Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Husseyn Umar
Jakarta: Proyek Elips, 1995
341.522 HUS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 2004
341.52 ARB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desriza Ratman
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012
344.041 DES m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sugeng
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
347.05 BAM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Nathan
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai potensi dan tantangan pelaksanaan gugatan derivatif sebagai strategi penanggulangan dampak perubahan iklim oleh Perseroan Terbatas di Indonesia. Pemegang saham melalui hak derivatifnya memiliki wewenang untuk menggugat Direksi apabila terjadi penyelewengan dari fiduciary duty yang dimilikinya, termasuk kewajibannya atas risiko perubahan iklim. Terdapat tiga pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni tanggung jawab korporasi terhadap penanggulangan dampak perubahan, hak derivatif yang dimiliki oleh pemegang saham yang diimplementasikan dalam kasus gugatan derivatif berbasis perubahan iklim dalam berbagai yurisdiksi, dan potensi pelaksanaan gugatan derivatif berbasis perubahan iklim melalui gugatan perbuatan melawan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang memparkan peraturan terkait suatu kategori hukum tertentu secara sistematis, menganalisis hubungan antar peraturan, dan mengidentifikasikan hambatan dan potensi dari peraturan tersebut di masa depan. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pertanggungjawaban korporasi atas dampak perubahan iklim dapat dilihat dari tiga bentuk, yakni pengaturan wajib oleh instrumen hukum domestik, pengatusan secara sukarela, dan litigasi perubahan iklim. Selanjutnya, terdapat perkembangan positif terkait dengan gugatan derivatif berdasarkan perubahan iklim di berbagai yurisdiksi. Terakhir, pengajuan gugatan derivatif dalam konteks perubahan iklim berdasarkan hukum Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dan didukung dengan kedudukan hukum yang jelas, tetapi masih terdapat beberapa hambatan. ......This research discusses the potential and challenges of implementing derivative lawsuits as a strategy to mitigate the impacts of climate change by Limited Liability Companies in Indonesia. Shareholders through their derivative rights have the authority to sue the Board of Directors if there is a misappropriation of their fiduciary duty, including their obligations for climate change risks. There are three main issues in this research, namely corporate responsibility for mitigating the impacts of change, derivative rights owned by shareholders implemented in climate change-based derivative lawsuit cases in various jurisdictions, and the potential implementation of climate change-based derivative lawsuits through tort lawsuits. This research is a doctrinal research that systematically describes regulations related to a certain legal category, analyzes the relationship between regulations, and identifies the obstacles and potential of these regulations in the future. The results of this study state that corporate liability for climate change impacts can be seen in three forms, namely mandatory regulation by domestic legal instruments, voluntary attribution, and climate change litigation. Furthermore, there are positive developments related to derivative lawsuits based on climate change in various jurisdictions. Finally, the pursuit of derivative claims in the context of climate change under Indonesian law is possible and supported by a clear legal position, but there are still some obstacles to be observed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfitras Tavares
Abstrak :
Perubahan iklim merupakan permasalahan besar manusia saat ini. Dampak dari perubahan iklim dapat melanggar hak asasi manusia. Mengutip beberapa penelitian mengenai Carbon Majors, ditemukan bahwa emisi yang utamanya berasal dari industri bahan bakar fosil merupakan salah satu pihak yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim melalui gas rumah kacanya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah korporasi yang berkontribusi menyebabkan dampak perubahan iklim dapat dimintakan pertanggungjawaban atau tidak. Penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis bagaimana perubahan iklim berdampak pada hak asasi manusia, bagaimana kewajiban hak asasi manusia oleh korporasi terkait dampak perubahan iklim serta bagaimana pertanggungjawaban korporasi melalui mekanisme litigasi perubahan iklim berbasis hak asasi manusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dan analisis kualitatif terhadap berbagai jenis data. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder mulai dari peraturan, putusan pengadilan, jurnal ataupun buku. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perubahan iklim memang berdampak pada hak asasi manusia dan bahwa korporasi memiliki kewajiban hak asasi manusia dan dapat dimintakan tanggung jawab atas kontribusinya terhadap perubahan iklim. Terdapat dua jalur yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban korporasi dengan menggunakan argumen hak asasi manusia atas dampak perubahan iklim, yaitu melalui gugatan pelanggaran hak dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum. Alangkah baiknya apabila Pemerintah membuat peraturan yang mengikat yang mengatur mengenai kewajiban korporasi terkait hak asasi manusia dan perubahan iklim. Hal ini diperlukan agar setiap tindakan melakukan pencegahan pelanggaran hak asasi manusia perubahan iklim melalui aktivitasnya. ......Climate change is a major problem for mankind right now. The impact of climate change can violate many human rights. Citing several studies on Carbon Majors, it was found that emissions mainly from the fossil fuel industry are one of the major contributors to climate change through their greenhouse gases. This raises the question of whether corporations that contribute to climate change impacts can be held accountable or not. This research will examine and analyze how climate change impacts on human rights, how the obligations of human rights by corporations are related to the impacts of climate change as well as how the corporation is accountable through human rights-based climate change litigation mechanisms. This research is a juridical-normative research and qualitative analysis of various types of data. This research used secondary data ranging from regulations, court decisions, journals or books. The results of this study find that climate change does have an impact on human rights and that corporations have human rights obligations and can be held accountable for their contribution to climate change. There are two ways that can be used to hold corporations accountable, those are, using human rights arguments for the impacts of climate change through lawsuits for violation of rights and civil lawsuits for unlawful acts. It would be better if the Government made binding regulations governing corporate obligations related to human rights and climate change. This is necessary so that every action takes to prevent climate change human rights violations through their activities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Berbagai skandal akuntansi telah mendorong munculnya perdebatan yang menanyakan kemampuan akuntansi dalam menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Andromeda
Abstrak :
Kredit bermasalah merupakan resiko bisnis yang wajar melekat pada dunia perbankan, tetapi nilai kredit bermasalah yang sangat besar pada skala nasional telah menjadi salah satu sebab melemahnya kondisi perbankan Indonesia. Kondisi perbankan yang lemah merupakan salah satu dari tiga mata rantai penting di dalam lingkaran permasalahan yang membelenggu perekonomian Indonesia selama krisis.

