Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Wulandaru Sukmaning Pertiwi
"Angka kesintasan dan kualitas hidup anak dengan penyakit hepatobilier kronik meningkat seiring dengan berkembangnya transplantasi hati. Insidens infeksi bakteri 36–79% pada 6 bulan pascatransplantasi dan mortalitasnya 3,0–10,6% pada 3 bulan pascatransplantasi. Pencegahan infeksi bakteri yang adekuat akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kesintasan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko infeksi bakteri pada anak pascatransplantasi hati di Indonesia. Penelitian kohort retrospektif ini melibatkan pasien anak pascatransplantasi hati di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) mulai Desember 2010 s/d April 2023 dengan metode total sampling. Subjek dibagi menjadi kelompok infeksi bakteri dan tanpa infeksi bakteri. Prevalens infeksi bakteri dari 63 subjek penelitian ini adalah 84,13%. Infeksi bakteri didominasi oleh hospital acquired infection (HAI) berupa infeksi daerah operasi (29,63%), ventilator-associated pneumonia (14,81%), dan catheter-related urinary tract infection (13,58%). Angka mortalitas terkait infeksi bakteri adalah 12,70%. Analisis multivariat menunjukkan lama rawat ICU ≥ 20 hari (RR 1,212, IK 95% 1,028 −1,426, p = 0,022) dan volume kehilangan darah selama operasi ≥ 70 mL/kg (RR 1,283, IK 95% 1,009 −1,631, p = 0,042) adalah faktor risiko infeksi bakteri pascatranspantasi hati. Besar post-hoc power dari masing-masing uji hipotesis yang digunakan adalah 5,07−71,50%. Hasil analisis subgrup menunjukkan lama rawat ICU ≥ 20 hari memiliki risiko 2,479 kali lebih besar untuk mengalami infeksi bakteri multi-drug resistance (IK 95% 1,185 – 5,187, p = 0,016). Sebagai kesimpulan, prevalens infeksi bakteri pada anak dalam kurun waktu 0–6 bulan pascatransplantasi hati di RSCM adalah sebesar 84,13%, dengan faktor risiko berupa lama rawat ICU ≥ 20 hari dan volume kehilangan darah selama operasi ≥ 70 mL/kg. Penelitian lanjutan dengan desain lebih baik dan subjek lebih banyak diperlukan.

Survival rate and quality of life of children with chronic hepatobiliary disease has improved since the development of liver transplantation. Incidence of bacterial infection is 36–79% at 6 months post-transplantation and mortality of 3.0–10.6% at 3 months post-transplantation. Adequate prevention of bacterial infection will reduce morbidity and mortality and increase survival. This study aimed to determine the risk factors for bacterial infection in children who underwent liver transplantation in Indonesia. This retrospective cohort study includes pediatric recipients who underwent liver transplantation in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) during December 2010 – April 2023 with total sampling method. Subjects were classified into groups with and without bacterial infection. Prevalence of bacterial infection of the 63 subjects was 84.13%. A majority of the bacterial infection cases were hospital-acquired infections (HAIs), comprising of surgical site infections (29.63%), ventilator-associated pneumonia (14.81%), and catheter-related urinary tract infections (13.58%). Multivariate analysis showed ICU length of stay ≥20 days (RR 1.212; CI 95% 1.028 −1.426; p = 0.022) and volume of blood loss volume during surgery ≥70 mL/kg (RR 1.283; CI 95% 1.009 −1.631; p = 0.042) were risk factors risk factors for bacterial infection following liver transplantation. Post-hoc power of each hypothesis test was 5.07−71.50%. Subgroup analysis presented ICU length of stay ≥20 days increased risk of multi-drug resistance bacterial infection by 2.479 times (CI 95% 1.185 – 5.187; p = 0.016). Conclusions, Bacterial infection prevalence at six-months post-liver transplantation of children in CMH was 84.13% with ICU length of stay ≥20 days and volume of blood loss volume during surgery ≥70 mL/kg  as risk factors. Further studies with better design and more participants are needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ramacil Afsan Awang Notoprawiro
