan harapan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu yang paling penting menurut Thomas Jefferson adalah pemerintah lokal akan Iebih responsif kepada kepentingan masyarakat. Pemerintah hendaknya dibentuk sedekat mungkin dengan masyarakat agar masyarakat dapat aktif berpartisipasi didalamnya.
Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada peranan Lembaga Legislatif Daerah ( DPRD ) sebagai unsur pemerintahan di daerah. Dalam pemerintahan modern yang berlandaskan demokrasi maka keberadaan lembaga legislatif termasuk di daerah menjadi mutlak. Dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi maka representasi dari DPRD dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi yang diembannya. Pentingnya peranan DPRD ini disebabkan oleh kedudukan dan fungsinya yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang cukup luas bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU No. 5 Tahun 1974.
Data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data, yaitu informan dengan penentuan bertujuan (purposive ). Tentunya didukung dengan dukumen yang sesuai dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dengan melalui prosedur pengumpulan data yang meliputi pengamatan, wawancara, dokumentasi dan visual terutama dari media lokal. Dari keseluruhan data yang terkumpul, diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi yang selanjutnya diberikan penafsiran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban DPRD Kota Pontianak belumlah menunjukkan peranan sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat. Sehingga sebagaimana maksud dari UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah belum menampakkan wajah yang sesungguhnya. Kinerja yang dihasilkan oleh DPRD Kota Pontianak, terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dari segi kualitas dan jumlah produk perundangundangan Peraturan Daerah (Perda) masih minim bila dikaitkan dengan besamya kewenangan yang dimiliki ( anggota Dewan belum pernah menggunakan hak inisiatif) ; dan fungsi kontrol, yang walaupun nuansa penguatannya telah nampak perlu untuk diimbangi dengan penguasaan data dan informasi yang cukup. Padahal dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya anggota DPRD didukung oleh fasilitas yang sangat memadai. Belum terwujudnya tujuan dimaksud, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti : kewenangan yang dimiliki oleh DPRD tidak diimbangi dengan kemampuan para wakil rakyat, serta tidak adanya mekanisme yang jelas pertanggungjawaban (accountability) DPRD.
Hal yang paling mendasar dalam otonomi daerah yang seharusnya menjadi milik masyarakat setempat bukan pada elite lokal ( pemerintah daerah dan DPRD ) belumlah terwujud sehingga peran serta masyarakat belumlah optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pirade, Henry
"Ada kaidah sosial yang menegaskan bahwa selama dalam sebuah masyarakat ada perbedaan kepentingan dan pada setiap masyarakat pasti ada perbedaan kepentingan maka sepanjang itu pula konflik akan hadir tak terelakan. Konflik tidak selamanya harus dimaknai pertikaian atau permusuhan, tetapi juga bisa mengandung makna kompetisi, tegangan (tension) atau sekedar ketidaksepahaman. Itu sebabnya, kehadiran konflik itu sesungguhnya menjadi sangat wajar, alami, bahkan harus diterima sebagai sebuah realitas dimanapun, oleh siapapun, kapanpun, apalagi dalam sebuah komuniti besar bernama komunitas atau masyarakat. Semakin besar perbedaan kepentingan terjadi, akan semakin besar pula kemungkinan konflik terjadi. Semakin banyak pihak yang memiliki perbedaan kepentingan, akan semakin banyak pula kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik. Semakin tidak jelas tujuan berkonflik dan semakin konflik itu menyentuh nilai-nilai inti maka semakin keras dan lamalah konflik akan berlangsung. Celakanya, konflik sering berubah menjadi disfungsional ketika sudah mengarah kepada proses yang kaotik, destruktif dan anarkhis, seperti yang terjadi di Tuapukan dan Naibonat, Timor Barat.
