Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yau, W.W.
New York: John Wiley & Sons, 1979
543 YAU m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Gallstone is a crystal deposit which is formed in the gallbladder or bile duct. Gallstone is classified into cholesterol stone, pigment stone (black and brown), and mixed stone. Mechanism which underlies the formation of cholesterol or pigment gallstone is different. Information on chemical component of the stone will assist the management and prevention of its recurrence. Analysis of gallstone component can be performed by colorimetry method or even gas liquid chromatography (GLC). Chemical component analysis of gallstone by colorimetry includes examination of cholesterol, bilirubin, and calcium. Stone is classified as cholesterol stone if the cholesterol content is > 80%, pigment stone if cholesterol content is < 20%, and mixed stone if cholesterol content is 25-80%. Gallstone analysis by GLC method is conducted by separation of fatty acid chain and evaluation of fatty acid quantity in the methylester derivatives form, which is fatty acid methyl estered. Fatty acid content in cholesterol stone (310.09 + 49.7 mg/gram) is higher compared to pigment stone (55.59 +7.71 mg/gram). Saturated to unsaturated fatty acid (S/U) ration in cholesterol stone (8.6 + 3.1) is higher compared to pigment stone (4.8 + 1.5).
Jakarta: Interna Publishing (Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam), 2016
611 UI-IJGHE 17:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidah
Abstrak :
Akrilamida diketahui sebagai senyawa genotoksik yang ditemukan dalam sampel makanan kaya karbohidrat yang dipanggang dan digoreng oleh beberapa peneliti di Swedia. Akrilamida bukan suatu zat yang ditambahkan ke dalam makanan tetapi sebagai hasil reaksi antara asam amino dan gula sederhana pada temperatur tinggi. Pada penelitian ini dilakukan analisis akrilamida yang terdapat dalam crackers. Kondisi analisis menggunakan kolom C18 dengan campuran 3,5 mmol/L asam fosfat dalam asetonitril-air (5:95) sebagai fase gerak, laju alir 0,5 mL/menit dideteksi pada panjang gelombang 210 nm. Waktu retensi yang dibutuhkan oleh akrilamida adalah 5,6 menit. Kalibrasi dilakukan pada rentang konsentrasi 0,1 ? 1,4 mg/mL dan hasil menunjukkan linieritas yang baik (r=0,99996). Batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing adalah 0,01mg/mL dan 0,0432 mg/mL. Uji akurasi dengan menggunakan pelarut etanol dan diklormetan (1:15) menghasilkan persen perolehan kembali sebesar 89,39% dengan Deviasi Standar Relatif 1,57%. Dari enam sampel crackers, lima mengandung akrilamida dengan kadar masing-masing, yaitu 0,2808; 0,4556; 0,5103; 0,8494 dan 0,9371 mg/g. Kata kunci: akrilamida; Kromatografi cair kinerja tinggi; crackers; diklormetan
Depok: Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Metta Sinta Sari Wiria
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah bioavailabilitas formulasi ibuprofen suppositoria 125 mg yang diproduksi oleh PT Kalbe Farma,Tbk. (Ibukal®) bioekivalen dengan produk yang sama dari komparatornya (Proris®). Parameter farmakokinetik yang dinilai dalam studi ini ialah luas daerah di bawah kurva kadar - waktu selama 10 jam (AUC0-t), luas daerah di bawah kurva kadar - waktu sampai waktu tak terhingga (AUC0-inf), kadar puncak (Cmax), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax). Penelitian ini menggunakan rancangan menyilang acak, tersamar tunggal yang mengikutsertakan 12 sukarelawan dewasa sehat. Sukarelawan dipuasakan semalam dan keesokan harinya diberi 1 suppositoria obat uji (produk PT.Kalbe-Farma) atau 1 suppositoria obat