Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Caroline Margareth Himawari
Abstrak :
Latar Belakang : Penumpukan besi di organ akibat kondisi iron overload dapat menyebabkan gagal fungsi organ limpa sehingga terjadi splenomegali dan harus dilakukan splenektomi. Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian kelasi besi, salah satu kandidat dari alam adalah mangiferin. Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) diketahui memiliki kandungan mangiferin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar mangiferin di organ limpa tikus model hemosiderosis setelah diberikan ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa. Metode : Penelitian menggunakan organ limpa dari 15 tikus Sprague-Dawley model besi berlebih dibagi menjadi 3 kelompok. Masingmasing kelompok diberikan perlakuan sesuai dengan kelompoknya, yaitu mangiferin tunggal 50 mg/KgBB, ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa dosis 100 mg/KgBB, dan 200 mg/KgBB. Kemudian kadar mangiferin dihitung menggunakan alat HPLC. Hasil : Rata-rata kadar mangiferin pada organ limpa tikus pada kelompok M adalah sebesar 4950.06±1272.10 (ng/g), kelompok PM1 3942.72±600.29 (ng/g), dan PM2 3572.00±768.73 (ng/g). Ketiga kelompok perlakuan tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan. Kesimpulan : Pemberian ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa menghasilkan kadar mangiferin yang mendekati hasil dari pemberian mangiferin tunggal, pemberian kelompok PM1 paling mendekati hasil dari pemberian kelompok M. Peningkatan dosis ekstrak etanol tidak menghasilkan kadar mangiferin yang sebanding, hasil mangiferin pemberian kelompok PM2 cenderung lebih rendah dibanding kelompok PM1. ......Introduction : Excess iron in the spleen due to iron overload leading to organ failure, resulting in splenomegaly, necessitating splenectomy. One natural candidate to adress this issue is mangiferin, found in Mahkota dewa fruit (Phaleria macrocarpa). This research aims to analyze the level of mangiferin in spleen of hemosiderosis-modeled rats after administering Phalerica macrocarpa fruit ethanol extract. Method :This research used spleens from 15 Sprague-Dawley hemosiderosis-modeled rats divided into 3 groups. Each group was given three different treatments : mangiferin 50 mg/KgBB, ethanol extract of Phaleria macrocarpa fruit 100 mg/KgBB and 200 mg/KgBB. The mangiferin level were calculate using HPLC. Results :The average of mangiferin level of group M was 4950.06±1272.10 (ng/g), group PM1 was 3942.72±600.29 (ng/g), and group PM2 was 3572.00±768.73 (ng/g). There were no significant results. Conclusion : The administration of ethanol extract from Phaleria macrocarpa fruit results mangiferin levels that are close to the results obtained from the administration of pure mangiferin. Among the groups, PM1's administration yields results closest to those of group M (mangiferin). Increasing the dose of ethanol extract does not result in proportionally higher mangiferin levels; the mangiferin levels from the PM2 group tend to be lower than those of the PM1 group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Edison Yantje Parulian
Abstrak :
Latar Belakang: Pencapaian target transfusi darah pada pasien thalassemia beta bergantung transfusi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah genotip, hipersplenisme, kompatibilitas darah, kecukupan darah donor dan interval transfusi. Ukuran limpa dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan pencapaian target transfusi darah selain kadar hemoglobin. Tujuan: Mengetahui proporsi pasien yang mencapai target optimal kadar hemoglobin pra dan pascatransfusi, menentukan faktor-faktor yang terkait dengan pencapaian target kadar hemoglobin pra dan pascatransfusi dan menilai hubungan antara pencapaian target kadar hemoglobin pra dan pascatransfusi dengan ukuran limpa pada pasien dewasa thalassemia beta bergantung transfusi. Metode: Penelitian cohort retrospective dengan pengambilan 200 subjek secara total sampling pada pasien dewasa rawat jalan Poliklinik thalassemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Data dianalisis dari 110 subjek berupa anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium. Hasil: Sebanyak 200 pasien thalassemia beta bergantung transfusi yang rutin kontrol ke poliklinik thalassemia Kiara RSCM, diikuti secara kohort sejak bulan Juni 2017 sampai Juni 2018. 