Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta: Diterbitkan atas kerjasama Penerbit Pandega Media dengan BEM UGM, 1997
342.06 TID
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rildo Ananda Anwar
Abstrak :
Lembaga Kepresidenan adalah suatu lembaga yang sangat strategis dalam menentukan perjalanan kehidupan bangsa dan negara. Praktik lembaga kepresidenan dalam kehidupan ketatanegaraan yang sesuai dengan konstitusi, norma-norma hukum, dan prinsip-prinsip demokrasi akan berakibat terciptanya kehidupan bangsa dan negara yang demokratis dan konstitusional. Sebaliknya, praktik lembaga kepresidenan yang menyimpang dari konstitusi akan berakibat memburuknya sistem kehidupan bangsa dan negara. Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, kinerja lembaga kepresidenan pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi di bawah kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) cenderung terjadi beberapa penyimpangan substansi konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. Pada masa Orde Lama kehidupan politik belum mampu beijalan sebagaimana mestinya, karena Negara Indonesia masih dalam kondisi peijuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Presiden Soekarno dalam menyelenggarakan pemerintahan melakukan beberapa penyimpangan yakni; konsepsi ideologi Pancasila diubah dengan konsepsi Nasakom; pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menyebabkan terpusatnya kekuasaan di tangan Presiden; dan pimpinan lembaga tinggi negara diangkat sebagai Menteri yang berarti menjadi pembantu Presiden. Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, pada awalnya berjalan sesuai dengan komitmen yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara mumi dan konsekuen. Namun dalam kenyataannya, Soeharto mempunyai ambisi yang besar untuk mempertahankan kekuasaannya. Akibatnya terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sirkulasi politik (Pemilu) tidak bisa berjalan secara fair, lembagalembaga tinggi negara tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, peran sosial politik TNI yang sangat dominan, dan merajalelanya praktik KKN yang berakibat munculnya krisis multidimensional. Pada era Reformasi (Gus Dur) yang diharapkan mampu mengatasi konflik dan menyelesaikan krisis multidimensional, justru sebaliknya yaitu menambah permasalahan yang tidak dapat diterima oleh sebagian besar rakyat Indonesia, yakni dengan menerbitkan “Dekrit Presiden yang berisi membekukan DPR/MPR" sehingga Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan dari kursi kepresidenan melalui Sidang Istimewa tahun 2001. Penyimpangan-penyimpangan tersebut mengakibatkan kinerja lembaga kepresidenan tidak stabil, hal ini juga disebabkan antara lain belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur lembaga kepresidenan dan yang paling dominan adalah ambisi Presiden untuk mempertahankan kekuasaannya. Untuk menghidari terulangnya penyimpangan-penyimpangan konstitusi tersebut, perlu dilakukan langkahlangkah perbaikan seperti; dalam pemilihan Presiden, calon Presiden harus betul-betul putra bangsa yang terbaik dan mempunyai sifat-sifat kenegarawanan yang tinggi, gagasan membentuk undang-undang lembaga kepresidenan harus segera diwujudkan, dan UUD 1945 yang telah diamandemen harus dilaksanakan secara konsisten.
