Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desy Safitri
"Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Selatan tahun 1999. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa. Sampel dari populasi penelitian berjumlah 200 orang, yang dipilih dari empat universitas sampel berdasarkan teknik random sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode ex post facto dengan pendekatan korelasional. Untuk menguji hipotesis, analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi dan korelasi sederhana, regresi dan korelasi ganda serta korelasi parsial pada taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian ini adalah: pertama, terdapat hubungan positif antara hasil belajar tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup dengan koefisien korelasi sebesar 0,39. Hubungan regresi linier dinyatakan melalui persamaan Y = 39,87+0,69X1. Kedua, terdapat hubungan positif antara sikap tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup dengan koefisien korelasi sebesar 0,59. Hubungan regresi linier dinyatakan melalui persamaan Y = 7,61+0,46X2. Ketiga, terdapat hubungan positif antara hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup dengan perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup. Hubungan regresi linier dinyatakan melalui persamaan Y = 7,81+0,01X1+0.46X2 dengan koefisien korelasi 0,59.
Dari empat universitas sampel, responden dari Universitas Muhammadiah memiliki pengaruh hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup terhadap perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup yang paling tinggi, dengan koefisien determinasi yang terbesar dibandingkan responden dari universitas sampel lainnya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku mahasiswa pada lingkungan hidup dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan hasil belajar tentang lingkungan hidup dan sikap tentang lingkungan hidup."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urai Titin Hiswari
"ABSTRAK
Penelitian ini untuk mengetahui Korelasi Antara Pendidikan Lingkungan Dengan Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Hidup di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat
Membina dan mengembangkan sikap lingkungan hidup di dalam diri individu adalah merupakan aspek mental yang penting, karena sikap dapat memotivasi terlaksananya perbuatan positif terhadap lingkungan hidup. Mencintai lingkungan hidupnya, mengetahui masalah-masalah lingkungan hidupnya, dan memiliki wawasan lingkungan hidup. Untuk mencapai sasaran im, individu harus memiliki pemahaman tentang pengetahuan materi lingkungan hidup yang merupakan dasar pengembangan sikap terhadap lingkungan hidup.
Program pengajaran pendidikan lingkungan yang diberikan berdasarkan Kurikulum 1994, yang menggunakan pendekatan integratif (terpadu), oleh sebab itu diperlukan sekali evaluasi untuk mengetahui keberhasilannya. Pada penelitian ini evaluasi yang dilaksanakan bukan hanya pada kawasan kogoitif saja, tetapi juga pads kawasan afektif yaitu sikap siswa terhadap lingkungan hidup.
Penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar hubungan pendidikan lingkungan yang telah diberikan kepada siswa kelas I Sekolah Menengah Umum Negeri dapat membma sikap siswa terhadap lingkungan hidup. Disamping itu akan diteliti pula apakah ada perbedaan antara sikap siswa wanita dan sikap siswa pria terhadap lingkungan hidup.
Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan materi lingkungan siswa dan sikap siswa terhadap lingkungan sebagai hasil pendidikan lingkungan. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan materi lingkungan siswa dengan sikap siswa terhadap lingkungan dan pengatuh perbedaan jenis kelamin siswa terhadap lingkungan.
Agar hasil penelitian ini menjawab tujuan penelitian maka perumusan hipotesis adalah ada hubungan positif antara tingkat pengetahuan materi lingkungan pada pendidikan lingkungan hidup dengan sikap siswa terhadap lingkungan, dan ada pengaruh jenis kelamin siswa terhadap lingkungan siswa, sesudah mengikuti pendidikan lingkungan hidup.
Penelitian ini dilaksanakan di SMUN Kotanradya Pontianak, dengan jumlah populasi sebanyak 4049 siswa. Sampel yang diambil secara "Purposive Random Sampling" dengan mengambil sampel 210 siswa kelas I dari 7 SMUN. Penanikan 5 sampel dari 6 kelas paralel dari masing-masing SMUN secara "sistematic random sampling".
