Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Ansari
"Paradigma baru dalam pengelolaan dan perkembangan industri pertimahan di Provinsi Bangka Belitung telah memunculkan perusahaan-perusahaan yang melaksanakan pemurnian bijih timah. Dalam proses pemurnian bijih timah hingga menjadi logam timah juga menghasilkan s/ag timah yang mengandung unsur radioaktif. Slag yang dihasilkan dikategorikan sebagai TENORM. Data pengukuran radioaktivitas yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa slag yang dihasilkan mengandung unsur radioaktif melebihi batas yang telah ditentukan. Berdasarkan rekomendasi dari Basic Safety Standard yang dikeluarkan oleh international Atomic Energy Agency (IAEA), batas tindakan penanganan TENORM apabila konsentrasinya = 1000 - 10.000 Bq/kg atau mempunyai paparan radiasi gamma = 50 pR/jam. Jika konsentrasi unsur radioaktif dalam TENORM telah memenuhi batasan tersebut maka TENORM harus dikendalikan sebagaimana halnya limbah radioaktif. Dengan kondisi tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundangan, pengeloljaan terhadap slag yang dihasilkan wajib memiliki izin pemanfaatan tenaga nuklir. Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan smelter timah sehingga belum mengelola limbah yang mengandung unsur radioaktif dan membandingkan kinerja sme/er timah dalam pengelolaan limbah yang mengandung unsur radioaktif. Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis faktor-faktor yang. mempengaruhi dan membandingkan kinerja syneiter dalam rangka pengelolaan limbah yang mengandung unsur radioaktif ramah lingkungan.

The new paradigm in the management and development on tin industry in Bangka Belitung Province has made the emergence of companies whose business is in the menagement and purification of tin ore. On the other hand, the process of the processing and purification of tin ore into tin metal also produce byproduct such as among others monasite, ilmenite, and slag which contain radioactive elements. Category of produced s/ag is TENORM. Radioactivity measurement data from the previous research indicates that the slag produced contains radioactive elements exceeding the established limit. Based on the recommendations from basic Safety Standard issued by IAEA, the limit for management of TENORM is if the concentration is = 1000 - 10.000 Ba/kg or it has gamma-radiation exposure = 50 pR/hour. if concentration of radioactive elements exceeding the established limit of TENORM, It must be controlled in the same manner as in controlling radioactive wastes. Given the condition, pursuant to laws and regulations the management of produced slag requires a licence for utilization of nuclear energy. This research identifies factors influencing the activities of tin smelter which makes the management of waste and compare the performance of tin smelter in managing the waste containing radioactive elements are not yet properly conducted. This research has the objective to analyze factors influencing and compare the performance of tin smelter, environmentally-friendly in managing the waste containing radioactive elements from tin smelters.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34337
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nofrizal
"[Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Tinjauan
Pencatatan Perjanjian Lisensi Merek Pada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual menurut UU no. 15 tahun 2001 tentang merek. Permasalahan dalam
tesis ini adalah apakah undang-undang merek sudah cukup mengatur tentang
perjanjian lisensi merek, apakah konsekuensi atas perjanjian lisensi yang belum
dicatatkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, apakah kendalakendala/
hambatan dalam praktek dengan belum diterbitkannya PP tentang tata
cara pencatatan perjanjian lisensi merek. Penulisan tesis ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya.
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, belum cukup mengatur
tentang hal-hal yang berkaitan dengan merek terutamanya tentang perjanjian
Lisensi Merek. Karena dalam undang-undang ini hanya terdapat aturan secara
umum, belum terdapat aturan yang mengatur secara khusus tentang merek
tersebut. Konsekuansi yang didapat oleh penerima atau pemberi lisensi adalah
tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap perjanjian lisensi yang mereka
buat atas Hak Kekayaan Intelektual. Karena perjanjian lisensi yang tidak
dicatatkan pada Direktorat Jenderal, maka tidak akan mengikat pihak ketiga..