110 subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi diantaranya subjek thalassemia beta mayor 53 (48,2%) dan beta HbE bergantung transfusi 57 (51,8%). Proporsi subjek yang mencapai target kadar Hb pratransfusi yaitu 18 (16,4%) dan 22 (20,0%) subjek yang mencapai target Hb pasca. Sebanyak 8 (7,3%) subjek mencapai target kadar Hb pra dan pascatransfusi darah. Faktor kecukupan darah donor berhubungan dengan pencapaian target kadar Hb pra dan pascatransfusi (p=0,008) yaitu subjek yang hanya memiliki selisih permintaan darah < 30ml/KgBB/tahun. Pada 93 subjek penelitian tahap 2, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok yang tercapai kadar Hb pra dan pascatransfusi darah dengan yang tidak tercapai terhadap delta ukuran limpa (p <0,001). Simpulan: Faktor kecukupan darah donor berhubungan dengan pencapaian target kadar hemoglobin pra dan pascatransfusi. Pencapaian target kadar hemoglobin pra dan pascatransfusi berhubungan dengan ukuran limpa. ......Background: Achieving the target of blood transfusion in transfusion-dependent beta thalassemia patients is influenced by various factors including genotype, hypersplenism, blood compatibility, donor blood adequacy and transfusion interval. The size of the spleen can be one indicator of the success of achieving blood transfusion targets in addition to hemoglobin levels. Objective: Determine the proportion of patients who achieve the optimal target hemoglobin level pre and post transfusion, determine the factors that are related to achieving pre and post transfusion hemoglobin levels and assess the relationship between achieving pre and post transfusion hemoglobin levels with spleen size in adult beta thalassemia transfusion dependent patients. Methods: A cohort retrospective study, with total sampling of 200 adult thalassemia transfusion dependent patient at Cipto Mangunkusumo Hospital. Data taken from 110 eligible subject in the form of medical history, physical examination and laboratory. Result: 200 transfusion-dependent beta thalassemia patients who routinely visit the RSCM thalassemia Kiara polyclinic, followed in cohort from June 2017 to June 2018. 110 study subjects fulfilled the inclusion criteria including 53 (48.2%) major beta thalassemia subjects and transfusion-dependent HbE beta 57 (51.8%). The proportion of subjects who achieved pre-transfusion Hb target levels was 18 (16.4%) and 22 (20.0%) subjects who achieved the post Hb target. A total of 8 (7.3%) subjects achieved pre and post transfusion Hb levels. The donor blood adequacy factor is related to the achievement of pre and post transfusion Hb target levels (p = 0.008), namely subjects who only have a blood demand difference of <30ml/KgBB/year. In 93 research subjects, there was a significant difference between groups who achieved pre and post-transfusion Hb levels with those that were not reached against the delta of spleen size (p <0.001). Conclusion: Adequacy factor of donors blood is related to achieving target pre and post transfusion hemoglobin levels. The achievement of the target pre and post transfusion hemoglobin levels is related to the size of the spleen.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Widiastuti
Abstrak :
Suku zingiberaceae adalah tanaman tradisional yang dikenal masyarakat dan merupakan sumber bahan alami peningkatan daya tahan tubuh. salah satu dari family zingiberaceae adalah Curcuma aeruginosa Roxb. Bahan uji yang dipakai adalah ekstrak etanol temu hitam yang diekstraksi dengan maserasi. Tujuan: Mengetahui aktivitas temu hitam melalui histologi limpa dan sitokin IL-2 pada tikus yang diinduksi DMBA. Parameter uji yaitu histologi limpa (pengukuran makroskopis dan mikroskopis) serta perhitungan kadar sitokin IL-2. Metode: Rancangan acak lengkap. Perhitungan statistik dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis (α=0,05) untuk berat dan volume limpa, uji Anova untuk mikroskopis limpa dan sitokin IL-2. Hasil: Pembuatan model hewan kanker dengan DMBA memberikan nilai insidensi kanker 100%. Untuk berat dan volume limpa berdasarkan uji statistik DMBA berbeda bermakna (α=0,05) dengan kelompok normal, diameter centrum germinativum dan pulpa putih tidak berbeda bermakna (α=0,05), zona marginalis kelompok DMBA dan AD berbeda bermakna (α=0,05) dengan kelompok normal, sedangkan kenaikan kadar sitokin IL-2 kelompok AD3 berbeda bermakna dengan kelompok normal dan DMBA. Kesimpulan: EETH kelompok KD dan AD (dosis 1, 2 dan 3) dapat menurunkan pertumbuhan dan perkembangan kanker, dapat mengurangi inflamasi pada limpa dan AD3 dapat meningkatkan sitokin IL-2.