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui tes hasil belajar tentang lingkungan hidup untuk memperoleh tingkat pengetahuan materi lingkungan dan teknik kuesioner dengan menggunakan skala Likert untuk memperoleh sikap siswa terhadap lingkungan hidup. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan program Microstat. Untuk menguji berapa besamya pengaruh pengetahuan mater linglcungan hidup (variabel X) terhadap sikap siswa (variabel Y), digunakan persamaan Regresi. Untuk menguji berapa besamya hubungan antara variabel X dengan varibel Y digunakan Korelasi. Dan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan jenis kelamin siswa terhadap sikap siswa terhadap lingkungan digunakan uji Chi Kuadrat.
Hasil penelitian mengungkapkan :
1. Hasil tes pemahaman pengetahuan materi linglcungan hidup siswa rata-rata skor yang diperoleh aclalah : 37,3960 dari maksimum skor 50.
2. Pengukuran sikap siswa terhadap ingan hidup dengan menggunakan Skala Likert diperoleh skor rata-rata adalah: 132,2079 dari maksimum 175.
3. Ada hubungan antara pemahaman pengetahuan materi lingkungan hidup terhadap sikap siswa dibuktikan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Hasil yang diperoleh F hitung lebih besar dari F tabel (77,327 > 6,76).
4. Besarnya hubungan antara pemahaman pengetahuan materi lingkungan hidup dengan sikap siswa diperoleh koefisien korelasi (r) = 0,5285, hubungan yang cukup berarti. Sikap siswa terhadap lingkungan dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat pemahaman pengetahuan materi lingkungan.
5. Terdapat perbedaan jenis kelamin terhadap sikap siswa terhadap lingkungan dengan uji Chi Kuadrat (x2) = 12,795 lebih besar dari nilai tabel pada tingkat kepercayaan 95% = 0,207 (12,795 > 0,207).
6. Sikap siswa wanita lebih positif dari siswa pria dari hasil pengukuran dengan skala sikap dari Likert 134,2970 > 131,3267.
Kesimpulan :
Pengetahuan materi lingkungan siswa di Sekolah Menengah Umum Negeri di Kotamadya Pontianak baik, begitu juga sikap siswa terhadap lingkungan. Sikap siswa terhadap lingkungan hidup dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat pemahaman pengetahuan materi lingk organ hidup.

ABSTRACT
Correlation Between Environmental Education With The Students' Attitude Toward Living Environment (Case Study of High School Students in Pontianak, West Kalimantan)
This thesis has been written to describe the result of research on correlation between environmental education with the students' attitudes toward living environment in district of Pontianak, West Kalimantan.
Developing the mental attitude toward environment in every human being, is the most important aspect, since attitude can motivate the positive respect to the living environment. This aspect can motivate the students to love, care, become aware of the environmental problems and drive the students to become environmentally caring persons.
To achieve these goals, every person has to have deep understanding about living environment which is the basic step to develop the environmental attitude. The environment education programme according to the 1994 Curriculum which is using the Integrative Approach method, demanding an evaluation to every achievement and progress. This research not only evaluated on cognitive aspects, but also on affective aspects which were concentrated on the student's behaviors toward living environment.
This thesis describes the effectiveness of Environment Education that had been given to the first year high school students in the establishment of the right attitude living environment. This thesis also discusses the differences of living environment attitude according to the gender.
This research has been aimed to determine the levels of students' Environment knowledge and the students' behaviors toward environment as the result of the Environment Education. In particular, it determined the levels of Environment knowledge and the students' behavior viewed from the gender point of view.
In order the result of this research could fulfill the aim of the research, the hypothesis has been formulated as follow : There are positive interactions between' the Environment Education and Students' behaviors toward living environment, and there is a positive affect of gender towards living environment as the result of environment education.
The research had been conducted at the High Schools in district of Pontianak with 4049 senior high school students population. Samples had been taken using the "purposive random sampling" and "systematic random sampling" numbering 210 first year students from 7 Senior High schools. Five (5) samples were taken using systematic random sampling on 6 parallel classes from each High School.