Kendala-kendala/hambatan dalam praktek dengan belum diterbitkannya Peraturan
Presiden tentang tata cara pencatatan perjanjian lisensi adalah mengakibatkan
perjanjian lisensi itu tidak di proses oleh Direktorat Jenderal, serta syarat-syarat
atas pencatatan perjanjian lisensi tersebut tidak dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Akibat lain adalah pemohon merasa kurang perlu mencatatkan suatu
perjanjian lisensi yang dibuatnya, sehingga mengakibatkan berkurangnya
pemohon;This thesis aims to determine how Registration Overview Trademark
License Agreement In the Directorate General of Intellectual Property by Law no.
15 2001 about the trademark. The problem in this thesis is Does the law
governing the trademark has enough trademark licensing agreement, whether the
consequences of the license agreement which has not been recorded at the
Directorate General of Intellectual Property, whether the obstacles / barriers in
practice by not issuing the PP regarding the procedure of recording the license
agreement trademark. This thesis uses normative law research method with
secondary data as its data source.Act No. 15 of 2001 on Trademarks, have not
sufficiently regulate on matters relating to the trademark mainly on Trademark
License Agreement. Because in this law there are only general rules, yet there
were rules governing specifically about the trademark. Consequences obtained by
the recipient or licensor is no legal protection against license agreements they
make. Due to licensing agreements that are not listed in the Directorate General,
it will not be binding on third parties .Constraints / obstacles in practice by not
issuing a Presidential Regulation on the procedure of registration of the license
agreement is resulting in a license agreement it is not in the process by the
Directorate-General, as well as on registration terms of the license agreement
can not be implemented properly. Another consequence is the applicant felt less
need to record a license agreement made, thus resulting in fewer applicants, This thesis aims to determine how Registration Overview Trademark
License Agreement In the Directorate General of Intellectual Property by Law no.
15 2001 about the trademark. The problem in this thesis is Does the law
governing the trademark has enough trademark licensing agreement, whether the
consequences of the license agreement which has not been recorded at the
Directorate General of Intellectual Property, whether the obstacles / barriers in
practice by not issuing the PP regarding the procedure of recording the license
agreement trademark. This thesis uses normative law research method with
secondary data as its data source.Act No. 15 of 2001 on Trademarks, have not
sufficiently regulate on matters relating to the trademark mainly on Trademark
License Agreement. Because in this law there are only general rules, yet there
were rules governing specifically about the trademark. Consequences obtained by
the recipient or licensor is no legal protection against license agreements they
make. Due to licensing agreements that are not listed in the Directorate General,
it will not be binding on third parties .Constraints / obstacles in practice by not
issuing a Presidential Regulation on the procedure of registration of the license
agreement is resulting in a license agreement it is not in the process by the
Directorate-General, as well as on registration terms of the license agreement
can not be implemented properly. Another consequence is the applicant felt less
need to record a license agreement made, thus resulting in fewer applicants]"
Universitas Indonesia, 2015
T44285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faraby Advisda Ilmi
"Pencabutan izin usaha pertambangan sebagai bentuk sanksi administratif terhadap pemegang izin usaha pertambangan batubara menimbulkan permasalahan terkait pelaksaan kewajiban reklamasi dan pascatambang. Ditemukan kasus yaitu perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara pada Provinsi Bengkulu dan Provinsi Riau setelah izinnya dicabut, kewajiban reklamasi dan pascatambangnya tidak dilaksanakan. Padahal sudah dinyatakan secara tegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pasatambang bawa sanksi administratif berupa penabutan izin usaha pertambangan batubara tidak mengilangkan kewajibannya untuk melakukan reklamasi dan pasatambang.