"Kompleksitas operasi transplantasi hati dapat mengakibatkan terjadinya gangguan elektrolit utama tubuh seperti natrium, kalium dan klorida. Ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan buruknya prognosis pasien pasca-operasi karena berkaitan dengan kejadian morbiditas seperti gangguan hemodinamik, gangguan neurologis (ensefalopati, kejang, central pontine myelinolysis), dan bahkan kematian. Belum adanya penelitian yang menggambarkan prevalens dan penilaian faktor risiko gangguan elektrolit pada populasi pediatri di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat prevalens dan menilai faktor risiko terjadinya gangguan elektrolit pada pasien anak pascatransplantasi hati di pusat transplantasi hati Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Indonesia. Studi kohort retrospektif yang dilakukan di pusat transplantasi hati RSCM Jakarta, Indonesia dan melibatkan seluruh pasien anak yang menjalani transplantasi hati pada periode Desember 2010 sampai Desember 2023. Penilaian bivariat dan multivariat dilakukan untuk menilai faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan elektolit pascatransplantasi hati. Sebanyak 78 subyek memenuhi kriteria inklusi dengan 79,5% diantaranya mengalami gangguan elektrolit. Indikasi operasi transplantasi  hati terbanyak adalah atresia bilier  (79,5%). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap gangguan elektrolit pada pasien anak pasca operasi transplantasi hati adalah durasi operasi lebih dari 12 jam (RR 1,46 IK 95% 1,21-1,54) dan kreatinin serum (RR 0,64 IK 95% 0,27-0,98) dengan nilai p<0,05. Sebagian besar pasien anak yang menjalani operasi transplantasi hari mengalami gangguan elektrolit. Durasi operasi lebih dari 12 jam dan peningkatan nilai kreatinin serum berhubungan dengan kejadian gangguan elektrolit.

The complexity of liver transplantation surgery can lead to major electrolyte disturbances such as sodium, potassium, and chloride. Electrolyte disturbances can result in poor postoperative patient prognosis due to the association with morbidity events such as hemodynamic disorders, neurological disorders (encephalopathy, seizures, central pontine myelinolysis), and even death. There are no studies that describe the prevalence and risk factors of electrolyte disturbances in the pediatric population in Indonesia.This study was conducted to observe the prevalence and assess the risk factors for electrolyte disturbances in pediatric patients after liver transplantation at the Cipto Mangunkusumo Hospital Liver Transplant Center, Jakarta, Indonesia. Retrospective cohort study conducted at a liver transplant center in Jakarta, Indonesia, involving all pediatric patients who underwent liver transplantation from December 2010 to December 2023. Bivariate and multivariate assessments were performed to evaluate the risk factors associated with post-liver transplantation electrolyte disturbances. A total of 78 subjects met the inclusion criteria, with 79.5% experiencing electrolyte disturbances. The most common indication for liver transplantation surgery was biliary atresia (79.5%). The risk factors affecting electrolyte disturbances in pediatric patients after liver transplantation surgery were operation duration more than 12 hours (RR 1.46, 95% CI 1.21-1.54) and serum creatinine (RR 0.64, 95% CI 0.27-0.98) with a p-value <0.05. Most pediatric patients undergoing liver transplantation experience electrolyte disturbances. An operation duration of more than 12 hours and an increase in serum creatinine levels are associated with the occurrence of electrolyte disturbance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Bunga Syafina
"Pendahuluan: Volume hati sangat penting diketahui untuk menentukan kesesuaian graft pada Living Donor Liver Transplant (LDLT) dan untuk menentukan resektabilitas organ. Salah satu kunci kesuksesan dari LDLT adalah dengan diketahuinya volume parenkim hati yang adekuat baik untuk donor maupun resipien. CT Volumetri merupakan gold standard dalam menghitung volume hati non invasif. Namun pada pelaksanannya terdapat keterbatasan fasilitas, terbatasnya ketersediaan piranti lunak, dan membutuhkan waktu yang lama. Sampai saat ini belum disepakati formula biometrik yang sesuai dalam memprediksi volume hati pasien donor hati di Indonesia.
Metode: Desain penelitian ini cross sectional untuk mengetahui formula yang mendekati prediksi volume hati pada pasien donor transplantasi dewasa di Indonesia. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo berdasarkan data pasien dari 1 Januari 2010 – 3 Oktober 2019.