The data used in this research were gathered from the assessment of evaluation on living environment education programme and questionnaires. The level of environment knowledge could be determined from the assessment of study evaluation. On the other hand, from the questionnaires, the personal attitude towards living environment could be measured. The questionnaires were designed according to the Likert Scale method. The data were descriptively processed using the Microstat program.
Regression formula was used to evaluate the feedback from the environment knowledge (X variable) towards student's attitudes (Y variable). Correlation coefficient was used to assess the correlation between X variable and Y variable. Chi Square was used to determine the students' attitudes toward environment according to the gender.
Research Results :
1. The result of living environment test showed that the student's average score was 37.960 out of 50.000.
2. The student's average score of living environment using Likert scale was 132.2079 out of 175.
3. Interaction between the knowledge of environment and students' behaviors could be deteuuined by comparing the F counted with F table (77.327 > 6.76).
4. Correlation Coefficient ( r) = 0.5285 shows that the correlation is significant. It also shows that the students' attitude towards environment were influenced by the levels of the students' environment knowledge itself.
5. Attitude differences according to gender towards environment were shown by using Chi square (x2) = 12.795 which was greater than the figure in the table (12,795 > 0,207).
6. The Lilted scale 134.2970 > 131.3267 shows the female students acted more responsively positive ways than their opposite sex.
Conclusion :
The living environment knowledge from High School students in Pontianak can be concluded as quite sufficient including the student's attitudes toward the environment. According to the research, the attitudes of the students toward environment were influenced by the knowledge of living environment itself.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Setiawan
"Weston La Barre telah memperlihatkan bahwa di tinjau dari segi biologis manusia dapat digolongkan sebagai anggota dunia hewan mengingat kesamaan struktur dan fungsi organ-organ tubuh yang di milikinya. Namun manusia tidak mempunyai kemampuan fisik yang menjamin kehidupan di alam bebas. Kelebihan yang di miliki manusia adalah kemampuannya dalam membuat dan menggunakan peralatan non-organik yang mempermudahnya untuk beradaptasi terhadap lingkungan (Suparlan ed., 1984: 11-22).
Otak manusia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan lambang-lambang yang bermakna sehingga ia mampu membina hubungan dengan sesamanya lebih intensif. Bahkan dengan lambang-lambang tersebut manusia mampu mengabstraksikan pengalaman dan pengetahuannya yang kemudian disimpan dan di susun sebagai sistem pengetahuan. Demikianlah manusia sebagai hewan yang mempunyai kelebihan yaitu kemampuan otaknya yang memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagai ciri khas yang tidak di punyai hewan lainnya.
White (1959: 3-325 berpendapat bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem organisasi yang rumit dan terintegrasi yang dapat di uraikan menjadi tiga sub sistem yaitu:
1. Sub-sistem Teknologi yang terbentuk dari materi dan teknik pemakaiannya berupa peralatan produksi, peralatan subsistensi, perlengkapan perlindungan (shelter), peralatan untuk pertahanan atau berperang dan lain-lainnya.
2. Sub-sistem Sosial yang terbentuk oleh adanya hubungan-hubungan interpersonal yang tercermin dalam pola perilaku individual maupun kelompok antara lain berupa sistem-sistem kekerabatan, ekonomi, politik, pekerjaan, rekreasi dan lain-lainnya.
3.Sub-sistem Ideologi merupakan komposisi dari gagasan-gagasan, kepercayaan dan pengetahuan yang tercermin dalam bahasa dan wujud simbol-simbol yang terdapat pada mitologi, legenda, teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan pengetahuan masyarakat.