Untuk mernperbaiki kondisi perbankan yang lemah dibutuhkan langkah komprehensif yang tidak hanya mencakup perbaikan kondisi neraca perbankan, tetapi juga neraca dunia usaha dan sistem yang mempengaruhi kedua sektor tersebut, Salah satu sistem dimaksud adalah sistem penyelesaian kredit bermasalah.

Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) adalah bagian dari sistem penyelesaian kredit bennasalah di Indonesia. DJPLN melaksanakan pengurusan kredit bermasalah yang mengandung unsur piutang negara, berdasarkan Undang-undang No.49 Prp tahun 1960. Saat ini DJPLN menangani piutang negara perbankan berupa kredit macet kategori 5 dari bank pemerintah, serta piutang negara non perbankan.

Pada tulisan ini, penulis mengemukakan tugas pengurusan piutang negara perbankan yang dilaksanakan DJPLN, serta potensi penyempumaan dan pemberdayaan lembaga tersebut menuju tugas dan fungsi yang lebih luas dalam sistem penyelesaian kredit bermasalah. Dua sasaran yang diusulkan penulis dalam kajian ini adalah : 1. Sasaran jangka panjang DJPLN untuk menjadi satu-satunya lembaga khusus pengurus kredit bermasalah di Indonesia; dan 2, Sasaran jangka menengah DJPLN untuk mengambil alih tugas pengurusan kredil bermasalah yang merupakan piutang negara di Divisi Asset Management Credit Badan Penyehatan Perbankan Nasional (AMC-BPPN) pada akhir tahun 2004.

Selain itu, dalam tulisan ini penulis juga mengemukakan kondisi kredit bermasalah dan dampak negatifhya bagi perekonomian Indonesia, skema restrukturisasi perbankan nasional dan restrukturisasi sektor swasta yang sedang dijalankan saat ini, serta lembaga-Iembaga lain yang menangani penyelesaian kredit bermasalah di Indonesia, baik melalui jalur litigasi maupun jalur non litigasi.

Salah satu dari lembaga lain dimaksud adalah Divisi AMC-BPPN. Lembaga ini disajikan sebagai benchmark bagi DJPLN karena tugas dan wewenang yang dijalankan kedua lembaga tersebut memiliki sejumlah persamaan. Kajian atas Divisi AMC-BPPN ini juga terkait langsung dengan kajian atas DJPLN, mengingat sasaran jangka menengah DJPLN yang diajukan dalam tulisan ini didasarkan pada ketentuan tentang masa tugas BPPN berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1999 yang berakhir pada akhir tahun 2004.

Dari hasil analisa diperoleh gambaran bahwa DJPLN memiliki peluang untuk mencapai kedua sasaran sebagaimana tersebut di atas, dengan syarat lembaga tersebut melaksanakan langkah-langkah penyempurnaan organisasi, perluasan wewenang, dan pemberdayaan fimgsi yang dijalankan secara. berkesinambungan.