Family Zingiberaceae is traditionally known as plant which has source of natural ingredients for increasing body immunity, one of the family Zingiberaceae is Curcuma aeruginosa Roxb. On this research, testing material used is Extract Ethanol of Rhizoma Curcuma aeruginosa which extracted by mean of maseration. Objective: To determine the activity of Curcuma aeruginosa through the spleen histology and cytokines IL-2 in mice induced by DMBA. Testing parameter are macroscopical measurement of spleen which are spleen weight (gr) and spleen volume (ml), and microscopical measurement which are centrum germinativum diameter, white pulp diameter and spleen marginal zone, and also calculation of cytokin IL-2. Methods: A completely randomized design. Statistic calculation using Kruskal Wallis Non Parametric Test (α=0,05) for weight and volume of spleen, Anova Test for microscopical spleen and cytokin IL-2. Results: creation of animal models of cancer with DMBA gives cancer incidence value 100%. For weight and volume spleen based on DMBA Statistic test mean of difference (α=0,05) with normal group, centrum germinativum diameter and white pulp no difference (α=0,05), marginal zone of DMBA group and AD mean of difference (α=0,05) with normal group, on the other hand the increment of cytokin value IL-2, AD3 group mean of difference with normal group and DMBA. Conclusion: EETH KD and AD group (dose 1, 2 and 3) have the ability to lower the cancer growth and development, also reduce inflammation on spleen and AD3 can enhance cytokin IL-2.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel Alexander Eduard George
Abstrak :

Latar belakang: Kondisi besi berlebih dalam tubuh dapat terjadi karena besi yang masuk mengalami peningkatan atau salah satu komponen ekskresi besi mengalami gangguan. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien talasemia, terutama yang mendapat transfusi darah secara rutin. Transfusi darah rutin dapat menyebabkan kondisi kelebihan besi dan akumulasi besi pada berbagai organ, termasuk limpa. Oleh karena itu, pasien membutuhkan obat kelasi besi, tetapi harganya mahal dan banyak efek samping. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa mangiferin memiliki efek mengikat besi, namun bioavailabilitasnya rendah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat sebagai obat kelasi besi.

Metode: Limpa tersimpan dari dua puluh lima tikus jantan Sprague-Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu tikus normal (N), tikus yang diberi besi berlebih (KN), tikus yang diberi mangiferin 50 mg/kgBB (M50), tikus yang diberi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat 50 mg/kgBB (MN50), dan tikus yang diberi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat 25 mg/kgBB (MN25). Perlakuan pada hewan coba dilakukan selama 28 hari. Setelah 28 hari, tikus dikorbankan dan organ limpa diambil untuk pengukuran kadar besi pada limpa. Pengukuran menggunakan spektrofotometer serapan atom dengan panjang gelombang 248,3 nm.

Hasil: Dari pengukuran, rata-rata kadar besi organ limpa (µg Fe/g jaringan) pada kelompok M50 (1200,80±126,05), kelompok MN50 (918,38±427,63), dan kelompok MN25 (645,73±178,89). Ketiga kelompok tersebut tidak berbeda signifikan dengan kelompok KN. Namun, terdapat perbedaan signifikan antara kelompok M50 dan MN25 (p=0,006).

Kesimpulan: Mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kg BB dapat menurunkan kadar besi di limpatikus yang diberi besi berlebih lebih baik dari mangiferin saja.


Background: Iron overload is a condition caused by increased intake or disruption of the excretion process. Thalassemia is one of the causes of iron overload, especially transfusion-dependent thalassemia (TDT). Transfusion-dependent thalassemia can cause iron overload and iron accumulation in several organs, including the spleen. Therefore, the patients also need iron chelator to excrete excessive iron, but it is expensive and has many side effects. The previous study shows mangiferin could act as an iron chelator but has low bioavailability. Therefore, we conducted this experimental study to compare mangiferin and mangiferin in chitosan-nanoparticle as an iron chelating agent.