Kebudayaan ini di kembangkan manusia untuk mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya dimanapun mereka berada."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan dalam masyarakat menurut tingkat perbedaan distribusi pendapatan rumah tangga Kawasan Timur Indonesia. Data yang digunakan dalam analisis ini bersumber pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2000, dan diselenggarakan dari Lembaga Pemerintah untuk setiap tahun, oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial dengan bantuan persamaan regresi logistik model penjumlahan. Berdasarkan analisis deskriptif data Susenas 2000 dapat diketahui bahwa 27.349.586 jiwa penduduk di Kawasan Timur Indonesia, sekitar 52,08 % hidup di daerah Pedesaan dan 47,92 % tinggal di wilayah Perkotaan. Memperhatikan sumber pendapatan masyarakat dari 9.189.895 orang pekerja di sektor formal, perbedaan persentase menurut jenis kelamin tidak jauh berbeda yaitu 50,63% (laki-laki) dan 49,37% (perempuan). Demikian pula rumah tangga dengan kepala rumah tangga jenis kelamin laki-laki (90,51%) lebih besar dibanding jumlah perempuan (9,49%) yang mengatur pengeluaran rumah tangga dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di KTI. Berdasarkan perbedaan/ tingkat distribusi pendapatan dalam 20% per kapita pada tahun 2000 terhitung bahwa; (1) sebanyak 16,78 % anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan terendah di bawah Rp.200.000,- per bulan (P1); (2) sebanyak 25,91% anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan antara Rp.200.000,- hingga Rp.400.000,- perbulan (P2); (3) sebanyak 18,31% anggota rumah tangga yang sakit dengan pendapatan antara Rp.400.000, hingga Rp.564.000,- perbulan (P3), 4) sebanyak 20,00% anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan antara Rp.564.000,- hingga Rp.824.000,- perbulan (P4), dan akhirnya 5) sebanyak 19,99 % anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan diatas Rp.824.000, perbulan (P5).
Dengan memperhatikan status kesehatan yang buruk dihubungkan dengan tingkat pendapatan dan lingkungan tidak sehat; (1) sebanyak 18,18% (P 1) dalam quantil 20%-I; (2) sebanyak 26,79% (P2) dalam quantil-II; (3) sebanyak 18,11% (P3) dalam quantil 20%?III; (4) sebanyak 18,30% (P4) dalam quantil 20%-IV, dan; (5) sebanyak 18,62% (P5) dalam quantil 20%-V.
Jika dihubungkan antara status kesehatan buruk dengan daerah tempat tinggal, ternyata di daerah Perkotaan 52,08 % lebih banyak terjadi dari pada di daerah Pedesaan 47,92% pada semua tingkat distribusi pendapatan rumah tangga dalam quantil 20% perkapita.
Berdasarkan uji statistik regresi logistik penjumlahan maka, faktor-faktor sosio ekonomi demografi yang dominan mempengaruhi status kesehatan individu, seperti; pendapatan rumah tangga, daerah tempat tinggal, kesehatan lingkungan rumah, jenis kelamin, lapangan pekerjaan, jenis kelamin kepala rumah tangga, lama pendidikan terakhir, besarnya jumlah anggota rumah tangga dan usia penduduk di Kawasan Timur Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Horas Pardamean
"Program peningkatan sumber daya personil Polri merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup yang akhir-akhir ini kualitas dan kuantitasnya semakin meningkat. Pembangunan berwawasan lingkungan menuntut partisipasi semua pihak, termasuk didalamnya Polri, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Hal ini merupakan kendala terciptanya pembangunan berwawasan lingkungan, kasus-kasus percemaran lingkungan hidup yang selama ini sulit tertangani akibat kurangnya perhatian pemerintah. Berbagai fakta menunjukkan pelaksanaan dan penegakan hukum tidak memberikan hasil yang memuaskan karena timbulnya berbagai persepsi yang keliru dalam penyelesaian kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup oleh sebagian besar aparat penegak hukum dan masyarakat. Sulitnya proses pembuktian disebabkan oleh banyaknya faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran dan lemahnya profesionalitas aparat penegak hukum, serta mahalnya biaya finansial dan sosial (Financial and social cost) yang harus dipikul masyarakat umumnya memiliki posisi sosial ekonomi lemah, rumitnya birokrasi peradilan untuk kasus lingkungan sebagai kendala non-yuridis para korban percemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu partisipasi Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup sangat diharapkan terutama dalam hal memberikan penyuluhan, kegiatan lingkungan, penaatan, pencegahan, teguran dan tindakan hukum.