Pada akhir tulisan ini penulis mengajukan sejumlah saran tentang langkah-langkah yang dapat dilaksanakan DJPLN dalam kerangka penyempuraaan dan pemberdayaan lembaga tersebut untuk mencapai kedua sasaran jangka menengah dan jangka panjang yang diharapkan.
2001
T277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Gabriel Stevent
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk dapat menjawab mengenai kewenangan pembentukan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 32 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Nonlitigasi berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi berdasarkan konsep pengujian peraturan perundang-undangan maupun penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, serta kekuatan hukum mengikat hasil penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Permenkumham No. 32 Tahun 2017 yang memberikan kewenangan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk memeriksa dan menyelenggarakan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi dibentuk dengan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, karena tidak dibentuk berdasarkan kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas subsidiaritas, proporsionalitas, efektivitas, dan efisiensi peraturan. Penyelesaian sengketa non-litigasi hanya dilakukan dalam ranah penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, dan hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
ABSTRACT
This research is done to answer some problems, such as the Minister of Law and Human Rights Authority to make Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 about Non-Litigation Regulation Dispute Resolution Mechanism based on the basic principle of good regulation, analysis of non-litigation regulation dispute resolution based on regulation-review and the assessment of law-enactment concepts, and about the binding force of the output of non-litigation regulation dispute resolution. This thesis is based on a normative legal study with bibliography method research. This thesis concludes that the enactment of Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 that give the authority to General Director of Regulation to inspect and organize the non-litigation regulation dispute resolution is not based on the basic principles of good regulation, such as regulation-making authority principle, the principle of suitability of type and hierarchy, subsidiarity, proportionality, effective and efficient regulation principle. Non-litigation dispute resolution is obtained in regulation-review concept, not in the assessment of law-enactment concept, and the output of non-litigation dispute resolution has no binding force.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Shafira
Abstrak :
Perkara litigasi perubahan iklim kini semakin berkembang dan dapat diidentifikasi dalam berbagai yurisdiksi, termasuk Indonesia. Namun, karakteristik khusus dari isu perubahan iklim yang berbeda dengan permasalahan lingkungan hidup konvensional telah membawa berbagai isu hukum dalam litigasi perubahan iklim. Salah satu isu yang muncul dalam litigasi perubahan iklim yang ditemukan adalah kedudukan hukum sebagai hambatan prosedural. Dalam perkara Izin Lingkungan PLTU Celukan Bawang yang merupakan perkara litigasi perubahan iklim terkait Amdal pertama di Indonesia, gugatan Penggugat ditolak oleh PTUN Denpasar karena dinilai tidak memiliki kedudukan hukum. Penelitian ini akan melihat bagaimana kedudukan hukum dalam perkara litigasi perubahan iklim di Indonesia muncul sebagai hambatan dengan membandingkan dengan Perkara Earthlife v. MoE dan Border Power Plant v. DoE dan BLM . Lebih jauh lagi, Penelitian ini akan melihat bagaimana PTUN Denpasar mempertimbangkan isu emisi Gas Rumah Kaca sebagai elemen penting dalam litigasi perubahan iklim. Penelitian ini berkesimpulan bahwa kedudukan hukum dapat menjadi hambatan bagi litigasi perubahan iklim apabila terdapat inkonsistensi interpretasi terkait kedudukan hukum di Pengadilan. Selain itu, PTUN Denpasar belum dapat melihat kekhususan dari emisi gas rumah kaca yang merupakan karakteristik isu perubahan iklim. Padahal, dengan kerangka hukum yang ada di Indonesia, perkara ini memiliki potensi besar untuk mendorong pembaruan hukum. ......Climate change litigation cases have been growing in numbers and identified in various jurisdictions, including Indonesia. However, the characteristic on climate change issues that differ from conventional environmental problems lead to several legal issues arise in climate change litigation. One of them is legal standing as the procedural barrier on climate change litigation. On Indonesia’s first EIA related climate change litigation case, Celukan Bawang Coal-Fired Power Plant, PTUN Denpasar rejected the plantiff’s claim as they failed to fullfill the legal standing criteria. This study will examine how is standing provision in Indonesia arises as a procedural barrier by comparing the case with two other cases in two different jurisdictions,such as Earthlife v. MoE and Border Power Plant v. DoE and BLM. Furthermore, this study will examine PTUN Denpasar’s consideration on greenhouse gases emission as one of the core characteristics of climate change issue. This study concludes that standing provision in Indonesia may pose a procedural barrier for climate change litigation if interpreted inconsistently by the court. In addition, PTUN Denpasar has failed to show an adequate understanding on greenhouse gasses as the core of climate change issue. Reflecting on Indonesia’s current legal framework, this case used to have a huge potential on promoting legal reform.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>