Hasil: Perbedaan antara ELV dengan CLV didapatkan paling kecil pada formula Poovatumkadavil dkk dengan perbedaan -24.484cm3, kemudian Vauthey dkk dengan nilai perbedaan -27.153 dan disusul Yoshizumi dkk dengan hasil beda -44.253. Pada grafik Bland-Altman dapat dilihat bahwa perbedaan terkecil ada pada formula yang diusulkan oleh Poovatumkadavil disertai dengan limit of agreement paling kecil dibandingkan formula lainnya.
Kesimpulan: Formula biometrik yang diajukan oleh Poovatumkadavil dkk didapatkan paling akurat dalam memprediksi volume hati dewasa di RSCM berdasarkan prediksi volume hati dengan CT volumetrik.

Liver volume calculation is very important in living donor liver transplant (LDLT) in assessing the compatibility and resectability of the graft. Accurate liver volume calculation to estimate adequate liver volume is one of the predictors of successful LDLT. CT volumetry is the gold standart for liver volume estimation, although there are some limitation in the software and facility availability and time. There are still no biometric formula agreed to predict liver volume in Indonesia. This study is conducted to acquire the best biometric formula for liver volume estimation in Indonesian population. The design of this study is cross-sectional study conducted in dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital on 1st January 2010 – 3rd October 2019. The result of this study shows formuls by Poovatumkadavil has the least difference between estimated liver volume (ELV) and CT liver volume (CLV) with -24.4 cm3 difference. Formula by Vauthey and Yoshizumi also shows minute volume difference with -27.14cm3 and -44.25cm3 respectively. Bland-Altman graph shows the narrowest limit of agreement in Poovatumkadavil formula compared to the others. In conclusion, biometric formula by Poovatumkadavil is shown to be the most accurate in estimating liver volume in Indonesian population compared with CT volumetry.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perwira Widianto
"Pendahuluan: Hal yang penting untuk transplantasi hati donor hidup (LDLT) yaitu risiko morbiditas dan mortalitas minimal terhadap donor hidup yang sehat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis seluruh komplikasi pascadonor dengan derajat beratnya komplikasi dikelompokkan berdasarkan klasifikasi Clavien-Dindo yang dikombinasikan dengan Comprehensive Complication Index (CCI) dan untuk menganalisis faktor-daktor yang berhubungan dengan komplikasi pascaoperasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Terdapat 53 pasien dengan rekam medis lengkap dan menjalani LDLT di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada Desember 2010 dan Januari 2019. Seluruh subjek penelitian dianalisis secara retrospektif. Penelitian ini telah lolos kaji etik dengan nomor surat No 93/UN2.F1/ETIK/2019.
Hasil: Dari 53 pasien yang menjalani LDLT di RSCM, terdapat 7 pasien yang menjalani prosedur transplan hati adult-to-adult dan 46 pasien menjalani prosedur transplan hati adult-to-child. Pada kelompok pasien transplan adult-to-child, sebanyak 43 pasien merupakan donor lobus kiri lateral, 4 pasien donor lobus kiri, 2 pasien donor lobus kiri total, dan 4 pasien donor lobus kanan total. Komplikasi pascaoperasi dilaporkan pada 18 donor (33%). Terdapat 3 (5,6%) pasien dengan klasifikasi Clavien-Dindo derajat IIIa atau lebih berat dengan skor CCI keseluruhan yaitu 10,45 (8,7-55,8). Terdapat 1 dari 53 donor (1,8%) dengan komplikasi bilier derajat III yang membutuhkan ERCP dan ditata laksana dengan stenting bilier dan sfingterektomi. Reoperasi terkati hepatektomi donor dilakukan pada 1 donor akibat infeksi daerah operasi dalam. Tidak ada insidensi gagal hati pascahepatektomi dan mortalitas perioperatif sejak awal prosedur transplantasi hati dilakukan.
Kesimpulan: Morbiditas pasca-LDLT berhubungan dengan pengalaman pelaksana. Sistem klasifikasi Clavien-Dindo yang dikombinasikan dengan CCI bermanfaat dalam memperkirakan hasil prosedur.

Introduction: The crucial prerequisite for living donor liver transplantation (LDLT) is minimal morbidity and mortality risk to the healthy living donor. The purposes of this study were to analyze all post donor complications according to severity using Clavien-Dindo Classification (CDC) integrated with Comprehensive Complication Index (CCI) and to identify factors related to post-operative complications.