Untuk menjelaskan informasi tentang bagaimana peranan Polri dalam menangani kasus-kasus percemaran lingkungan hidup, maka dilakukan penelitian tentang "Otimalisasi peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup", dengan tujuan mempelajari faktor -faktor yang mempengaruhi peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup. Faktor-faktor apa sajakah yang perlu diprioritaskan didalam mengoptimalkan peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan lingkungan hidup.
Hipotesis penelitian ini adalah peningkatan pemahaman tentang aspek lingkungan hidup, pemahaman peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup dan kemitraan polisi dengan instansi terkait, masyarakat serta dukungan sarana laboratorium lingkungan hidup mempengaruhi terhadap optimalnya peranan polisi dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup. Lokasi penelitian ditentukan di Polres Jakarta Timur, yang merupakan salah satu Kepolisian Resort yang ada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian dibuat kerangka konsep penelitian yaitu dilakukan pemahaman hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh.
Di dalam penelitian ini ditentukan variabel penelitian sebanyak 92 variabel yang dikelompokkan dalam:
1. kelompok variabel terkait pemahaman tentang lingkungan hidup.
2. kelompok variabel yang terkait dengan pemahaman peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup.
3. kelompok variabel yang terkait dengan kemitraan responden dengan instansi terkait dan masyarakat.
Populasi penelitian adalah personil Polri sebagai responden yaitu Kepolisian Resort Jakarta Timur, dengan sampel 50 responden yang dipilih di setiap fungsi-fungsi yang ada di tingkat Polres. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, observasi lapangan, wawancara dengan instansi terkait, masyarakat dan studi literatur.
Data dianalisis secara deskriprif dengan pendekatan kualilatif dan kuantitatif, hipotesis diuji dengan menggunakan Analisis Faktor. Faktor Analisis atau analisis komponen utama (principal component analysis) yang merupakan salah satu metode analisis variabel banyak (multivariate analysis). Data diolah dengan program SPSS for Windows.
Berdasarkan hasil pengelolaan data dari 92 (sembilan puluh dua) variabel yang diasumsikan terkait dengan tujuan penelitian, diperoleh 23 (duapuluh tiga) faktor utama yang memberikan kontribusi penelitian. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum faktor-faktor yang berpengaruh dan perlu dipertimbangkan di dalam mengoptimalkan peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup sebagai berikut:
1. Aspek pemahaman tentang lingkungan hidup.
Responden harus mengetahui kosep-konsep ekologi, dan dapat mengaplikasikan di wilayah tugas responden serta dapat mengidentifikasi dampak-dampak lingkungan yang dihasilkan oleh limbah industri maupun rumah tangga dan daerah yang sering tercemar dan rawan banjir.
2. Aspek pemahaman Peraturan Perundang-Undangan tentang Lingkungan hidup.
Responden harus mampu dan dapat menerapkan undang-undang tentang lingkungan hidup serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, jumlah penyidik bidang lingkungan hidup kurang memadai, informasi tentang lingkungan hidup, dan seringnya tidak tertangani akhirnya dilimpahkan ke instansi yang lebih berkompeten.
3. Aspek kemitraan responden terhadap instansi terkait dan masyarakat. Responden belum terlihat optimal untuk bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat, terlebih dalam memprakarsai kegiatan-kegiatan tentang lingkungan.
4. Pengadaan Laboratorium Lingkungan hidup di tingkat Kepolisian Resort dalam mendukung peranan Polri menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup di Tempat Kejadian Perkara dalam menemukan bukti permulaan.