pembanding (produk komparatornya). Contoh darah diambil pada jam ke 0 (kontrol), 20 min; 40 min; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 6; 8; dan 10 jam setelah pemberian obat. Setelah 1 minggu periode washout, prosedur ini diulang dengan memberikan obat pembandingnya. Kadar obat ditentukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor ultraviolet. Pada penelitian bioavailabilitas ini, rerata (SD) AUC0-t, AUC0-inf, Cmax dan tmax dari obat uji masing-masing adalah 28,59(3,37) µg.jam.mL-1, 30,47(3,56) µg.jam.mL-1,8,24(1,44)µg/mL, dan 1,33(0,44) jam. Rerata (SD) AUC0-t, AUC0-inf, Cmax dan tmax dari obat pembanding masing-masing adalah 28,13(8,14) µg.jam.mL-1, 30,56(8,05) µg.jam.mL-1, 8,27(2,88) µg/mL, dan 1,79(0,33) jam. Rasio rerata geometrik obat uji terhadap obat pembandingnya ialah 104,38% untuk AUC0-t, 101,97% untuk AUC0-inf, dan 104,02% untuk Cmax, Nilai 90% confidence intervals(CI) nya ialah 90,38-120,54% untuk AUC0-t, 89,51-116,16% untuk AUC0-inf, dan 85,73-126,16% untuk Cmax. Tidak ada efek samping yang dijumpai dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Ibuprofen suppositoria 125 mg produksi PT. Kalbe Farma,Tbk. (Ibukal®) bioekuivalen dengan produk yang sama dari komparatornya (Proris®). (Med J Indones 2007; 16:181-6).
This study was aimed to investigate the bioequivalence of ibuprofen 125 mg suppository formulation (Ibukal®, test formulation from PT. Kalbe Farma, Tbk., Jakarta) and the ibuprofen suppository comparative formulation (Proris®, from PT. Pharos Indonesia, Jakarta) in 12 healthy volunteers. The pharmacokinetic parameters used in this study were the area under the concentration-time curve from time zero to hour 10 (AUC0-t), the area under the concentration-time curve from time zero to infinite (AUC0-inf), the maximum concentration (Cmax), and the time needed to reach the maximum concentration (tmax). The study was designed as a random cross-over fashion, single-blinded which included 12 healthy adult volunteers. The volunteers were fasted overnight and in the morning they received a suppository of the test drug (Ibukal®) or a suppository of the comparative drug (Proris®). Blood samples were withdrawn on hour 0 (control), 20 min; 40 min; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 6; 8; and 10 time points after the administration of the drug. Following a wash-out period of 1 week, this procedure was repeated using the other drug. The serum concentration of the drug was determined by means of high-performance liquid chromatography with ultraviolet detection. The results of the study showed that, the mean (SD) of AUC0-t, AUC0-inf, Cmax and tmax of the test drug were, respectively, 28.59(3.37) µg.h.mL-1, 30.47(3.56) µg.h.mL-1, 8.24(1.44) µg/mL, and 1.33(0.44) h. The mean (SD) of AUC0-t, AUC0-inf, Cmax and tmax of the comparative drug were, respectively, 28.13(8.14) µg.h.mL-1, 30.56(8.05) µg.h.mL-1, 8.27(2.88) µg/mL, and 1.79(0.33) h. The geometric means ratio of the test to the comparative drug were 104.38% (CI 90%: 90.38-120.54%) for AUC0-t, 101.97% (CI 90%: 89.51-116.16%) for AUC0-inf, and 104.02% (CI 90%: 85.73-126.16%) for Cmax. There was no side effect of the drug detected in this study. From the results we can conclude that the 125 mg of ibuprofen suppository of PT Kalbe Farma, Tbk. (Ibukal®) is bioequivalent to that of the comparative drug (Proris®). (Med J Indones 2007; 16:181-6)
Medical Journal of Indonesia, 2007
MJIN-16-3-JulySept2007-181
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Kurnia
Abstrak :
