Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
R. Danardono Agus Sumarsono
"
ABSTRAKProgram Langit Biru Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan adalah memproduksi bensin tanpa timbal yang dikenal dengan Super-TT 98. Langkah awal dalam memproduksi Super-TT 98 adalah melakukan running test dengan mengatur kondisi operasi pada Unit Catalytic Condensation agar spesifikasi produk Polygasoline dapat diarahkan menjadi spesifikasi Super-TT 98. Apabila hasil tersebut ditemui suatu limitasi atau hambatan dalam proses pembuatannya maka langkah selanjutnya adalah melakukan modifikasi peralatan pada Stabilizer C-103 dengan menarik produk cairan pada piringan atau tray tertentu yang sesuai dengan spesifikasi Super-TT 98. Keuntungan yang diperoleh jika melakukan modifikasi dibandingkan dengan melaksanakan hasil running test adalah dapat mengatasi limitasi/hambatan dan menekan kerugian sebesar US $9.196 per-hari. Berdasarkan pertimbangan kelayakan ekonomi menggunakan parameter Internal Rate of Return sebesar 220,8% diharapkan modifikasi ini layak untuk dilaksanakan
ABSTRACTBlue Sky Program of Pertamina Processing Unit 6 of Balongan is produce Unleaded Gasoline that recognized as Super-TT 98. The first step to produce Super-IT 98 is conduct running test with adjusting operation condition of Catalytic Condensation Unit in order that specification of Polygasoline product become Super-TT 98. if there are several limitations, however, the next step is making modification on Stabilizer C-103 equipment with pull out the liquid on certain tray that suitable with Super-TT 98 specification.
Making modification have several advantages if compared with running test. The first is able to overcome limitations and the second is able to omit financial loss about US $9.196 per-day. Based on economic feasibility that use Internal Rate of Return about 220.8% this modification is feasible to implement"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Fristian Hadinata
"Skripsi ini merupakan penelitian transendental (Tranzendentalforschung) yang mencari syarat-syarat memungkinkan (conditio sine qua non) dari pengetahuan sehingga menjadi landasan bagi epistemologi resiprokal multivariat. Penelitian ini menggunakan metode refleksi kritis dan fenomenologi-hermenutika untuk menganalisis dua variabel primier pengetahuan, yaitu ketidakpastian dan limitasi. Tujuan dari penelitan ini adalah memperlihatkan ada kriteria sederhana untuk pertanggungjawaban pengetahuan agar terhindar dari jebakan relativisme murni dan absolutisme, yaitu koherentisme holistik fraktal. Dengan demikian, pemahaman pengetahuan adalah sebuah pengertian tentang argumentasi yang tak kunjung henti di dalam kedinamisan ketegangan dua variabel, yaitu Ketidakpastian dan limitasi.
The Focus of this study is transcendental research (Tranzendentalforschung) that explore the condition of possibility (conditio sine qua non) of knowledge which will be the background for reciprocal multivariate epistemology. This research uses method of critical reflection and phenomenology-hermeneutics to philosophizing two primary variables of knowledge, uncertainty and limitation. The objective of this research is to show the existence of simple criteria justification of knowledge to avoid from the traps of pure relativism and absolutism, that is holistic fractal coherentism. Therefore, the understanding of knowledge is a understanding about on going argumentation in dynamic tension two variables, uncertainty and limitation."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S16161
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Hana Humaira Akbar
"Makalah ilmiah akhir ini merefleksikan pengalaman magang saya di program penelitian Receh Coreng, dengan fokus pada tantangan yang saya hadapi sebagai mahasiswa antropologi yang diharapkan untuk menerapkan metode etnografi dalam lingkungan penelitian transdisipliner. Terlepas dari pembelajaran saya sebelumnya, penerapan praktik metode etnografi terbukti sulit, terutama saat mengintegrasikannya ke dalam kerangka penelitian multidisiplin yang lebih luas. Dalam pelaksanaannya, saya menemukan berbagai limitasi mulai dari tahap pra lapangan, penelitian lapangan, pengorganisasian, dan pengolahan data. Dalam setiap prosesnya, saya menyadari bahwa etnografi tidak bisa diimplementasikan secara maksimal. Dengan mengacu pada Hammersley dan Atkinson (2007), makalah ini merefleksikan dan membandingkan kesenjangan antara pelatihan teoritis dan praktis, menggambarkan hambatan dan kendala spesifik yang saya dihadapi selama penelitian magang. Melalui refleksi ini, saya mengeksplorasi bagaimana ekspektasi penggunaan metode etnografi sering kali tidak sesuai dengan implementasi nyatanya dalam penelitian transdisipliner. Refleksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan praktik metode etnografi dalam penelitian interdisipliner.