Reklamasi dan Pascatambang wajib dilaksanakan untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup yang terganggu akibat pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan batubara. Penelitian ini akan mencoba menguraikan permasalahan tersebut dan menguraikan kekurangan yang ada dalam pengaturan mengenai reklamasi dan pascatambang. Metode penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemegang izin usaha pertambangan batubara yang telah dicabut tidak melaksanakan kewajiban reklamasi dan pascatambang.

Revocation of coal mining business licences as a form of administrative sanction toward holders of coal mining business licenses raises problems related to the implementation of reclamation and postmining obligations. It was found that the holder of coal mining business licenses in Bengkulu Province and Riau Province after its licenses are revoked, its reclamation and postmining obligations are not implemented. Whereas it has been stated explicitly in Government Regulation Number 78 Year 2010 about reclamation and postmining that administrative sanction in the form of revocation of coal mining business licences does not eliminate its obligation to do reclamation and postmining.
Reclamation and postmining must be implemented to restore environmental functions that are disrupted by the activity of coal mining. This research will attempt to elaborate on the issue and elaborate in the lack of government regulation related to reclamation and postmining. The method in writing this thesis is normative juridical method. The results of this research indicate that the holder of coal mining business licence that has been revoked does not carry out the reclamation and postmining obligations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wienda Messabela
"Setiap individu tentu membutuhkan barang dan/atau jasa dalam kehidupan sehari-harinya. Keberadaan barang dan/atau jasa tersebut tentunya tidak terlepas dari aspek merek. Sebagai salah satu bidang dalam Hak Kekayaan Intelektual, merek, khususnya merek terkenal yang lebih ditekankan disini memiliki suatu nilai tersendiri yang bersifat komersil. Merek terkenal umumnya lebih diprioritaskan seseorang dalam menentukan pilihan, dan dengan sendirinya, menjadikan pemilik dari merek terkenal pada umumnya mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pemilik merek biasa.
Dengan tingginya nilai yang terkandung dalam merek terkenal, maka menimbulkan minat dari pihak lain untuk turut dapat menikmati keuntungan merek terkenal tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Cara yang dimaksud adalah dengan pemberian lisensi. Dinyatakan baik dalam ketentuan internasional melalui Paris Convention dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dan peraturan perundang-undangan nasional melalui Undang-undang Horror 15 tahun 2001 bahwa pemilik merek berhak dan dapat memberikan izin bagi pihak ketiga untuk dapat turut serta menggunakan nama merek yang dimilikinya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Apabila kita berbicara mengenai lisensi, tentunya berbicara mengenai sejumlah hak dan kewajiban baik bagi pemberi lisensi maupun penerima lisensi. Hal ini dikarenakan pada intinya setiap perjanjian menerbitkan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, serta salah satu pihak lainnya yang berhak akan prestasi tersebut. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan hukum yang ada dalam lisensi, serta kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual maka umumnya pemilik merek mengkaji kualitas dari penerima lisensi terlebih dahulu sebelum memberikan lisensinya. Di sisi lain, penerima lisensi juga mengadakan pengkajian terlebih dahulu terhadap merek terkenal yang dimiliki pemberi lisensi. Hal inilah yang menyebabkan perjanjian lisensi dalam bidang merek umumnya terjadi terhadap merek terkenal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Rillifani
"Skripsi ini mengangkat topik mengenai pembatalan perjanjian lisensi. Pembatalan perjanjian pada dasarnya dimungkinkan atas alasan tidak terpenuhinya syarat subyektif perjanjian atau diatur secara khusus dalam perjanjian dan disepakati oleh para pihak serta tidak bertentangan dengan Pasal 1266 jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dapat dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum, dimana selama memenuhi unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Penulis mengangkat kasus yang terjadi atas pembatalan lisensi secara sepihak dalam sengketa Larutan Cap Kaki Tiga. Hal ini dapat diketahui bahwa pembatalan lisensi secara sepihak tidak dapat dikatakan sebagai PMH karena pemberian lisensi dari pemilik merek kepada penerima merek didasarkan atas kuasa dan bukanlah atas perjanjian yang formal, sehingga kedudukan kuasa tidak dapat dipersamakan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik begitu saja. Konsekuensi hukumnya adalah pemberi kuasa memiliki hak untuk menarik kuasanya atau mengakhiri lisensi tersebut kapan saja.