Berdasarkan fenomena tersebut diatas maka penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di dua daerah konflik di wilayah Timor Barat yaitu Tuapukan dan Naibonat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif untuk menjelaskan permasalahan khususnya mengenai konflik yang ada dan bagaimana konflik itu berlangsung. Penyebab konflik, lamanya konflik, kerasnya konflik yang sangat berhubungan dengan realistik dan non-realistik konflik serta fungsi konflik itu sendiri. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang dipilah karena dianggap lebih efektif digunakan dalam menemukan dimensi-dimensi penting dari struktur tindakan kolektif yang berhubungan dengan terjadinya konflik di Timor Barat. Sumber data utama penelitian ini adalah data primer yang digali dari beberapa sumber yang terkait dengan dinamika konflik yang terjadi, baik dari kalangan masyarakat lokal, pengungsi maupun pemerintah dan lembaga sosial yang bekerja di lokasi target penelitian.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah focus group discussion dan wawancara mendalam untuk memperlengkapi hasil diskusi serta pengamatan langsung. Informan yang digunakan adalah informan yang dipilih mewakili tiap kelompok yang telah ditentukan. Data yang dihasilkan kerudian diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menyeleksi dan menyederhanakan data. Kemudian data tersebut dihubungkan kembali dengan konsep dan permasalahan serta tujuan penelitian. Kerangka konseptual dalam penelitian ini dibangun dari pola konflik yang terjadi di target penelitian yaitu penyebab konflik, lamanya konflik, kerasnya konflik dan fungsi konflik. Hal ini sangat terkait dengan pertanyaan; apakah konflik yang terjadi tersebut sifatnya realistik ataukah non-realistik? Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa konflik yang terjadi disebabkan oleh gangguan terhadap keteraturan sosial yang ada serta adanya pelanggaran terhadap konsensus dalam suatu komunitas. Situasi ini kemudian diperuncing dengan adanya rasa frustasi dan ketidakadilan dalam bermasyarakat. Kondisi ini kemudian memacu penguatan identitas kolektif pada masyarakat yang kemudian menimbulkan konflik. Penelitian ini juga membuktikan bahwa konflik yang terjadi bersifat non-realistik dengan tidak terdefinisinya tujuan berkonflik secara jelas atau samar-samar yang mengakibatkan konflik yang terjadi menjadi lama waktunya. Terlebih lagi, konflik yang terjadi menyentuh nilai-nilai inti seperti tindakan yang mempengaruhi harga diri yang mengakibatkan timbulnya rasa dendam dan menjadikan konflik berlangsung keras. Lama dan kerasnya konflik yang terjadi membuat persoalan menjadi semakin lebar sehingga penanganannya menjadi lebih rumit. Proses penanganan yang dilakukan terhadap konflik yang terjadi bervariasi, baik itu melalui pendekatan represif maupun pendekatan pemerintah melalui pemimpin, tidak terlalu berdampak signifikan. Persoalan yang mengemuka memberikan indikasi bahwa kohesi sosial antara masyarakat dengan masyarakat lainnya dan masyarakat dengan pemimpinnya tidaklah terlalu berat sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemimpinnya tidak terlalu mempengaruhi pemahaman pada level bawah.
Dari hasil penelitian dan pengalaman yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pola penanganan dan pendekatan yang terbaik yang dapat dilakukan terhadap konflik yang terjadi di Timor Barat ini adalah dengan transformasi konflik melalui pendekatan penguatan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengembangan perdamaian. Konsep ini telah dilakukan oleh beberapa lembaga kemanusiaan di beberapa wilayah konflik dan cukup baik dalam menata kembali hubungan antar masyarakat paska konflik melalui pelembagaan kegiatan-kegiatan yang merupakan kebutuhan masyarakat baik dari segi pengembangan sosial kemasyarakatan maupun penguatan ekonomi. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka diusulkan saran-saran yaitu: perlunya diupayakan program-program rekonsiliasi melalui kerjasama semua pihak terkait dan kegiatan bersama khususnya bagi kelompok yang bertikai untuk membangun nilai-nilai kebersamaan antara individu dan antar kelompok serta melembagakan nilai-nilai toleransi. Upaya ini dapat diselenggarakan dalam bentuk program pengembangan dan pemberdayaan komunitas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>