Determinasi Karbofuran pada Kondisi Kromatografi Cair Interaksi Hidrofilik menggunakan TSKgel®Amide-80 sebagai Fase Diam. Kromatografi cair interaksi hidrofilik (KCIH) digunakan dengan memanfaatkan kolom kapiler yang ramah lingkungan dalam rangka mempelajari perilaku retensi karbofuran. Perilaku retensi karbofuran diidentifikasi menggunakan beberapa jenis fase diam yang bersifat polar. Beberapa kondisi telah dilakukan untuk menyelidiki perilaku retensi karbofuran seperti studi perbandingan kolom TSKgel®Amide-80 dengan kolom polar lainnya, perbandingan perilaku retensi studi karbofuran pada berbagai panjang gelombang, efek air dalam mode KCIH, pengaruh konsentrasi buffer pada mode KCIH, dan kinerja analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TSKgel®Amide-80 lebih baik dibandingkan dengan fase diam polar lain dalam penentuan karbofuran. Selain itu panjang gelombang 251 dan 254 nm menghasilkan absorbansi lebih tinggi untuk karbofuran daripada yang lain. Sebagai tambahan, peningkatan kadar air dan konsentrasi garam penyangga pada fase gerak menyebabkan waktu retensi lebih cepat. Nilai perolehan kembali metode ini adalah 101 ± 10,1, sedangkan limit deteksi dan limit quantifikasi berturut-turut diperoleh sebesar 0,66 ppm dan 2,22 ppm. Disimpulkan bahwa TSKgel®Amide-80 memberikan hasil yang baik dalam penetapan karbofuran meskipun digunakan kromatografi cair kapiler dengan panjang kolom 10 cm. ...... Hydrophilic interaction liquid chromatography (HILIC) equipped with an environmentally friendly capillary column was employed to investigate the retention behavior of carbofuran; a polar stationary phase was used as well. Several conditions were conducted to investigate the retention behavior of carbofuran, such as a comparison study TSKgel®Amide-80 with another polar column, a comparison study retention behavior of carbofuran on various wavelengths, the water content effect on HILIC mode, the effect of buffer concentration on HILIC mode, and the analytical performance of carbofuran. The results showed that TSKgel®Amide-80 exhibited a better performance than other polar stationary phases in carbofuran determination, and observations at wavelengths of 251 and 254 nm showed higher absorbance for carbofuran than others. In addition, the increase of water content and salt buffer concentration in the mobile phase led to a shorter retention time. The recovery of this method was 101 ± 10.1%, while the limit of detection and the limit of quantification were 0.66 ppm and 2.22 ppm, respectively. Consequently, TSKgel®Amide-80 offers a good performance in carbofuran determination, even with the application of 10 cm length column capillary liquid chromatography.
Indonesian Agricultural Environment Research Institute (IAERI), 2016
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Gunawan Haryanto
Abstrak :
ABSTRAK
Enzim selulase banyak digunakan dalam berbagai industri seperti industri deterjen, bioethanol, pakan ternak, tekstil dan kertas. Akan tetapi saat ini kebutuhan enzim selulase paling banyak didapat dari impor. Salah satu bakteri penghasil enzim selulase adalah Eschericia coli BPPT-CC EgRK2. Bakteri hasil rekombinasi yang dapat memproduksi enzim protein endo- 𝜷-1,4-glukanase, diteliti di dalam kultur batch untuk ditentukan parameter-parameter kinetikanya seperti konstanta Michaelis-Menten (Km) dan kecepatan maksimum (Vmax). Eschericia coli BPPT-CC EgRK2 dikultur di dalam media cair Luria Bertani. Selanjutnya dilakukan purifikasi dan karakterisasi dari enzim selulase. Purifikasi menggunakan metode kromatografi penukar ion dan filtrasi gel setelah itu dianalisis aktifitas enzim dengan substrat carboxymethyl cellulose (CMC), kadar protein menggunakan metode Bradford, berat molekul menggunakan sodium deodecyl sulfate (SDS-PAGE) dan kinetika enzim menggunakan plot Michaelis-Menten. Hasilnya menunjukkan aktivitas enzim tertinggi adalah 3.114 U/ml dan konsentrasi selulase 0.723 mg/ml. Konstanta Michaelis-Menten (Km) dan kecepatan maksimum (Vmax) untuk hidrolisis substrat CMC adalah 0.314 μmol/ml and 3.511 μmol/ml/sec. Hasil dari analisis berat molekul selulase menggunakan metode SDS-PAGE adalah 58 kDa pada 7.5% stacking gel. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa Eschericia coli BPPT-CC EgRK2 menjadi sebuah sumber terbarukan dari enzim selulase untuk aplikasi pada skala industrial
ABSTRACT
Cellulase enzymes are widely used in various industries such as detergent industry, bioethanol, animal feed, textile and paper. This research is focused on characterization cellulase enzyme from bacteria. One of the bacteria producing cellulase enzyme is Eschericia coli BPPT-CC EgRK2. Recombinant bacteria that can produce protein enzymes endo- β-1,4-glucanase. Eschericia coli BPPT-CC EgRK2 is cultured in 1 litre liquid medium Luria Bertani. Because the bacteria is intracellular, need sonication to break the cell to get the cellulase enzyme. Then purification with ion exchange chromatography and gel filtration to purified the enzyme. After that analyzed the enzyme activity with carboxymethyl cellulose (CMC) substrate at different concentration, protein content analysis using Bradford method, molecular weight analysis using sodium deodecyl sulfate (SDS-PAGE) and enzyme kinetics using Michaelis-Menten plot. This results showed the highest enzyme activity is 3.11 U/ml at 2% CMC and the cellulase concentration is 0.723 mg/ml. The Michaelis-Menten constant (Km) and maximum velocity (Vmax) for CMC substrate hydrolysis is 0.314 μmol/ml and 3.511 μmol/ml/sec. The results of cellulae enzyme molecular weight is 58 kDa using SDS-PAGE with 7.5% stacking gel. The result of this research have known that Eschericia coli BPPT-CC EgRK2 become a promising renewable source for cellulase enzyme for industrial application.
2018
T51406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meizana Radini Wahyana
Abstrak :
The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah mengklasifikasikan benzo(a)piren ke dalam grup 2A (berpotensi sebagai karsinogenik pada manusia). Benzo(a)piren ditemukan dalam makanan yang dipanggang dengan pemanasan pada temperatur tinggi (di atas temperatur 200ºC), dengan kandungan lemak tinggi. Pada penelitian ini dilakukan analisis benzo(a)piren dalam sate yang berasal dari ayam broiler dipanggang di atas arang hingga matang, ayam broiler dipanggang di atas arang hingga setengah matang, ayam kampung dipanggang di atas arang hingga matang, ayam kampung dipanggang di atas arang hingga setengah matang, ayam broiler dipanggang di dalam oven hingga matang secara kromatografi cair kinerja tinggi. Metode ini menggunakan kolom C18-RP dengan detektor UVVis pada panjang gelombang 296 nm, fase gerak asetonitril-air (90:10), dan laju alir 1,2 mL/menit. Waktu retensi yang dibutuhkan benzo(a)piren adalah ± 10,1 menit. Sampel disaponifikasi dengan KOH dalam metanol menggunakan refluks, kemudian disari dengan n-heksana. Filtrat heksana yang telah dipekatkan dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel-alumina (1:1) dengan eluen diklorometana. Rentang kurva kalibrasi 0,01-0,25 μg/mL menunjukkan nilai linieritas 0,99998; dengan batas deteksi 0,001455 μg/mL; batas kuantitasi 0,004849 μg/mL; dan koefisien variasi sebesar 0,3828 %. Kadar benzo(a)piren dalam lima sampel yang dianalisis yaitu 0,6026±0,005 μg/g; 0,5064±0,002 μg/g; 0,204±0,008 μg/g; 0,1034± 0,00017 μg/g; 0,0422± 0,00015 μg/g.