Methods: The cross-sectional design was used. A total of 53 patients, with complete medical records, who underwent LDLT in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta (RSCM) between Desember 2010 and January 2019 were retrospectively analyzed. Ethical approval No 93/UN2.F1/ETIK/2019.
Results: Of 53 patients underwent LDLT at RSCM, 7 patients underwent adult-to-adult liver transplant and 46 patients underwent adult-to-child liver transplant. Of these, 43 were donors of the left-lateral lobe, 4 were of the left lobe, 2 were full-left lobes, and 4 were of the full-right lobe. Postoperative complications were reported in 18 (33%) donors. There were 3 (5.6%) patients in CDC grade IIIa or greater and the overall CCI was 10.45 (8.7-55.8). Only 1 out of the 53 donors (1.8%) had a grade III biliary complication requiring ERCP and managed with biliary stenting and sphincterotomy. Re-operation related to donor hepatectomy was done in 1 donor due to deep incisional surgical site infection. No incidence of post hepatectomy liver failure and perioperative mortality were recorded since inception of the liver transplantation program.
Conclusions: Morbidity after LDLT strongly correlates to center experience. The CDC grading system integrates with CCI is useful to comprise surgical outcomes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ezy Barnita
"Latar belakang: Pilihan terapi terbaik untuk gagal hati terminal adalah transplantasi hati (TH). Setelah transplantasi seorang anak akan mempunyai hati dengan fungsi normal, namun tidak berarti menjadi anak yang sehat. Pasca TH anak akan berada dalam kondisi kronis dengan morbiditas tersendiri.
Tujuan: Mengetahui perbedaan Quality of Life anak dengan penyakit hati kronis (PHK) yang dilakukan TH dengan yang tidak secara kuantitatif.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap anak pasca TH minimal selama 1 tahun dan anak PHK yang merupakan kandidat TH berusia 2-18 tahun. Subjek pasca TH diambil secara konsekutif, kelompok PHK minimal berjumlah setara dengan dengan kelompok pasca TH. Kedua kelompok dilakukan penilaian Quality of Life (QoL) menggunakan kuesioner PedsQLTM4.0 dalam Bahasa Indonesia yang telah divalidasi. Rerata nilai PedsQLTM4.0 pada anak sehat adalah 82,92+15,55 dan 83,91+12,47 masing-masing untuk proksi orangtua (OT) dan penilaian anak (A). Pada kondisi kronis rerata PedsQLTM,4.0 untuk proksi OT dan A masing-masing adalah 73,14+16,46 dan 74,16+15,38. Nilai yang lebih tinggi menunjukkan QoL yang lebih baik. Nilai <1 SD adalah batas anak memerlukan intervensi terkait QoL nya.
Hasil: Kesintasan 1 dan 5 tahun pasca TH anak di RSCM adalah 85,4% dan 79,3%. Subjek pasca TH proporsi kelompok usia terbanyak adalah 5-7 tahun (66,7%), median usia 6 tahun 7,5 bulan; diagnosis dasar terbanyak adalah atresia bilier (84,6%). Pada subjek PHK kelompok usia terbanyak adalah 2-4 tahun (46,3%), median usia 9 tahun, penyebab terbanyak adalah kelainan vaskular (29,3%). Rerata total QoL subjek pasca TH 1 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan subjek PHK.
Kesimpulan: Rerata nilai total QoL 39 subjek pasca TH lebih baik dibandingkan 41 subjek PHK kandidat TH baik berdasarkan proksi OT maupun A secara bermakna. Penilaian QoL proksi OT dan anak menyimpulkan dimensi terbaik adalah fungsi sosial dan terendah fungsi sekolah. Pada penelitian ini QoL tidak dipengaruhi oleh status gizi, infeksi CMV/ EBV, ataupun rejeksi.

Background: Liver transplantation (LT) is the best-known treatment for terminal chronic liver disease (CLD). Following a LT procedure, the patient will have a functional liver but is not considered as healthy child. Post LT, the patient will remain in a chronic condition with its own morbidity.
Objective: To distinguish Quality of Life (QoL) distinction between terminal CLD patient who underwent LT and not.