Universitas Indonesia, 2002
T36312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrurrahman
Abstrak :
Pengisian jabatan presiden dan wakil presiden merupakan aspek utama pada sistem pemerintahan presidensial. Saat ini, mekanisme pengisian jabatan presiden dan wakil presiden Indonesia dilakukan melalui pemilihan umum. Namun, UUD NRI 1945 masih memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menyelenggarakan sidang pemilihan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan atau pemilihan jabatan presiden dan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan secara bersamaan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945. Tulisan ini dihasilkan melalui penelitian normatif dengan metode kualitatif yang menjadikan sumber-sumber hukum sebagai landasan utama. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa adanya kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam memilih lembaga kepresidenan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 merupakan pelaksanaan prinsip ‘checks and balances’ yang dibangun oleh UUD NRI 1945 dalam rangka penguatan sistem presidensial. Oleh sebab itu, penguatan sistem presidensial terkait kandungan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 kedepannya perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang terkait lembaga kepresidenan. ......Filling the positions of president and vice president is a major aspect of the presidential government system. Currently, the mechanism for filling the positions of president and vice president of Indonesia is carried out through general elections. However, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia still authorizes the People's Consultative Assembly to hold a vice presidential election session in the event of a vacancy in office or the election of the president and vice president in the event of a vacancy of office simultaneously as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. 1945. This paper was produced through normative research with qualitative methods that use legal sources as the main basis. The conclusion obtained is that the existence of the authority possessed by the People's Consultative Assembly in choosing the presidential institution as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the implementation of the principle of 'checks and balances' developed by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in order to strengthen presidential system. Therefore, strengthening the presidential system related to the contents of Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia needs to be comprehensively regulated in a law related to the presidential institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayang Devi Azhara
Abstrak :
Kewenangan Presiden dalam hal menetapkan suatu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) merupakan haknya dalam kekuasaan legislasi. Kewenangan tersebut diberikan secara langsung oleh Konstitusi dalam hal terjadi keadaan genting yang memaksa. Adanya kewenangan tersebut ditakutkan melampaui kewenangan Lembaga Legislatif sebagai lembaga utama yang memiliki kekuasaan legislasi. Mengenai hal tersebut, diperlukan suatu batasan bagi Presiden dalam hal menetapkan sebuah Perppu. Limitasi tersebut dapat berupa materi muatan dengan disandarkan pada 3 syarat parameter kegentingan yang memaksa dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, yaitu: adanya keadaan hukum mendesak; kekosongan hukum; dan proses legislasi biasa memakan waktu yang lama. Dengan demikian, diperlukan suatu perubahan dalam Konstitusi ataupun Undang-Undang yang mengatur mengenai kewenangan tersebut. Tulisan ini bersifat evaluatif yang menilai pengaturan mengenai kewenangan Presiden dalam menetapkan Perppu dengan melakukan perbandingan pengaturan mengenai Constitutional Decree Authority dengan beberapa negara, yakni Brazil, Argentina, Ekuador, Filipina, dan Turki. ......The President's authority in determining a Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) is his right in the legislative power. This authority is granted directly by the Constitution in the event of a compelling emergency. The existence of such authority is feared to exceed the authority of the Legislative Institution as the main institution that has legislative power. Regarding this, a limit is needed for the President in terms of enacting a Perppu. The limitation can be in the form of the content of the Perppu based on the 3 conditions of the compelling urgency parameter in the Constitutional Court Decision Number 138/PUU-VII/2009, namely: urgent legal situation; legal vacuum; and the usual legislative process takes a long time. Thus, it is necessary to make a change in the Constitution or the Law that regulates this authority. This paper is evaluative the regulation regarding the President's authority in stipulating a Perppu by comparing the regulations regarding the Constitutional Decree Authority with Brazil, Argentina, Ecuador, the Philippines, and Turkey.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrialis Akbar
Jakarta: Total Media, 2013
320.404 PAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hermawan Susanto
Abstrak :
Tesis ini menganalisis lembaga kepresidenan dalam persepektif konstitusi dan praktik, dengan mengurai pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial sesuai konstitusi dengan praktik. Gap yang ditemukan dijadikan langkah awal dalam merekonstruksi kantor kepresidenan. Rekonstruksi dilakukan menggunakan the McKinsey 7S Framework¸ yang meliputi variabel: style, skills, systems, structure, staff, strategy, dan shared values. Penelitian mengacu pada paradigma kualitatif dan postpositivism, dimana metode pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, wawancara mendalam, dan diskusi pakar. Praktik lembaga kepresidenan dalam beberapa hal tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ketidaksesuaian dapat diakibatkan oleh regulasi, sistem politik, ataupun individu Presiden. Dalam tataran individu Presiden, kelemahan praktik pelaksanaan konstitusi lebih dominan diakibatkan oleh dukungan kantor kepresidenan. Kelembagaan kantor kepresidenan sejauh ini sangat ditentukan oleh keinginan individu Presiden, sehingga efektivitas dukungan kinerja kepada Presiden juga bergantung pada keinginan Presiden. Rekonstruksi kantor kepresidenan antara lain dilakukan terhadap struktur organisasi, sumber daya manusia, business process, payung hukum pembentukannya, dan figur kepala kantornya. Rekonstruksi kantor kepresidenan memerlukan usaha yang besar seperti mengubah peraturan perundang-undangan, merombak kemapanan (status quo), dan terutama keberanian seorang Presiden dalam membuat kebijakan yang belum tentu sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan.