The International Agency for Research on Cancer has classified benzo(a)piren in group 2A (probably carcinogenic for humans). The studies show that benzo(a)piren was found in food with strongly heated (more than 200 ºC) and content high fat. In this research, analysis benzo(a)piren in sate from a broiler chicken in charcoal grilled, local chicken in charcoal grilled, and broiler chicken in oven grilled. This method used C-18 column, acetonitril-air (90:10) as mobile phase, at the flow 1,2 mL/minutes and detection at 296 nm. Sample was saponification with 2 M KOH in methanol refluks for two hours, than the filtrate extraction with n-hexane, and clean-up with column chromatography with dichlormetane as mobile phase and silica gel-alumina (1:1) as a stationary phase. Calibration curve was perfomed in the range 0,01-0,25 μg/mL, the result show good linierty with coefficient of correlation of 0,99998, limit of detection 0,001455 μg/mL; and limit quantitation 0,004849 μg/ml and repeatability 0,3828%. The level of benzo(a)piren in five sate are 0,6026±0,005 μg/g; 0,5064±0,002 μg/g; 0,204±0,008 μg/g; 0,1034±0,00017 μg/g; 0,0422±0,00015 μg/g.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S33029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Freadi Sabhara Irwanto
Abstrak :
Sejak dahulu teh dikenal sebagai minuman yang menyehatkan. Katekin, khususnya epigalokatekin galat, merupakan senyawa polifenol yang terkandung di dalam teh, belakangan ini banyak menarik perhatian karena kemampuan antioksidan dan antikarsinogeniknya. Kofein, sebagai senyawa alkaloid terbesar di dalam teh, memiliki efek stimulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar kofein dan epigalokatekin galat dalam teh hijau secara kromatografi cair kinerja tinggi. Sistem pemisahannya menggunakan kolom fase terbalik C18, fase gerak campuran air-asetonitril-metanol-etil asetat (89:8:1:2,v/v), serta kecepatan aliran 0,8 mL/menit. Metode ini telah memenuhi syarat uji presisi dan perolehan kembali. Dari 5 sampel yang diperiksa, semua sampel mengandung kofein dan epigalokatekin galat. Kandungan kofein dalam sampel kering (2,15 ± 0,02)% hingga (2,72 ± 0,04)%, sedang epigalokatekin galat (3,91 ± 0,01)% hingga (5,41 ± 0,08)%.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S32614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalia Attala Ramadhieni
Abstrak :
Mikroalga mewakili mikroorganisme paling potensial dalam produksi karotenoid komersial dari berbagai sumber karotenoid alami. Meskipun demikian, informasi mengenai kualitas dan profil kuantitatif senyawa karotenoid pada spesies mikroalga masih kurang. Maka dari itu, determinasi karotenoid untuk mengetahui dan menganalisis kandungan astaxanthin, beta-karoten, dan fucoxanthin pada mikroalga laut dilakukan. Analisis ditentukan menggunakan HPLC dengan fase gerak metanol (MeOH) dan MTBE (1:1; v/v) pada λ 450 dan 477 nm. Hasil menunjukkan astaxanthin ditemukan pada Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0,27 dan 0,04 ppm) dan Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0,37 dan 0,17 ppm), beta-karoten ditemukan pada Chlorella vulgaris InaCC M205 (0,6 dan 0,55 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0,63 dan 0,61 ppm), dan Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (1,78 dan 1,7 ppm), serta fucoxanthin ditemukan pada semua sampel Chlorella vulgaris InaCC M205 (0,84 dan 0,25 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0,1 ppm), Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0,28 dan 0,11 ppm), dan Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0,72 dan 0,44 ppm). Perbedaan kandungan karotenoid dapat disebabkan oleh adanya perbedaan spesies, enzim yang berperan dalam sintesis karotenoid, metode ekstraksi, hingga cekaman lingkungan. ......Microalgae are the most promising microorganisms for commercial carotenoid production from natural sources. However, there is currently a scarcity of data on the quality and quantitative profile of carotenoid compounds in microalgae species. Therefore, the determination of carotenoids to determine and assess the content of astaxanthin, beta-carotene, and fucoxanthin in marine microalgae was carried out. HPLC with methanol (MeOH) and MTBE (1:1; v/v) mobile phase at 450 and 477 nm was used to determine the analysis. Astaxanthin was discovered in Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0.27 and 0.04 ppm) and Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0.37 and 0.17 ppm), beta-carotene was discovered in Chlorella vulgaris InaCC M205 (0.6 and 0.55 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0,63 and 0,61 ppm), and Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (1,78 and 1,7 ppm). Fucoxanthin was found in all samples, Chlorella vulgaris InaCC M205 (0.84 and 0.25 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0.1 ppm), Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0.28 and 0.11 ppm), and Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0.72 and 0.44 ppm). Differences in carotenoid content can be attributed to species differences, enzymes involved in carotenoid production, extraction methods, and environmental conditions.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>