Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsya Berin Citranagari
Abstrak :
Pertumbuhan transaksi melalui electronic commerce (e-commerce) mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pengaduan konsumen. Salah satu e-commerce yang saat ini cukup menarik minat masyarakat adalah Online Travel Agent (OTA). Adapun OTA merupakan agen perjalanan berbasis digital yang berfungsi sebagai media promosi dan penjualan jasa perjalanan wisata melalui suatu aplikasi atau website. Umumnya, OTA memiliki berbagai macam jasa yang dapat ditawarkan kepada konsumen, namun dalam penelitian ini, hal yang akan menjadi fokus utama pembahasan adalah terkait jasa pemesanan tempat penginapan melalui OTA. Meskipun OTA memberikan kemudahan bagi konsumen dalam bertransaksi, tetapi OTA tetap membawa berbagai permasalahan. Selain itu, tidak adanya aturan yang mengatur mengenai OTA secara khusus di Indonesia juga mengakibatkan timbulnya ketidakpastian hukum terhadap konsumen pengguna jasa pemesanan tempat penginapan melalui OTA. Hal ini berbeda dengan India yang telah memiliki aturan khusus terkait OTA. Melalui penelitian yuridis-normatif, tulisan ini membahas tentang permasalahan hukum yang umum dialami oleh konsumen pengguna jasa pemesanan tempat penginapan melalui OTA di Indonesia dan India, ketentuan bentuk pelindungan hukum, dan pertanggungjawaban pelaku usaha penyelenggara jasa pemesanan tempat penginapan melalui OTA di Indonesia serta membandingkannya dengan pengaturan yang ada di India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan hukum yang umum dialami oleh konsumen pengguna jasa pemesanan tempat penginapan melalui OTA di Indonesia hampir serupa dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di India. Terdapat beberapa ketentuan mengenai bentuk pelindungan hukum dan tanggung jawab pelaku usaha dalam peraturan di India yang belum diatur dalam peraturan penyelenggara jasa pemesanan tempat penginapan melalui OTA di Indonesia. Lebih lanjut, dikarenakan di Indonesia tidak terdapat aturan khusus mengenai penyelenggaraan OTA, maka tanggung jawab antara perusahaan OTA dan penyedia tempat penginapan hanya dapat mengacu pada syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing perusahaan OTA di Indonesia. ......The growth of transactions through electronic commerce (e-commerce) has resulted in an increase in the number of consumer complaints. One of the e-commerce that is currently quite interesting to the public is the Online Travel Agent (OTA). OTA is a digital-based travel agent that functions as a medium for promotion and sales of travel services through an application or website. Generally, OTA has a variety of services that can be offered to consumers, but in this study, the main focus of the discussion will be related to lodging booking services through OTA. Although OTA provide convenience for consumers in transacting, OTA still brings various problems. In addition, the absence of rules specifically governing OTAs in Indonesia has also resulted in legal uncertainty for consumers who use lodging booking services through OTAs. This is different from India which already has specific rules regarding OTA. Through juridical-normative research, this paper discusses common legal issues experienced by consumers who use lodging booking services through OTA in Indonesia and India, provisions for legal protection, and the liability of business actors who provide lodging booking services through OTA in Indonesia and compares them with the existing regulations in India. The results of the study show that the common legal issues experienced by consumers who use lodging booking services through OTAs in Indonesia are almost similar to the problems that occur in India. There are several provisions regarding the form of legal protection and the liability of business actors in regulations in India that have not been regulated in the regulations for lodging booking services through OTA in Indonesia. Furthermore, because in Indonesia there are no specific regulations regarding the implementation of OTA, the responsibility between the OTA company and the accommodation provider can only refer to the terms and conditions that have been set by each OTA company in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviana Azalia Putri Widyanti
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap penjualan produk berupa mobil bekas. Semakin meningkatnya jumlah konsumen yang berminat membeli mobil bekas dan meningkatnya transaksi jual beli mobil bekas berarti hukum perlindungan konsumen harus lebih ditegakkan. Pelaku usaha harus sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya yaitu memberikan jaminan dan bertanggung jawab atas kenikmatan dan kecacatan yang terdapat pada produk. Kewajiban tersebut termasuk kepada fasilitas layanan purna jual yang disediakan pelaku usaha dari mulai servis berkala sampai perbaikan terhadap komponen mobil. Jangan sampai pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan juga melakukan perbuatan yang tidak baik yang mengakibatkan konsumen mengalami kerugian. Sehingga permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk bekas dan bagaimana batasan tanggung jawab tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui studi pustaka dan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini menjelaskan bahwa tanggung jawab pelaku usaha yang melekat pada produk bekas merupakan tanggung jawab produk yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang Undang Perlindungan Konsumen. Kemudian mengenai batasan tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 27 huruf e Undang Undang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab tuntutan ganti rugi konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan terhadap barang tersebut. Selain itu, pelaku usaha juga dibebaskan dari tanggung jawab apabila telah lewat masa penuntutan empat tahun sejak barang dibeli atau lewat masa jaminan. ......This thesis discusses the responsibilities of business actors for product sales in the form of used cars. The increasing number of consumers who are interested in buying used cars and the increase in used car buying and selling transactions means that consumer protection laws must be more enforced. Business actors must seriously carry out their obligations, namely providing guarantees and taking responsibility for the enjoyment and defects found in the product. This obligation includes after-sales service facilities provided by business actors starting from periodic servicing to repairs to car components. Do not let business actors violate consumer rights and also commit bad actions that result in consumers experiencing losses. So that the problems discussed in this study are regarding the responsibility of business actors for used products and how to limit this responsibility. This research uses a normative-juridical method through literature studies and interviews with source person. This research explains that the responsibility of business actors attached to used products is product responsibility which is regulated in Pasal 19 (1) UUPK. Then regarding the limitation of the responsibilities of business actors it has been regulated in Pasal 24 (2) and Pasal 27 e UUPK. Business actors are released from responsibility for claims for consumer compensation if other business actors who buy goods and/or services resell them to consumers by making changes to the goods. In addition, business actors are also released from responsibility if the prosecution period of four years has passed since the goods were purchased or the warranty period has passed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library