Methods: Spleens from twenty five male Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups, which are normal (N), negative control (KN), mangiferin 50 mg/kgBW (M50), mangiferin in chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW (MN50), and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW (MN25). After 28 days, rats were sacrificed and the spleen were taken to measure the iron level using atomic absorbance spectrophotometer at 248,3 nm wavelength. 

Results: From the measurement, the mean of iron level in spleen (µg Fe/g tissue) of M50 group (1200,80±126,05), MN50 group (918,38±427,63), and MN25 group (645,73±178,89). In this study, those three groups did not significantly different with negative control group (KN). But, there was a significant difference between M50 and MN25 groups (p=0,006).

Conclusion: Mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kg BW decreases the iron level in spleen of the iron overload rats better than mangiferin only.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Dwi Haryanto
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi penumpukan zat besi di tubuh sering terjadi pada pasien talasemia yang bergantung pada transfusi darah. Kelebihan zat besi dapat memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) sehingga terjadi disfungsi organ. Limpa adalah salah satu organ yang terdampak dan dapat terjadi splenomegali yang dapat berujung pada splenektomi. Terapi kelasi besi diperlukan untuk mengurangi akumulasi zat besi. Mangiferin memiliki properti antioksidan sehingga dianggap dapat menjadi obat alternatif terapi kelasi. Namun, rendahnya bioavailibilitas mangiferin menghambat pengembangan dan aplikasi klinisnya. Penghantaran obat menggunakan nano-carrier menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki bioavailibilitas mangiferin. Penelitian ini menganalisis kadar mangiferin biasa dibandingkan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat pada limpa tikus Sprague-Dawley. Metode: Penelitian menggunakan data dari tiga kelompok homogenat organ limpa tikus Sprague-Dawley tersimpan yang diinduksi kelebihan besi. Kelompok dibagi menjadi limpa yang diberi mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB, mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB, serta mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB. Kadar mangiferin pada limpa diukur menggunakan HPLC. Hasil: Kadar rata-rata mangiferin pada organ limpa tikus Sprague-Dawley (ng/g jaringan) pada kelompok M50K (686,1±168,55), kelompok M50NP (924,6±253,63), dan kelompok M25NP (683,75±240,52). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelomok tersebut. Kesimpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak meningkatkan kadar mangiferin pada limpa tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dan tidak ada perbedaan bermakna antara kadar mangiferin pada pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB dibanding dosis 25 mg/kgBB. ......Introduction: Iron overload in the body often occur in transfusion-dependent thalassemia patients. This condition can trigger the formation of reactive oxygen species (ROS) resulting in organ dysfunction. Spleen is one of the organs affected and it can lead to splenomegaly which leads to splenectomy. Iron chelation therapy is required to reduce iron accumulation. Mangiferin has antioxidant properties, therefore, it is considered as an alternative medicine for iron chelation therapy. However, the low bioavailability restricts the development and clinical application of mangiferin. Drug delivery using nano-carriers is an option to increase the bioavailability of mangiferin. This study analyzed the levels of conventional mangiferin compared to mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles in the spleen of Sprague-Dawley rats. Method: This study used data from three groups of spleen organ homogenate storage of Sprague-Dawley rats induced by iron overload. The groups were divided into spleens which were given conventional mangiferin 50 mg/kgBW, mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 50 mg/kgBW, and mangifeirn in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kgBW. Spleen mangiferin levels were measured using HPLC. Result: The mean level of mangiferin in the spleen organs of Sprague-Dawley rats (ng/g tissue) in the M50K group (686,1±168,55), M50NP group (924,6±253,63), and M25NP group (683,75±240,52). There was no significant difference in the three groups. Conclusion: Administration of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles did not increase the spleen mangiferin levels in Sprague-Dawley rats compared to conventional mangiferin and there was no significant difference between mangiferin levels in spleen after the administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticles between doses of 50 mg/kgBW and 25 mg/kgBW.