Dalam hal ini responden masih cenderung bersifat menunggu laporan dari masyarakat. Responden diharapkan dalam melaksanakan tugas seharusnya mengutamakan tindakan preventif daripada represif.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan untuk:
1. Mengadakan pelatihan, pendalaman tentang lingkungan hidup secara rutin dan terpadu antara Polri, Jaksa, Hakim, LSM, Instansi terkait untuk menciptakan satu visi tentang lingkungan hidup.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana di tingkat Polres seperti membuat identifikasi lingkungan hidup atau laboratorium lingkungan.
3. Personil Polri diharapkan lebih proaktif dalam melakukan tindakan pencegahan yaitu melalui penyuluhan, bimbingan, kegiatan-kegiatan lingkungan, pemantauan, patroli, dan penegakan hukum.

The Optimallization of Police Role in Handling Living Environment Pollution Cases (A Case Study on Living Environment Pollution Cases Handling at East Jakarta Resort Police Jurisdiction]The empowerment program of Policemen is one of the alternatives to solve environmental cases that recently increased fast both in its quality and quantity. Development based on environmental insight requires the involvement of all the Indonesians including the Police Force to take care of the sustained capability of environment through environmental management. Development activities is not giving positive impact only but also negative impact This become the constraint to create development based on environmental insight and it can be observed during the times where many cases of environment pollution can not he handled well by the government. The facts indicated that the implementation of law enforcement still not giving satisfied results because of wrong perception in handling environment pollution by law enforce apparatus and community. The difficulties to proof environment pollution resulted by many factors for example weakness of law enforce apparatus professionalism, expensive of financial and social cost that must be carried by the people, and complexity of judicature bureaucracy where sometimes it becomes non juridical constraint for environment pollution victims. Therefore participation of police in this case is really required particularly in giving information, arrangement, prevention, warning, and law action.
To explain how police role in handling living environment pollution cases, research was done with title "The Optimallization of Police Role in handling Living Environment Pollution Cases (a case study on living environment pollution cases handling at East Jakarta Timur Resort Police jurisdiction)". The objective of this research was to know what factors influence police role in handling living environment pollution cases and what factors must be the priority to increase police role in handling living environment pollution cases.
The research hypotheses was increasing of living environment understanding, living environment regulations and partnership with related instances, community and supporting of environment laboratory were very influence to the optimally of police role in handling living environment pollution cases. East Jakarta Resort Police was chosen as the research location with consideration this Resort Police is one of the biggest Resort Police in DKI Jakarta. To achieve the research objective, researcher made a research concept frame that is relationship understanding among influenced variables. There are 92 research variables that divided into 3 groups namely:
1. Variables that related with living environment understanding
2. Variables that related with living environment regulations understanding
3. Variables that related with partnership among respondent, community and related instances.
50 respondents were chosen randomly at all function level of East Jakarta Resort Police. Data collecting conducted by field observation, structured interview with respondents, related instances and community. The obtained data were analyzed descriptively by qualitative and quantitative approaches and hypotheses were tested by factor analysis. Analysis factor or principal component analysis is one of the multivariate analysis methods.
According to data processing output from 92 variables that assumed have relation with research objective, 23 main factors obtained giving significant influence, Research result concluded that generally there are 3 main factors influenced the optimally of police role in handling living environment pollution cases, they are:
1. Living environment understanding aspect
Respondent must understand ecology concepts and able to apply it in his/her duty area, able to identify environmental impacts produced by industrial waste and domestic waste and flood sensitive area.
2. Living environment regulations understanding
Respondent must able to apply the regulations of living environment. number of environment investigator still not enough; little information of living. environment make police often to delegate living environment pollution cases to the competent instance,
3. Partnership aspect among respondent. related instance and community Respondent do not yet make optimal partnership related instance and community particularly to initiative living environment activities.
4. It is needed to build an living environment laboratory at Resort Police level to support polices' role in handling living environment pollution cases to find initial evidences
In this case respondent still waiting the report from community. Respondent must doing preventive action than repressive action.
