Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Putri
"Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi menggunakan seftriakson dan levofloksasin sebagai pilihan terapi utama berdasarkan pengalaman klinis pada pasien pneumonia komunitas dewasa rawat inap. Perbedaan biaya antara kedua obat ini menjadi alasan berlangsungnya penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis efektivitas-biaya AEB dari seftriakson dan levofloksasin sehingga diperoleh pengobatan yang lebih efektif-biaya. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan data sekunder berupa data peresepan dan data administrasi biaya pasien pneumonia rawat inap tahun 2017 yang berasal dari Sistem Informasi Rumah Sakit. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sampel yang dilibatkan pada penelitian ini sebanyak 33 pasien, yaitu 23 pasien menggunakan seftriakson dan 10 pasien menggunakan levofloksasin.
Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan lama hari rawat. Biaya diperoleh dari median total biaya pengbatan yang berasal dari biaya obat utama, biaya obat lain, biaya obat penyakit penyerta, biaya alat kesehatan, biaya laboratorium, biaya radiologi, biaya fisioterapi, biaya pelayanan, biaya administrasi, dan biaya rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata lama hari rawat pasien yang menggunakan seftriakson adalah 3,43 hari dan levofloksasin 3,50 hari dan tidak terdapat perbedaan signifikan pada analisis Mann-Whitney p=0,440. Median total baya pengobatan seftriakson sebesar Rp2.183.356,54 lebih murah dibandingkan levofloksasin Rp2.819.895,56. Seftriakson secara umum memiliki nilai REB sebesar Rp636.547,10/hari lebih efektif-biaya dibandingkan levofloksasin dengan nilai REB: Rp805.684,40/hari.

Karya Bhakti Pratiwi Hospital has been using ceftriaxone and levofloxacin as the empirical therapy option in community acquired pneumonia in adult patients. The difference in the cost between these two drugs encouraged researcher to perform Cost effectiveness analysis CEA to obtain more cost effective treatment. The study design was a cross sectional, data were collected retrospectively with total sampling method using data from the prescribing data and administrative financial data of inpatient pneumonia in 2017 from Hospital Information System. The number of samples were 33 patients, consisted of 23 patients using ceftriaxone and 10 patients using levofloxacin.
The effectiveness of treatment has measured by the length of stay. The total costs therapy were obtained from the median total cost from major drug costs, other drug costs, medical equipment costs, laboratory costs, radiology costs, physiotherapy costs, service fees cost, administrative costs, and hospitalization costs. Based on the results of the study, the efficacy of ceftriaxone with an average length of stay was 3.43 days and levofloxacin 3.50 days. The median total costs therapy of ceftriaxone was cheaper Rp2,183,356.54 than levofloxacin Rp2,819,895.56. The result shows that ceftriaxone generally REB Rp 636.547,10 day more cost effective than levofloxacin REB Rp805,684.40 day.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suratini
"ABSTRAK
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksi yang umum terjadi danmerupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan terbanyak. Penyakit ini memilikidampak terhadap sosioekonomi dimana tingginya biaya kesehatan terutama disebabkanoleh biaya rawat inap. Evaluasi farmakoekonomi dilaksanakan untuk menilai efektivitasbiaya antibiotik untuk mengetahui apakah pengobatan antibiotik memberikan outcometerapi yang baik dengan biaya yang minimal. Penelitian dilakukan terhadap kombinasiseftriakson-azitromisin dan levofloksasin tunggal sebagai antibiotik empiris untuk pasienpneumonia rawat inap. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan membandingkan totalbiaya medis langsung dan efektivitas yang dilihat dari lama rawat masing-masingkelompok pengobatan. Penelitian dilakukan di RSUP Persahabatan, Jakarta, dengandesain penelitian studi kohort retrospektif, dimana pengambilan data dilakukan secararetrospektif terhadap data sekunder, berupa rekam medis pasien dari tahun 2014-2016.Jumlah pasien yang dilibatkan dalam analisis 100 pasien, yaitu 64 pasien menggunakanantibiotik seftriakson iv dan azitromisin oral, dan 36 pasien menggunakan levofloksasiniv tunggal. Median biaya antibiotik berbeda signifikan antara kelompok seftriaksonazitromisindan kelompok levofloksasin, yaitu Rp.130.756,- dan Rp.286.952,-. Medianbiaya medis langsung kelompok seftriakson-azitromisin lebih tinggi dibandingkankelompok levofloksasin tunggal, yaitu Rp. 6.494.998,- dan Rp. 5.444.242,-. Keberhasilanterapi kelompok seftriakson-azitromisin yaitu 95,3 , sementara keberhasilan terapikelompok levofloksasin sebesar 97,2 namun tidak terdapat perbedaaan signifikan.Median lama rawat LOS dan lama rawat terkait antibiotik LOSAR kelompoklevofloksasin berturut-turut sebesar 6 hari dan 5 hari, lebih singkat dibandingkan LOSdan LOSAR kelompok seftriakson-azitromisin, yaitu 7 hari dan 6 hari. Nilai ACERkelompok levofloksasin sebesar Rp.56.011,-/persen efektivitas lebih rendahdibandingkan kelompok seftriakson-azitromisin sebesar Rp. 68.153,-/persen efektivitas.Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa levofloksasin lebih cost-effectivedibanding kombinasi seftriakson-azitromisin.

ABSTRACT
Community Acquired Pneumonia CAP is one of the most common infectious diseasesand is one of the leading causes of death and morbidity. This disease has an impact onsocioeconomic where the high cost of health is mainly caused by the cost ofhospitalization. A pharmacoeconomic evaluation was conducted to assess the costeffectivenessof antibiotics to find out whether antibiotic treatment results in a goodtherapeutic outcome with a minimal cost. The study was conducted on a combination ofceftriaxone azithromycin and single levofloxacin as an empirical antibiotic for inpatientCAP patients. Cost effectiveness analysis is conducted by comparing the total directmedical costs and the effectiveness measured from length of stay of each treatmentgroup. The study was conducted in RSUP Persahabatan, Jakarta, with a cohortretrospective design study, where retrospective data retrieval was conducted onsecondary data, in the form of patient medical records from 2014 2016. The number ofpatients involved in the analysis of 100 patients, ie 64 patients using combination of ivceftriaxone and oral azithromycin, and 36 patients using single iv levofloxacin. Medianantibiotic costs differed significantly between the ceftriaxone azithromycin group andthe levofloxacin group, which were Rp.130,756, and Rp.286,952, . Median directmedical costs of the ceftriaxone azithromycin group were higher than the singlelevofloxacin group, which was Rp. 6,494,998, and Rp. 5,444,242, . Success rate ofgroup of ceftriaxone azithromycin group was 95.3 , while the success rate oflevofloxacin group was 97.2 but there was no significant difference. Median length ofstay LOS and length of stay antibiotic related LOSAR of levofloxacin group wererespectively 6 days and 5 days, shorter than LOS and LOSAR of ceftriaxoneazithromycingroup, which were 7 days and 6 days. The value of the ACER levofloxacingroup was Rp.56.011, percent effectiveness, lower than the ceftriaxone azithromycingroup of Rp. 68.153, percent effectiveness. Based on the results of the study, it isconcluded that levofloxacin is more cost effective than a combination of ceftriaxoneazithromycin."
2017
T48638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Irma Dewi K.
"Endoftalmitis merupakan kegawatdaruratan dibidang mata yang bila tidak ditangani cepat akan mengalami penurunan tajam penglihatan bahkan kebutaan. Fasilitas vitrektomi sebagai terapi baku emas jarang tersedia di RS begitupula antibiotika (seftazidim) intra vitreal belum tersedia secara komersil dengan dosis yang sesuai, sehingga perlu diracik dan dapat berisiko meningkatkan kontaminasi atau kesalahan pengenceran. Tujuan mencari alternatif antibiotika intra vitreal untuk pengobatan endoftalmitis akibat Pseudomonas aeruginosa. Metode menggunakan dua belas kelinci New Zealand White terbagi dua kelompok (n=6). Dibentuk endophthalmitis dengan injeksi intra vitreal P. aeruginosa 2x105 CFU/0,1mL. Kelompok A mendapat intra vitreal levofloksasin 0,5% 0,1mL dan kelompok B mendapat intra vitreal seftazidim 2,25 mg/0,1 mL setelah 24 jam inokulasi bakteri. Penilaian klinis dilakukan hari ke-1 hingga ke-6. Pada hari ke-6 dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan histopatologik.