Methods: A cross-sectional study was conducted on 39 subjects consisting of 1 year LT survivor patient and 41 LT candidate children, aged 2-18 years. Liver recipient subjects were taken consecutively, equal amount CLD subjects were collected. Both groups were assessed for Quality of Life (QoL) using the validated PedsQLTM4.0 questionnaire in Indonesian. PedsQLTM4.0 cut-off point average scores in healthy children (population) are 82.92+15.55 and 83.91+12.47 each representing parent proxy (P) and child self-assessment (C). In chronic conditions children, cut off point average score of PedsQLTM4.0 for P and C were 73.14+16.46 and 74.16+15.38 respectively. Higher values ​​indicate better QoL. One standard deviation below the population mean was explored as a cut-off point score for an at-risk status of impaired QoL.
Results: The 1 and 5 years-survival rate of LT children in RSCM were respectively 85.4% and 79.3%. Liver recipient subjects mostly consist of 5-7 years (66.7%) age group, median age was 6 years and 7.5 months; and the most prevalent diagnosis was biliary atresia (84.6%). In CLD, a portion of 2-4 years old age group (46.3%) was the dominant, the median was 9 years, and the most common diagnosis was vascular disorders (29.3%). Higher QoL score in post-transplant subjects was observed.
Conclusion: LT children’s QoL was significantly higher than children who were candidate for LT, according to parent proxy and child self-assessment. Based on both parent proxy and child-assessment, social function was observed to have the best the QoL function and school function scored the lowest. In this study, QoL of liver recipient children were not affected by nutritional status, CMV or EBV infection, nor rejection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny D`Silva
"Latar belakang. Transplantasi hati merupakan terapi definitif untuk penyakit hati tahap akhir baik pada dewasa maupun anak. Beberapa dekade terakhir, kemajuan dalam teknik bedah, perservasi, terapi imunosupresif, pemantauan dan pengobatan infeksi telah meningkatkan keberhasilan transplantasi hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan satu tahun pasien dan graft pasca-transplantasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang mengkarakterisasi pasien <18 tahun yang menjalani transplantasi hati selama periode tahun 2010 dan 2022. Sumber data melalui penelusuran rekam medis. Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk menggambarkan kesintasan pasien dan graft. Analisis statistik bivariat dan multivariat dilakukan dengan menggunakan uji log-rank dan Cox’s proportional hazards. Nilai p <0,05 dianggap signifikan pada analisis multivariat.
Hasil. Sebanyak 55 pasien anak yang menjalani transplantasi hati; 50,9% adalah lelaki dengan rerata usia 16 bulan. Atresia bilier merupakan penyebab terbanyak dari penyakit hati kronis tahap akhir yang menjalani transplantasi hati. Kesintasan satu tahun secara keseluruhan adalah 85,5%. Berdasarkan hasil analisis multivariat, skor pediatric end-stage liver disease (PELD) ≥20 (p = 0,011) dan durasi operasi ≥16 jam (p = 0,002) merupakan faktor yang berhubungan dengan kesintasan pasien dan graft yang lebih rendah.
Kesimpulan. Pemantauan khusus direkomendasikan pada pasien anak dengan skor PELD tinggi yang menjalani transplantasi hati dan durasi operasi yang lebih lama untuk meningkatkan kesintasan pasien dan graft. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang signifikan terhadap kesintasan pasien dan graft.

Background. Liver transplantation is the treatment of choice for end-stage liver in both adults and children. The last few decades, progress in terms of surgical techniques, preservation, immunosuppressive therapy, monitoring and treatment of infection have improved survival of liver transplantation. This study aims to identify factors that influence one-year post-transplant patient and graft survival at Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods. This is a retrospective cohort analysis characterizing patients transplanted between 2010 and 2022 included all recipients <18 years of age undergoing pediatric liver transplantation. Data sources included hospital medical records. Outcomes measures were overall patient and graft survival. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient and graft survival. Bivariate and multivariate statistical analysis was undertaken using log-rank test and Cox’s proportional hazards model. A p value <0.05 was considered significant at the multivariate level.