The thesis discusses about termination of a licence agreement. The termination of an agreement is basically permitted over reasons such as subjective terms, or specifically regulated in the agreement, agreed by the contracting parties, and is not contrary to Article No.1266 jo. Article No.1338 of KUHPer. All of undue agreement?s termination will be considered as tort. Such action of tort refers to Article 1365 KUHPer. The topic of termination of a licence agreement is referred to Larutan Cap Kaki Tiga dispute. The unilateral termination of licence agreement, in this case, is not a tort, for the licence given from the licencor to the licencee was based on authority, not a formal agreement. For that matter, an authority is not similar with an agreement, which cant be terminated unilaterally. Juridically, the consequences follow that the licencor reserves the right to withdraw the authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43149
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitohang, Indra Christy
"Skripsi ini membahas mengenai legalitas penggunaan foto potret yang diunggah ke dalam layanan berbagi foto instagram oleh tiap subjek potret. Kepastian atas penggunaan potret ini perlu diketahui karena sering sekali terjadi penggunaan potret di instagram yang tidak sah. Hal demikian terjadi karena terdapat ketidakjelasan pengaturan mengenai penggunaan potret. Di Indonesia, ketentuan mengenai penggunaan potret seseorang oleh pencipta diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang–Undang Hak Cipta mengharuskan pencipta meminta persetujuan terlebih dahulu kepada orang yang dipotret. Sedangkan pengaturan penggunaan potret oleh pengguna potret diatur di dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengharuskan pengguna potret untuk meminta lisensi dari pencipta dan penggunaan potret tersebut tidak boleh menimbulkan pencemaran nama baik dari orang yang dipotret.

This thesis discusses the legality of the use of portrait photos which uploaded to the photo sharing service instagram by each subject of the portrait. Legal certainty for the use of this portrait needed to be known because it often occurs the unauthorized use of portrait on instagram. It happens because there is a lack of regulation about the use of the portrait. In Indonesia, the regulation regarding the use of portrait by the author is ruled by The Law of Republic of Indonesia Number 19 Year 2002 Regarding Copyright. The act requires the creator to ask prior permission from the person portrayed. While the regulation the use of portraits by the user portrait, regulated in the Copyright Law and the Law on Information and Electronic Transactions that require users to ask a license from the author and the use of portrait may not cause defamation of the person portrayed."
2014
S54543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Zulpan E.
"Penelitian ini dilatarbelakangi karena kinerja pelayanan publik khususnya dalam birokrasi-birokrasi pemerintah sering terjadi tindakan exortion, yaitu menyalahgunakan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Praktek exortion itulah yang paling mengganggu masyarakat karena dalam praktek tersebut petugas sering meminta imbalan. Sering tanpa malu atas tugas dan tanggung jawab si pejabat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang salah satunya termasuk dalam pemberian SIM. Kini masyarakat tidak suka dengan proses pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu, berisiko, apalagi minim atensi dan empati. Mereka menginginkan pelayanan yang instan tetapi memuaskan. Bahkan, mereka menghendaki semua keinginan dan kebutuhannya terpenuhi dalam waktu singkat, tanpa perlu merasa khawatir dan cemas. Salah satu instansi yang pelayanannya kerap mendapat sorotan dari masyarakat adalah Satpas Polda Metro Jaya yang memiliki tugas pelayanan atas surat izin mengemudi (SIM). Proses pengurusan SIM di Polda Metro Jaya sering dikeluhkan oleh masyarakat. Penyebabnya adalah pelayanan yang tidak standar, terutama yang menyangkut ujian teori maupun praktek, persyaratan yang kurang jelas, waktu penyelesaian, biaya yang tidak seragam, praktek percaloan, dan ternpat pelayanan yang tidak nyaman. Oleh karena itu tesis ini bertujuan untuk menganalisa kualitas kinerja pelayanan SIM pada SATPAS Polda Metro Jaya dengan menggunakan metode Servqual.