Hasil selisih skor klinis hari ke-1 dan 6 kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Terdapat 2 kelinci mengalami perbaikan di kelompok levofloksasin namun secara statistik tidak bermakna. Penghitungan jumlah bakteri memberikan hasil kelompok A dan kelompok B mengalami penurunan menjadi 1,5x102 (4x101-7,3x103) CFU/0,1mL dengan hasil yang tidak berbeda bermakna begitu pula dengan skor pemeriksaan histopatologik. Kesimpulan yang didapatkan injeksi intra vitreal tetes mata levofloksasin 0,5% 0,1mL sama efektif dengan seftazidim dan dapat dijadikan alternatif dalam terapi endoftalmitis akibat P. aeruginosa.

The purpose of this study was to find and evaluate intravitreal 0.5% levofloxacin as an alternative treatment for Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis in an experimental model. Twelve New Zealand White rabbits were divided into two groups (n = 6 in each). Vitreous cavity of the right eye was inoculated with 2x105 CFU / 0,1mL of Pseudomonas aeruginosa suspension. Group A treated with intravitreal 0.5% levofloxacin and group B received intravitreal injection of 2.25 mg / 0.1 mL ceftazidime. Results showed mean clinical assessment scores in both groups were similar at 24 hours after inoculation (p> 0.05). Clinical score at day 1 and day 6 do not show any significant difference. Two rabbits experienced improvement in the levofloxacin group but there was no statistically significant difference. The number of microbiological bacteria results in group A and group B were decreased to 1,5x102 (4x101-7,3x103) CFU/ 0,1mL, but microbiological analysis and histopathological scoring demonstrated no statistically significant difference between both group (for each, P>0,05). The conclusion in this sudy was intra vitreal 0,5% levofloxacin ophthalmic appeared to be effective in the treatment of Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis in rabbits, but was not superior to intravitreal ceftazidime administration. Therefore, intravitreal 0,5% levofloxacin may be a useful alternative to ceftazidime for Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arcci Pradessatama
"Latar Belakang: Meningkatnya resistensi bakteri okular terhadap levofloxacin mendorong perlunya disiapkan agen alternatif untuk antibiotik intrakamera. Moxifloxacin, golongan florokuinolon generasi baru, memiliki potensi.
Metode: Desain penelitian berupa randomized controlled trial (RCT) dengan lengan perlakuan: 0.1 cc moxifloxacin 0.5% dan 0.1 cc levofloxacin 0.5% intrakamera tanpa dilusi pada akhir operasi katarak.
Luaran utama penelitian: endothelial cell density (ECD), central corneal thickness (CCT), central macular thickness (CMT), tekanan intraokular (TIO), tingkat peradangan segmen anterior, serta kejadian tidak diinginkan.
Hasil: Dari 68 subjek penelitian, tidak didapatkan perbedaan signifikan pada parameter dasar. Pada pengukuran satu hari pascaoperasi, didapatkan TIO yang signifikan lebih tinggi pada lengan moxifloxacin (p=0.004; mean diff=4.9; IK95%=1.7 – 8.2). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada luaran utama lain pada hari pertama pascaoperasi. Hasil pengukuran satu minggu dan satu bulan tidak didapatkan perbedaan parameter yang signifikan antara kedua kelompok perlakuan.
Kesimpulan: Pada penelitian ini, didapatkan penggunaan 0.1 cc moxifloxacin intrakamera 0.5% menunjukkan profil keamanan yang mayoritas sebanding dengan levofloxacin. Namun, didapatkan parameter tekanan intraokular hari pertama pascaoperasi yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang menerima moxifloxacin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library