This thesis examines the presidential office using the constitutional and practical perspective by discussing the implementation of the presidential system of government based on Constitution and how it runs on the practical basis. The gap, which is found in the thesis, is used as an initial step in reconstructing the presidential office. The institutional reconstruction is applied by the utilization of the McKinsey 7S Framework¸ including style, skills, systems, structure, staff, strategy, and shared values variables. The research refers to the post-positivism paradigm and qualitative approach, in which the collecting data method is conducted through the document studies, in-depth interviews, and discussion with the experts. Presidential office, in practice, is not in accordance with the Indonesian Constitution in some ways. This non-compliance is caused by the regulations, political system, or the president as an individual. In terms of the president as an individual, the shortcoming of the application of the Constitution, regarding the presidential office, is dominantly caused by the staffs? support of the presidential office. So far, the institution of presidential office is highly influenced by the inclination of the President as an individual. Thus, the effectiveness of the presidential office in supporting the President depends on the core concept coming from the President. The presidential office reconstruction is applied to its organizational structure, human resources, business process, and figure of a chief of staff. The presidential office reconstruction requires several considerable efforts, including changing existing laws, changing existing social structure and values (status quo), and more importantly the courage of the President in making policies that do not necessarily correspond to the expectations of stakeholders.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Taufik
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika proses transformasi lembaga kepresidenan, meredesain kesekretariatan lembaga kepresidenan, dan mendesain Manajemen Talenta kesekretariatan lembaga kepresidenan melalui perspektif Teori Transformasi Organisasi Gouillart dan Kelly, 1995 . Metode penelitian yang digunakan adalah multimetodologi dengan menggabungkan pendekatan SSM dan Metode Listening dalam Teori U diharapkan akan mensinergikan dua metode yang mempunyai nature yang sama-sama soft systems , SSM berlandaskan teori sosial fenomenologi dan Teori/Metodologi U menyebut dirinya sebagai the social technology of presencing Scharmer: 2009. Hasil penelitian menunjukkan tidak semua sub-elemen yang ada dalam elemen 4R reframing, restructuring, revitalizing, dan renewing dapat diterapkan dalam organisasi sektor publik, khususnya lembaga kepresidenan. Untuk menyusun rancangan undang-undang tentang lembaga kepresidenan, dirasakan sulit karena terkendala faktor readiness baik dari aspek SDM, process, maupun leverage. Transformasi yang dapat diwujudkan adalah meredesain restrukturisasi sekretariat lembaga kepresidenan dengan suatu Peraturan Presiden, dimana Mensesneg diusulkan sebagai koordinator sekretariat lembaga kepresidenan yang membawahi Sekretaris Kabinet dan Kepala Staf Kepresidenan. Untuk menjamin tersedianya talenta pada lembaga kepresidenan yang dapat memberikan excellence service kepada Presiden dan Wakil Presiden diperlukan penyusunan Permensesneg tentang Manajemen Talenta. Hasil kajian menunjukkan research novelty pada elemen revitalizing yaitu perlunya menambahkan sub-elemen building network security system pengembangan sistem keamanan jaringan melalui pembuatan dashboard monitoring kendali akses pengguna sistem informasi di lembaga kepresidenan, dengan pertimbangan instalasi kepresidenan adalah sangat vital sehingga diperlukan security awareness di lingkungan kepresidenan. ......This research analyses the transformation process of the Presidential Institutions, redesigns the Secretariat of The Presidential Institutions, and designs the talent management of the Presidential Institutions through the theory of organization transformation Gouillart and Kelly, 1995. The method of this research is multi-methodology, which uses SSM and listening method in the theory of U. Hopefully, this method will have the same nature, because SSM is based on the social theory of phenomenology and the theory of U, or the social technology of presencing Scharmer: 2009. The research shows that not all of the sub-elements of 4R can be applied in the public organizations, especially in the Presidential Institutions. It is indeed hard to make the plan of the laws of the Presidential Institutions, because of the readiness factor from the human resources, process, and leverage. The transformation which can be done is redesigning restructuring the Secretariat of the Presidential Institutions through the Presidential laws, in which the Minister of State Secretary is advised as the coordinator of the Secretariat of the Presidential Institutions. Moreover, the Cabinet Secretary and the Head of Presidential Staff are under the Minister of State Secretary. It is necessary to formulate the regulations of the Minister of State Secretary in order to guarantee the excellence service that will be given to the President and The Vice President. The result of the research shows research novelty in revitalizing element, which needs to add sub-element of the building network security system through dashboard monitoring control access in the Presidential Institutions. In addition, security awareness plays an important role in the area of the Presidential Institutions.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D2475
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library