Untuk sampai pada tujuan tersebut digunakan desain penelitian korelasional dengan melibatkan 500 responden yang diambil dengan teknik acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang sebelumnya teiah teruji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas melibatkan 30 sampel. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan formula statistika, yakni yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 12.
Hasil pengujian hipotesis ditemukan bahwa Kualitas pelayanan SATPAS SIM Polda Metro Jaya secara umum sudah baik dengan tingkat pemenuhan harapan pelayanan sebesar 89,3%. Meskipun semua harapan pemohon SIM belum dapat dipenuhi namun petugas sebenarnya sudah menunjukkan upaya maksimal dalam memberikan pelayanan kepada pemohon SIM.
Dimensi pelayanan yang pemenuhannya paling tinggi adalah empati, diikuti jaminan, daya tanggap, bukti fisik, dan keandalan. Dimensi pelayanan yang paling dianggap penting oleh pemohon SIM adalah dimensi keandalan, jaminan, bukti fisik, empati dan daya tanggap.
Ada ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan pemohon SIM terhadap dimensi pelayanan dengan kinerja yang diberikan. Pemohon SIM mengutamakan keandalan pelayanan namun kenyataannya dimensi keandalan justru menunjukkan gap yang paling besar."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Rakasiwi
"Belakangan ini muncul aplikasi yang dapat memenuhi kebutuhan pasien. Aplikasi tersebut berfungsi menghubungkan pencari layanan kesehatan dengan tenaga kesehatan. Salah satu pelayanan yang dapat diakses melalui aplikasi tersebut adalah home care dan doctor visit, yang memungkinkan dokter dan/atau tenaga kesehatan lain dapat melaksanakan praktik kesehatan di rumah pasien. Tetapi, kenyataannya belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan praktik kedokteran secara home care. Hal ini menyebabkan belum adanya kepastian hukum mengenai legalitas praktik kedokteran secara home care, wewenang dan tanggung jawab hukum dokter saat menjalankan praktik kedokteran secara home care, mengatur terkait dengan Surat Izin Praktik Dokter yang menjalankan praktik kedokteran secara home care. Metode Penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Kesimpulan dalam skripsi ini pengaturan pelayanan kesehatan home care di Indonesia secara umum dapat mengacu pada Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang pelaksanaannya di rumah pasien, secara khusus dapat berlandaskan pada Peraturan Daerah masing-masing daerah dan wewenang dan pertanggungjawaban hukum dokter dan penyedia aplikasi terhadap pelayanan kesehatan home care dapat dilihat dari hubungannya kerja antara keduanya. Saran untuk penelitian ini Kementerian Kesehatan sebaiknya membentuk peraturan yang secara khusus mengatur mengenai home care.

There are many applications that can meet patient needs. The application serves to connect health care seekers with health workers. One of the services that can be accessed through the application is home care and doctor visits, which allows the doctor and/or other health workers to practice health in the patients home. However, in reality there is no legislation regulating related to home care medical practice. It causes the absence of legal certainty regarding the legality of medical practice in home care, the authority and legal responsibility of doctors when carrying out home care medical practices, regulating related to the Doctors Practice Permit that runs home care medical practice. My research method in this thesis is normative juridical. Conclusion of this thesis is regulation of home care in general can refer to Law No. 29 Year 2004 concerning Medical Practice which is carried out in patients homes, can be based specifically on the Regional Regulations of each region. The authority and legal responsibility of doctors and application providers for home care health services can seen from the working relationship between doctors and application providers. Suggestions for this research is Ministry of Health should make regulation that specifically reglulate home care."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library