Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuyun Margaret
Abstrak :
Kepatuhan pajak adalah perilaku kompleks yang berdasarkan hasil-hasil riset telah terbukti adanya beberapa faktor yang bisa mendorong dan menahan wajib pajak dari memenuhi kewajiban pajak mereka. Namun upaya Indonesia dalam menangani masalah ketidak-patuhan selama ini sangat terbatas pada reformasi administrasi perpajakan dan pencegahan secara hukum, tanpa mengindahkan interaksi antara moral pajak, legitimasi politik, dan pertukaran fiskal yang baik secara gabungan maupun independen mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak. Gagasan pajak sebagai bentuk kontrak sosial antara wajib pajak dan pemerintah yang berwenang semakin diterima oleh masyarakat luas dan dengan demikian perlu adannya upaya untuk menelusuri persepsi legitimasi politik dan pertukaran fiskal dari persepsi wajib pajak di Indonesia. Penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan populasi sampel wajib pajak dalam satu kantor pelayanan pajak yang tingkat ketidak-patuhan formal salah satu tertinggi di Jakarta. Responden memiliki moral pajak cukup tinggi meskipun mereka kurang puas dengan pemerintah atau lembaga publik serta dengan barang dan jasa publik. Perilaku kepatuhan responden dan moral pajak bervariasi tergantung pada indikator yang diukur. Persepsi pada perilaku kepatuhan orang lain berbanding terbalik dengan perilaku kepatuhan responden. Penerimaan terhadap perilaku ketidakpatuhan adalah prediktor yang lumayan akurat untuk menentukan kepatuhan responden yang sebenarnya. Dampak dari legitimasi politik dan pertukaran fiskal pada kepatuhan formal bervariasi tergantung pada item yang diukur. Persepsi tentang korupsi dan keterwakilan tidak mempengaruhi perilaku kepatuhan, sementara tingkat kepercayaan pada pemerintah dan kemampuan pemerintah untuk mengelola pengeluaran penerimaan pajak berdampak positif kepatuhan formal. Dalam kategori pertukaran fiskal, wajib pajak yang patuh lebih kritis dalam menilai 'manfaat' yang mereka terima di seluruh wilayah diukur yaitu: kesehatan, pendidikan, infrastruktur, penanganan kejahatan dan korupsi.
Tax compliance is a multi-faceted behaviour, previous studies have recognised and proven there are factors which entices and hold taxpayers back from fulfilling their tax obligations. However Indonesia's effort in tackling noncompliance issue has been limited on tax administration reform and deterrence factors. Meanwhile the interaction between tax morale, political legitimacy, and fiscal exchange which compoundingly (or individually) affect a person tax compliance behaviour have not been given much attention to. The notion of tax as a form social contract between taxpayer and governing authority is more wellreceived and thus it is necessary to address the issue of political legitimacy and fiscal exchange from Indonesia's taxpayers perception. This quantitative study has come to conclusion that sample population of taxpayers in one tax service office with highest non-compliant rate have moderately high tax morale even though they are dissatisfied with government or public institution as well as with the public goods and services. Respondents' compliance behaviour and tax morale vary depending on the tax morale indicators measured. The perception on other people's compliance behaviour inversely proportional to the respondents' compliance behaviour; acceptance on noncompliance behaviour however is a better predictor for how the respondents' actual compliance behaviour are. The impact of political legitimacy and fiscal exchange on formal compliance vary depending on each particular items. Perception on corruption and representativeness does not seem to impact compliance behaviour Meanwhile confidence level in government and government's ability to manage tax revenue expenditure does positively impact formal compliance. In fiscal exchange category, the result suggests that compliant taxpayers are more critical in judging the 'benefits' they receive across the measured area which are: healthcare, education, infrastructure, handling of crime and corruption.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peny Rahmadhani
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan gaya retorika dari pidato Presiden Susilo BambangYudhoyono, yang dibawakan di depan peserta The 13th COP/3rd CMP UN Conference on Climate Change di Bali, 2007, untuk memperoleh legitimasi politik. Dengan metodologiAnalisisWacana Kritis yang secara khusus difokuskan pada Teori Linguistik Fungsional Sistemik milik Halliday: Sistem Transitivitas serta Suasana dan Modalitas, penelitian dilakukan dengan membandingkan gaya bahasa kedua pidato. Hasil temuan menunjukkan bahwa ada perbedaan pendekatan pada kedua pidato yang disampaikan melalui subjektivitas dan formasi ideologi pada beberapa isu utama. Hasil tersebut mendemonstrasikan keahlian retorika Yudhoyono yang lebih besar pada pidato kedua dibandingkan dengan pidato pertama. Melalui pidato kedua, dia merangkul seluruh peserta dari berbagai bangsa, yang pada saat itu sedangterlibat dalam perdebatan dramatis,untuk secara kooperatif menyelesaikan tujuan konferensi sehingga pada pidato ini, dia berhasil mencapai legitimasi politik yang lebih tinggi. ......The purpose of this reserach is to figure out the changes on the rhetorical styles of President Susilo Bambang Yudhoyono's speeches, which were given to participants of The 13th COP/3rd CMP UN Conference on Climate Change in Bali, 2007, in order to gain political legitimacy. Framed with the methodology of Critical Discourse Analysis that specifically focuses on Halliday's Systemic Function Linguistic Theory: Transitivity and Mood & Modality, this research compares the linguistic features of two speeches. The findings reveal that there are different approaches between two speeches that are reflected through Yudhoyono's subjectivity and the ideology formation of several main issues. Finally, it demonstrates Yudhoyono's more skillful use of rethorical strategies in second speech compared to the first one in which he embraced all participants from various nations, who were engaged in a dramatic debate, to cooperatively complete the goal of conference so that he could reach higher level of legitimacy.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43432
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library