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Sutanto
Abstrak :
Angka parasit dan angka limpa yang biasanya digunakan untuk menentukan keadaan penyakit malaria di suatu daerah mempunyai beberapa kendala. terutama bila diaplikasi di daerah hiper atau holoendemi dimana faktor kekebalan turut memegang peranan penting. Karena itu diparlukan cara lain untuk menutupi kekurangan tsb, misalnya dengan melakukan pemeriksaan seroepidemiologi. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan seroepidemiologi. 616 serum penduduk berbagai daerah endemi (meso-hiper-holo) diberbagai desa, kecamatan Mimika Timur, Fak-Fak, Irian Jaya, dengan menggunakan antigen stadium skizon P.falciparum yang dikultur secara in vitro sesuai dengan metode Trager & Jansen. Hasilnya menunjukkan 84.1% (5187616) penduduk yang diperiksa mengandung zat anti skizon P.falciparum. Hubungan antara zat anti ini dengan malariometri: yaitu parasitemia menunjukkan bahwa titer positif rata-rata pada kelompok tampa parasitemia lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan parasitemia (Mann-WhitneY, P=0.0419), sebaliknya titer positif rata-rata pada kelompok dengan splenomegali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa splenomegali (Mann--Whitney, P=0.0126). Sadangkan berdasarkan tingkat endemisitas, ditemukan perbedaan bermakna baik angka seropositi.f maupun titer positif rata-rata antara desa meso dengan hiperendemik (chi-square, p=0.00000 ; Kruskal-Wallis, p=0.0000) dan antara: meso dengan holoendemik (chi-square, p=0.0000 ; Kruskal--Wallie, p=0.0000).
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Labibah Qotrunnada
Abstrak :
ABSTRAK
Jumlah parasitemia pada infeksi malaria yang ada di dalam darah perifer tidak mampu menunjukkan total biomassa parasit malaria. Total biomassa parasit malaria yang diukur dengan pemeriksaan antibodi histidine rich protein HRP dan Plasmodium lactate dehydrogenase pLDH menunjukkan bahwa biomassa parasit malaria lebih tinggi dibandingkan dengan parasitemia di darah perifer. Biomassa parasit malaria berhubungan dengan inflamasi sistemik dan tidak berhubungan dengan aktivasi endotel. Oleh karena itu, biomassa parasit malaria kemungkinan tidak terakumulasi di sel-sel endotel, melainkan di organ non endotel seperti limpa. Penelitian tentang malaria di limpa masih sangat jarang dilakukan, namun ada beberapa yang menunjukkan terdapat perbedaan arsitektur limpa yang terinfeksi oleh P. falciparum dan P. vivax. Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan sel inang yang diinfeksi, yaitu eritrosit pada P. falciparum dan retikulosit pada P. vivax. Sebanyak 12 sampel limpa pasien splenektomi digunakan untuk membuktikan apakah limpa manusia merupakan reservoir parasit malaria dan terjadi penghindaran respons imun di limpa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi berat limpa pasien berhubungan dengan tingginya parasitemia, luas pulpa putih dan akumulasi parasit malaria. Akumulasi P. falciparum juga terjadi di limpa dengan tingginya parasitemia di limpa namun stadium hidup yang muda lebih banyak ditemukan di limpa. Hal tersebut berhubungan dengan mekanisme penghindaran respons imun dengan dugaan sekuestrasi di pembuluh darah sehingga menurunkan stadium matang di limpa. Mekanisme penghindaran pada stadium yang lebih muda juga dilakukan dengan cara membentuk rosetting. Akumulasi P. vivax di limpa tidak dapat dideskripsikan di penelitian ini karena jumlah sampel yang sedikit dengan parasitemia rendah. Namun penelitian ini mampu memprediksi kemungkinan akumulasi P. vivax di limpa dengan tingginya retikulosit di limpa.Kata kunci: Limpa, Malaria, P. falciparum, P. vivax, limpa, retikulosit.