This final scientific paper reflects on my internship experience at the Receh Coreng research program, focusing on the challenges I faced as an anthropology student expected to apply ethnographic methods in a transdisciplinary research environment. Despite my prior learning, the practical application of ethnographic methods proved difficult, especially when integrating them into a broader multidisciplinary research framework. In its implementation, I encountered various limitations from the pre-field, field research, organizing, and data processing stages. Throughout the process, I realized that ethnography could not be implemented to its full potential. With reference to Hammersley and Atkinson (2007), this paper reflects on and compares the gap between theoretical and practical training, describing the specific obstacles and constraints I faced during my internship research. Through this reflection, I explore how expectations of using ethnographic methods often do not match the actual implementation in transdisciplinary research. This reflection aims to provide a deeper understanding of the challenges of practicing ethnographic methods in interdisciplinary research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Florianti Kurnia Sjaaf
"
ABSTRAKKovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya mengizinkan negara untuk melakukan penggusuran paksa selama memenuhi tolok ukur yang diberikan. Skripsi ini akan membahas secara komprehensif tolok ukur penggusuran paksa yang diatur oleh kedua kovenan hak asasi manusia internasional tersebut beserta aplikasinya di dalam yurisprudensi Komite Hak Asasi Manusia dan Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Tolok ukur tersebut kemudian akan turut diaplikasikan di dalam kasus penggusuran paksa yang dilakukan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, pada tahun 2016. Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara yang telah dilakukan, negara dapat menjustifikasi penggusuran paksa jika memenuhi tolok ukur lsquo;lawful rsquo; dan lsquo;non-arbitrary. Penggusuran paksa di Bukit Duri tidak memenuhi kedua tolok ukur tersebut.
ABSTRACTThe International Covenant on Civil and Political Rights and the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights allow states to conduct forced eviction as long as it is carried out within the given boundaries. This study will comprehensively elaborate each standards given by the two international human rights covenants as well as the implementation of those standards in the cases of Human Rights Committee and Committee on Economic, Social and Cultural Rights. The standards will then be applied to analyze the case of forced eviction in Bukit Duri, South Jakarta, in the year of 2016. Based on the literature review and the interviews that have been conducted, it can be concluded that states can justify their action of forced eviction if it fulfills the standards of lsquo lawful rsquo and lsquo non arbitrary rsquo . The Bukit Duri forced eviction did not fulfill those standards."
2017
S68117
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sarah Puteri Adelia
"Anxiety adalah sebuah respon terhadap ruang berdasarkan interpretasi kualitas spasialnya yang melingkupi rasa takut, panik dan cemas. Kondisi ini seringkali dirasakan, bahkan pada ruang domestik yang seharusnya merupakan tempat individu merasa paling aman. Kehidupan domestik berpusat pada sekelompok individu yang terus mengalami perubahan gaya hidup, perubahan behavior dan selalu mencari kenyamanan. Perancangan arsitektur tidak selalu tepat dalam mempertimbangkan kedinamisan hidup domestik tersebut, melainkan berpotensi untuk melimitasi keleluasaan individunya dalam ruang tinggalnya. Anxiety merupakan hal yang dirasakan ketika adanya limitasi spasial, begitu pula dengan hilangnya batasan pada ruang. Maka dari itu, teritorialisasi dan personalisasi dilakukan untuk mewujudkan batasan serta kualitas spasial yang diharapkan.
Dengan demikian, skripsi ini akan memaparkan hubungan antara anxiety dan limitasi pada ruang dengan menjelaskan peran elemen spasial yang menghasilkan kualitas interior, serta bagaimana teritorialisasi dan personalisasi dilakukan untuk mengurangi anxiety tersebut. Studi kasus akan dilakukan untuk menunjukkan bagaimana performa elemen spasial dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap ruangnya sehingga dapat digunakan sebagai tools untuk meringankan perasaan anxiety yang tidak dapat dihindari selama berkembangnya kehidupan masyarakat.
Anxiety is one’s response towards their interpreted space based on its spatial qualities, which includes feelings of fear, panic and worry. This condition is often felt in a domestic space despite it being considered one’s safe space. Domestic life centers around a group of individuals who constantly face changes in their lifestyle, behaviors and are always seeking comfort. Architectural designs do not always accurately accommodate these dynamic changes in one’s domestic life, moreso potentially limiting their spatial freedom. These spatial limitations are what causes the feeling of anxiety, and so does the nonexistence of boundaries. Hence, a process of territorialization and personalization is done to construct the appropriate boundaries and the wanted spatial qualities.This thesis is written to describe the relations between anxiety and limitations in space by explaining the roles of spatial elements which creates the quality of an interior, along with how territorialization and personalization are carried out to lift up said anxiety. A study case is conducted to demonstrate how the performance of spatial elements may affect one’s perception of their space, and how it becomes a tool to lessen the chance for someone to feel anxiety in space regardless of the changing dynamics in their life."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library