Results. A total of 55 pediatric patients underwent liver transplantation; 50,9% were boys and median age was 16 months. Biliary atresia were the most common causes of liver disease. Overall 1-year survival rates were 85.5%. According to multivariate analysis, pediatric end-stage liver disease (PELD) score ≥20 (p = 0.011) and operative duration ≥16 hours (p = 0,002) were factors associated with worse patient and graft survival.
Conclusion. Greater caution is recommended in pediatric patients with high PELD score undergoing liver transplantation and longer operative duration to improve patient and graft survival. Further research is needed with larger sample size to obtain a significant impact on patient and graft survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syeida Handoyo
"Latar belakang: Komplikasi vena hepatika merupakan komplikasi vaskular pascatransplantasi hati yang penting karena dapat mengakibatkan kongesti hati, sirosis dan kegagalan cangkok, dengan insidens lebih tinggi pada Transplantasi Donor Hidup (LDLT) dibandingkan teknik transplantasi lainnya.
Tujuan: Mengetahui parameter ultrasonografi (USG) Doppler vaskular vena hepatika periode awal pascatransplantasi yang dapat berperan sebagai prediktor komplikasi vena hepatika
Metode: Penelitian dilakukan pada 44 pasien pediatrik yang menjalani LDLT di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo dari tahun 2010 hingga Juli 2022 yang memiliki imaging USG Doppler vaskular pada hari pertama hingga ketiga pascatransplantasi. Kecepatan dan pola gelombang vena hepatika dari USG Doppler dievaluasi pada kelompok dengan dan tanpa komplikasi vena hepatika pada tahun pertama pascatransplantasi. Nilai titik potong kecepatan vena hepatika ditentukan menggunakan receiver operating curve.
Hasil: Kecepatan vena hepatika pada hari kedua pascaoperasi secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan komplikasi vena hepatika, dengan nilai tengah 21,3 (16,6-23,3) cm/detik, dibandingkan 28,9 (10,7-75,0) cm/detik pada pasien tanpa komplikasi vena hepatika, (nilai p = 0,018). Nilai titik potong kecepatan vena hepatika hari kedua pascaoperasi dalam membedakan komplikasi dan tanpa komplikasi vena hepatika adalah 23,65 cm/detik, sensitivitas 100%, spesifisitas 76,3%, AUC 0,803 (IK95% 0,679-0,927), dan nilai p = 0,018. Tidak terdapat perbedaan proporsi pola gelombang monofasik vena hepatika antara pasien dengan komplikasi vena hepatika dibandingkan dengan pasien tanpa komplikasi vena hepatika.
Kesimpulan: Kecepatan vena hepatika yang rendah pada USG Doppler vaskular periode awal pascaoperasi terutama di hari kedua dapat membantu memprediksi komplikasi vena hepatika sehingga meningkatkan kewaspadaan dini terhadap komplikasi vena hepatika pada tahun pertama pascatransplantasi.

Background: Hepatic vein complication is an important postoperative complication in pediatric liver transplantation in which liver congestion may progress to cirrhosis and graft failure, with higher incidence in living donor liver transplantation (LDLT) compared to other liver transplantation technique.
Objective: This study aims to identify the role of Doppler ultrasound parameters of hepatic vein in early postoperative period of pediatric LDLT as predictors of hepatic vein complications.
Methods: From 2010 to July 2022, there were 44 pediatric LDLT patients in RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo who had Doppler ultrasound imaging from first until third postoperative day. Hepatic vein velocity and waveform were compared in patients with and without hepatic vein complications in one year follow up. Cut off point of hepatic vein velocity is determined using receiver operating curve.
Results: Hepatic vein velocity in second postoperative day is significantly lower in patients with hepatic vein complication, with median of 21,3 (16,6-23,3) cm/s compared to 28,9 (10,7-75,0) cm/s in patients without hepatic vein complication (p value = 0,018), with cut off value to differentiate both group is 23,65 cm/s, sensitivity 100%, specificity 76,3%, AUC 0,803 (CI95% 0,679-0,927), and p value = 0,018. There is no difference in monophasic waveform proportion between patients with and without hepatic vein complication.
Conclusion: Lower hepatic vein velocity in early postoperative Doppler ultrasound of pediatric LDLT, especially in second postoperative day, may aid to predict hepatic vein complication in first year follow up. Such finding may increase awareness of hepatic vein complication in the first year after transplantation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library