ABSTRACT
The number of parasitemia in malaria infections from peripheral blood was not able to show the total parasite biomass. Total malaria parasite biomass as measured by histidine rich protein HRP and Plasmodium lactate dehydrogenase pLDH antibody test showed higher parasitic biomass than parasitemia in peripheral blood. Total parasite biomass was not correlated with endothelial activation. Therefore parasite biomass was possible to accumulate in non endothelial organ such as the spleen. Research on malaria in the spleen was still very limited, but there were some that showed the differences of splenic architecture in P. falciparum and P. vivax infection. The difference was due to the difference of infected host cell ie red blood cell in P. falciparum and reticulocyte in P. vivax. A total of 12 spleen from splenectomy patients were used to prove whether the human spleen is malaria parasite reservoir and the escaping immune response in the spleen. The results showed that the higher spleen weight was associated with high parasitemia, white pulp area, and accumulation of malaria parasites. P. falciparum accumulation also occurs in the spleen with high parasitemia in the spleen but younger life stages are more common in the spleen. It is related to the mechanism of escaping the immune response with sequestration in the blood vessels thereby decreasing the mature stage in the spleen. The mechanism of escaping immune respons in the spleen at younger stages was also done by forming rosetting. The accumulation of P. vivax in the spleen can not be described in this study because of the limited number of samples with low parasitemia. However, this study was able to predict the possibility of P. vivax accumulation in the spleen with high reticulocytes in the spleen.Keywords Spleen, Malaria, P. falciparum, P. vivax, spleen, reticulocyte.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Setiawati Kusumaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia dan lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut. Akupunktur sebagai salah satu alternatif terapi memiliki peran pada kasus keganasan. Dari penelitian-penelitian terdahulu diketahui bahwa mekanisme akupunktur sebagai terapi kanker dengan mengaktivasi jalur neurohormonal dan modulasi sistem imun, terutama meningkatkan aktivitas sel NK. Sel NK banyak terdapat dalam limpa sebagai organ limfoid. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik yang bertujuan untuk membuktikan tindakan EA dapat meningkatkan diameter pulpa alba limpa. Penelitian ini dilakukan terhadap 20 sediaan preparat tumor dari mencit C3H model adenokarsinoma mammae yang dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah kelompok yang tidak mendapatkan EA, kelompok yang mendapatkan 1x EA, kelompok yang mendapatkan 2x EA dan kelompok yang mendapatkan 3x EA. Tindakan elektroakupunktur menggunakan gelombang kontinyu dengan frekuensi 2 Hz selama 15 menit, pada titik ST36 Zusanli, BL18 Ganshu dan BL20 Pishu. Hasil penelitian didapatkan rerata diameter terbesar terdapat pada kelompok yang mendapatkan 3x EA (497,86 ± 122,261). Namun dengan uji ANOVA tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok penelitian, dengan nilai p = 0,094. Kesimpulan yang diperoleh yaitu elektroakupunktur dapat meningkatkan diameter pulpa alba limpa mencit C3H model adenokarsinoma mammae.
ABSTRACT<>br> Breast cancer is one of the most common cancers in Indonesia and more than 80% of cases are found to be in an advanced stage. Acupuncture as an alternative therapy has a role in the case of malignancy. From previous studies known that the mechanism of acupuncture as cancer therapy by activating neurohormonal pathways and immune system modulation, especially increase the activity of NK cells. NK cells are widely present in the spleen as lymphoid organs. This research is a laboratory experimental study that aims to prove the action of EA can increase the diameter of the white pulp spleen. This study was conducted on 20 preparations of tumor preparations from C3H mice of mammae adenocarcinoma model divided into 4 groups. The group is a group that does not get an EA, a group that gets 1x EA, a group that gets 2x EA and a group that gets 3x EA. The electroacupuncture uses a continuous wave, frequency of 2 Hz for 15 minutes, at the point ST36 Zusanli, BL18 Ganshu and BL20 Pishu. The results showed that the largest diameter was found in the group that received 3x EA (497,86 ± 122,261). However, the ANOVA test showed no significant difference between the study groups, with p = 0,094. The conclusions obtained are that electroacupuncture can increase the diameter of the white pulp spleen in C3H mice with adenocarcinoma mammae.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qarina Hasyala Putri