Based on these results, it was suggested:
1. To make an integrated regular training about living environment among police, lawyer, attorney, NGO and related instances to create one vision about living environment management,
2. To increase the infrastructures at Resort Police level for example build an environment laboratory.
3. Police must more proactive in doing prevention action through giving information, guidance, monitoring, patrol and enforcement."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninuk Rahayuningrum
"The rapid development in every field especially industry does not only give positive implication such as economic growth, work force absorption, foreign exchange reserve enhancement, and society revenue improvement, but also from when seen from aspect of living environment inevitable causes negative impacts, such as water resource pollution by industry liquid pollution. The existence of Ordinance No. 32 Year 2004 covers living environment controlling affairs as obligated affair of region city government, Based on that, Region/City Area Government has he authority to make policy in living environment field including industrial sector in order to develop industrial activities that orient to environment knowledge. The Cilegon city government has shown its commitment to living environment organization by issuing the policy in the living environment field, which is Region Regulation No. 2 year 2004 regarding Controlling of Environment Pollution and. Deterioration. This policy aims to maintain and keep environment quality according to its functions so harmonized and balanced environment can be concrete to support gradual development. This policy is expected to benefit the development of living environment preservation while keeping conducive condition to the development of economy. This policy gives authority to Department of Living Environment, Energy and Mining to Cilegon city as the policy executor. According to Hogwood and Gunn (1985: 197), the success of policy implementation needs fulfillment of 9 conditions which are: adequate resources needed, harmonization in the resources, independent institution executor, similar vision and goal towards the policy to be implemented, good coordination and communication. Meanwhile, Weimer and Mining (1992: 325) said that three (3) factors become focus of success possibility of a policy, namely logics from that policy, there is good cooperation and coordination needed to support policy implementation; there is capable and committed executor on policy implementation. Using qualitative descriptive method, it is known that policy implementation of living environment organization by Department of Living Environment, Energy and Mining (DLEEM) of Cilegon city does not succeed well in organizing its environment. Based on observation conducted by DLEEM of Cilegon city throughout clean river program, the quality of Kedung Ingas and Cibeber rivers is not good enough. This is mainly caused by the pollution of industrial liquid pollution as proved by data resulted from industry observation, which is potential to liquid pollution since some industrial liquid pollution exceed the quality standard determined. The policy goal is not achieved because variable authority, human resources, budgeting, and medium and infrastructure as well as coordination. The authority is weak because the authority as regulated in region regulation is not clearly understood by related parties. There is conflict of interest because the policy implementation of living environment organization is across sector and disciplines- The insufficient authority is influential to compliance of responsible party as targeted group and execution apparatus from other institutions to obey it. Human resources especially the quality is not sufficient to implement controlling of water pollution from industrial activities. This comes from the picture of low knowledge/proactive ability in doing observation in controlling water pollution by the industry. Explicit ability is sufficient due to uniformity of science disciplines from DLEEM executor such as Technique of Environment, Biology, and Chemistry which when combined with social and management science. They will become power in controlling industrial liquid pollution into the water resources of Cilegon city. The budgeting support is not sufficient yet and thus becomes the weakness in controlling industrial liquid pollution into water resources. The support of good medium and infrastructure, either in the form of operational vehicle supply or laboratory equipment, are not sufficient to support the activity of living environment controlling especially liquid pollution by industry activity. Mechanism of living environment organization involves related institutions, coordination between institutions is needed but they are not concrete yet considering no standards of networks between sectors and the concept of bureaucracy attitudes towards networking is not developing yet. To increase the success of policy implementation of living environment, several efforts must be done, namely:
a.To conduct good cooperation and coordination between related institutions by communicating effectively.
b.To empower society to help observe industry pollution.
c.To improve ability, executor needs motivation from the leader.
d.To introduce and facilitate efforts for waste minimization throughout clean production program.
e.Supporting budgeting, sufficient medium and infrastructure are needed in policy implementation in living environment field."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library