Abstrak :
Latar belakang: Imunoterapi merupakan salah satu terapi alergi melalui modulasi sistem imun. CpG ODN adalah agonis TLR9 yang digunakan untuk imunoterapi. CpG ODN mendorong peralihan respon imun dari tipe Th2 ke tipe Th1. Karena CpG ODN bermuatan negatif, maka diperlukan suatu sistem penghantaran untuk meningkatkan efikasinya. Nanopartikel kitosan banyak digunakan sebagai sistem penghantaran obat yang memiliki target mukosa. Penelitian ini bertujuan menganalisis profil IFN-γ, IL-10, IL-13 dan IgE anti ovalbumin pada limpa mencit alergi ovalbumin setelah pemberian CpG ODN terangkai nanopartikel kitosan secara intranasal. Dalam penelitian ini juga dilakukan uji korelasi antara IFN-γ dan IL-13. Metode: 25 ekor mencit Balb/c dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol sehat, kontrol alergi, terapi CpG ODN nanopartikel kitosan, terapi CpG ODN, terapi nanopartikel kitosan. Mencit Balb/c diinduksi alergi dengan ovalbumin 10 ug pada hari ke-0 dan ke-7, sedangkan kontrol sehat diberikan PBS kemudian dilanjutkan dengan stimulasi pada hari ke-21, 22, 23 serial selama 3 minggu secara intranasal. Terapi CpG ODN nanopartikel kitosan 10 ug, CpG ODN 10 ug dan nanopartikel kitosan diberikan 1 jam setelah stimulasi ovalbumin intranasal. Konsentrasi IFN-γ, IL-10, IL-13, dan IgE anti ovalbumin diukur dengan metode sandwich ELISA. Analisis statistik menggunakan uji ANOVA yang dilanjutkan dengan post hoc LSD untuk data normal dan homogen, sedangkan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk data tidak normal dan tidak homogen. Korelasi antara IFN-γ dan IL-13 diuji dengan uji Spearman. Hasil: Konsentrasi IFN-γ dan IL-10 pada kelompok CpG ODN nanopartikel kitosan menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol alergi, namun tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05), sedangkan konsentrasi IL-13 dan IgE anti ovalbumin menunjukkan hasil lebih rendah pada kelompok CpG ODN nanopartikel kitosan dibanding kelompok kontrol alergi pada limpa mencit alergi kelompok terapi CpG ODN terangkai nanopartikel kitosan, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0,05). Konsentrasi IFN-γ dan IL-10 pada kelompok CpG ODN nanopartikel kitosan terlihat lebih tinggi dibandingkan kelompok CpG ODN dan kelompok nanopartikel kitosan dan sebaliknya pada konsentrasi IL-13, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Konsentrasi IgE anti ovalbumin pada kelompok CPG ODN nanopartikel kitosan lebih tinggi dibandingkan kelompok CpG ODN dan nanopatikel kitosan. Tidak terdapat korelasi antara IFN-γ dan IL-13 (p> 0,05, r=0,074). Simpulan: CpG ODN terangkai nanopartikel kitosan cenderung menstimulasi peningkatan IFN-γ dan IL-10 serta penurunan produksi IL-13 dan IgE anti ovalbumin pada limpa mencit alergi. ......Background: Immunotherapy is an allergy therapy through modulation of the immune system. CpG ODN is a TLR9 agonist used for immunotherapy. CpG ODN promotes a shift in the immune response from the Th2 type to the Th1 type. Because CpG ODN is negatively charged, a delivery system is needed to increase its efficacy. Chitosan nanoparticles are widely used as a drug delivery system that targets mucosa. This study aimed to analyse the profile of IFN-γ, IL-10, IL-13 and IgE anti ovalbumin in the spleens of ovalbumin allergic mice after intranasal administered chitosan nanoparticles CpG ODN. This study also examined the correlation between IFN-γ and IL-13. Methods: 25 Balb/c mice were divided into 5 groups: healthy control group, allergy control group, chitosan nanoparticle CpG ODN therapy, CpG ODN therapy, chitosan nanoparticle therapy. Balb/c mice were allergy-induced with ovalbumin 10 μg on day 0 and 7, while healthy control groups were given PBS then continued with stimulation on days 21, 22, 23 serial for 3 weeks intranasally. Therapy of 10 ug chitosan nanoparticles CpG ODN, 10 ug CpG ODN and chitosan nanoparticles were given 1 hour after intranasal ovalbumin stimulation. The concentrations of IFN-γ, IL-10, IL-13, and anti-ovalbumin IgE were measured by the sandwich ELISA method. Statistical analysis used the ANOVA test followed by post hoc LSD for normal and homogeneous data. The Kruskal-Wallis test followed by the Mann-Whitney test for abnormal and homogeneous data. The correlation between IFN-γ and IL-13 was used by the Spearman test. Results: The IFN-γ and IL-10 concentrations in the CpG ODN chitosan nanoparticle group showed higher results than the allergy control group, but there was no significant difference (p> 0.05), while the IL-13 and anti ovalbumin IgE concentrations showed lower results in the CpG ODN chitosan nanoparticles group compared to the allergy control group in the allergic spleen of the allergic mice in the CpG ODN therapy group with chitosan nanoparticles, but there was no significant difference (p> 0.05). The IFN-γ and IL-10 concentrations in the CpG ODN group of chitosan nanoparticles were higher than the CpG ODN group and the chitosan nanoparticle group and vice versa at the IL-13 concentration, but statistically there was no significant difference (p> 0.05). The anti ovalbumin IgE concentration in the CpG ODN group of chitosan nanoparticles was higher than the CpG ODN and chitosan nanoparticle groups. There was no correlation between IFN-γ and IL-13 (p> 0.05, r = 0.074). Conclusion: The CpG ODN chitosan nanoparticle sequences tended to stimulate the increase of IFN-γ and IL-10 and decreased the production of IL-13 and IgE anti ovalbumin in the spleen of allergic mice.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliant Beauty Artika Putri
Abstrak :
Kelebihan besi dapat terjadi akibat transfusi berulang dan peningkatan absorpsi besi pada pasien talasemia. Talasemia dapat menyebabkan splenomegali dan hiperaktivitas limpa, sedangkan kelebihan besi menyebabkan kerusakan DNA dan stress oksidatif. Mangiferin dalam buah Phaleria macrocarpa memiliki potensi sebagai agen pengkelat besi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ekstrak etanol buah Mahkota Dewa dalam menurunkan kadar besi organ limpa tikus yang mengalami iron overload. Tikus Sprague-Dawley 30 ekor dikelompokkan menjadi normal, kontrol negatif, deferiprone 462,5 mg/kgBB, mangiferin 50 mg/kgBB, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB (PM1), dan Phaleria macrocarpa 200 mg/kgBB (PM2). Setiap kelompok, kecuali normal, diinjeksikan iron sucrose 15 mg sebanyak 2 kali seminggu secara intraperitoneal. Pada minggu ke-7, dilakukan pengambilan organ limpa untuk dibuatkan homogenat. Homogenat direaksikan dengan HNO3 dan asam perklorat, kemudian ditambahkan aquades dan disaring sebelum kadar besi diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Kadar besi dimasukkan ke dalam rumus dan dianalisis dengan Kruskall-Wallis. Seluruh kelompok yang diinduksi besi memiliki kadar besi lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. Kelompok deferiprone, mangferin, dan PM1 memiliki kadar besi cenderung lebih tinggi daripada kelompok negatif, sedangkan kadar besi PM2 cenderung lebih rendah. Kelompok PM2 menurunkan kadar besi lebih besar daripada PM1, mangiferin, dan deferiprone. ......Iron overload can happen due to repeated transfusion and increased iron absorption in thalassemia patients. Thalassemia can cause splenomegaly and hypersplenism, while iron overload causes DNA’s damage and oxidative stress. Mangiferin from Phaleria macrocarpa’s fruit has potential as iron chelator and antioxidant. This study intends to evaluate ethanol extract of Phaleria macrocarpa’s fruit in reducing iron value in spleen from iron overloaded rats. A total of 30 Sprague-Dawley rats were sorted into normal group, negative control, deferiprone 462,5 mg/kgBW, mangiferin 50 mg/kgBW, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBW (PM1), and Phaleria macrocarpa 200 mg/kgBW (PM2). Every group, except normal, was administered with iron sucrose 15 mg twice a week through intraperitoneal. At week 7th, spleen organs were taken to create homogenates. Homogenates were reacted with HNO3 and perchlorate acid, then added with aquades and filtered before iron levels were measured by Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Iron levels were inputted in the formula and analyzed using Kruskall-Wallis. All induced groups have higher iron levels compared to the normal group. Deferiprone, mangiferin, and PM1 tended to have higher iron levels compared to negative control, while iron levels of PM2 tended to be lower. PM2 group reduced iron levels more than PM1, mangiferin, and deferiprone.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>