Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Afifah
Abstrak :
Surat Keterangan (covernote) merupakan salah satu produk hukum notaris yang dibuat dan ditandatangani notaris serta memiliki kekuatan hukum karena jabatannya itu sendiri. oleh karena itu isi Surat Keterangan (covernote) harus memberikan kepastian hukum kepada pihak yang bersangkutan. Notaris dalam merumuskan isi Surat Keterangan (covernote) harus dilakukan secara saksama dan penuh ketelitian untuk menghindari terjadinya salah penafsiran yang memberikan keraguan terhadap isi Surat Keterangan (covernote) notaris. Permasalahan yang diteliti adalah peran notaris dalam pembuatan Surat Keterangan (covernote)  terhadap PT Suka Bumi Maju dan tanggung jawab notaris bila Surat Keterangan (covernote) menimbulkan multitafsir. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis normatif, dengan metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut sifatnya, tipe penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan bahan pustaka. Berdasarkan hasil penelitian bahwa notaris memiliki peran yang sangat penting dalam mengeluarkan Surat Keterangan (covernote), karena Surat Keterangan (covernote) adalah produk notaris yang berisikan pernyataan dari notaris itu sendiri. karena itu notaris berperan penting dalam menjamin kepastian hukum terhadap pernyataannya tersebut. Notaris bertanggungjawab apabila pernyataan yang dituangkan dalam Surat Keterangan (covernote) tersebut menimbulkan kerugian terhadap berbagai pihak. notaris dalam merumuskan pernyataannya tersebut harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan saksama untuk menghindari kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Covernote is a notary legal product that is made and signed notarized and has the power of law because the position itself. Therefore the contents of covernote must provide legal certainty to the parties concerned. Notary in formulating the contents of the covernote should be done carefully and conscientiously to avoid the occurrence of misinterpretation that gives doubt on the contents of the covernote. The problem being researched is the role of notary  in the making of covernote of PT Suka Bumi Maju and a notary responsibility when the Covernote raises the misinterpretation. The study uses research methods in the form of normative juridical research, with the method of data analysis used is a qualitative method. According to its nature, this type of research is a descriptive analytical with the type of data used is secondary data, and the data collection tools used are document studies and library materials. Based on the results of the study that the notary has a very important role in issuing the covernote as a covernote is a notary product that contains a declaration from the notary itself. Therefore notary is instrumental in ensuring the legal certainty of the statement. Notary is responsible if the statement set forth in the covernote inflict losses on various parties. A notary in formulating the statement must be done carefully to avoid possible violations committed by both intentional and accidental notary public.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayanda Reynaldi Iriano
Abstrak :
Klausul arbitrase sudah semakin lazim dimasukkan di dalam kontrak dagang. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dalam hal di antaranya adalah tentang sengketa utang piutang. Khusus mengenai kewenangan absolut pengadilan memeriksa permohonan pernyataan pailit, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang memuat ketentuan khusus berkenaan klausula arbitrase. Dengan berpijak pada Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, maka sengketa kepailitan dengan dasar putusan arbitrase dapat dilakukan oleh Pengadilan Niaga. Namun dalam praktiknya, ketentuan tersebut dapat dikesampingkan dengan berbagai sebab. Hal tersebut terjadi pada kasus perkara kepailitan antara Ecom Agroindustrial Corp., Ltd., dengan PT. Golden Tatex Indonesia. majelis hakim memutuskan menolak permohonan pailit yang dimana syarat kepailitan telah terpenuhi dari Para Pemohon dengan pertimbangan bahwa terjadinya tumpang tindih apabila Pemohon mengajukan eksekusi putusan Arbitrase dan juga dipailitkan. Hasil penelitian ini menyatakan berdasarkan undang-undang yang berlaku dan azas-azas yang digunakan, seharusnya permohonan pailit dapat dikabulkan.
The arbitration clause is increasingly prevalent included in commercial contracts. Dispute resolution trough arbitration can be used in settling debts issue. Especially with regard to the absolute authority of the court examine the request declaration of bankruptcy, Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment of Debts contain special provisions in respect of the arbitration clause. Relying on Article 303 of Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment of debt, hence bankruptcy dispute on the basis of the arbitral award may be made by the Commercial Court. However, in practice, these provisions can be ruled out for various reasons. This happens in the case of bankruptcy cases between Ecom Agroindustrial Corp., Ltd., and PT. Golden Tatex Indonesia. However, the decision of the case, the judges decided to reject the bankruptcy petition of the Applicant which the requirement of bankruptcy has been fulfilled with the consideration that there is overlapped when the applicant submits the execution of arbitral award, but also requesting the Respondent to be declared a bankruptcy. The result of this thesis is the lawsuit of declaring a bankruptcy can be granted, based on the regulating law and principles that applied to this case.
2016
S66766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastry Masnita
Abstrak :
Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan hukum primer, sumber bahan sekunder dan sumber bahan tersier. Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah Peraturan Daerah yang bagaimanakah yang menghambat investasi di Indonesia? Bagaimana tinjauan yuridis terhadap peraturan daerah yang menghambat kegiatan investasi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal? Untuk menanamkan modalnya di Indonesia, para investor membutuhkan jaminan kepastian hukum dalam berusaha. Sesuai dengan pasal 3 ayat 1(a) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 salah satu asas penanaman modal adalah asas kepastian hukum. Kepastian hukum menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi iklim penanaman modal, dikarenakan terdapat hubungan antara hukum dengan kegiatan investasi, hubungan tersebut adalah mengenai bagaimana menciptakan hukum yang mampu memulihkan kepercayaan investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia dengan menciptakan certainty (kepastian), fairness (keadilan), efficiency (efisien). Sejak diberlakukannya otonomi daerah, Peraturan daerah disadari menjadi instrument penting dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah. Namun demikian pada perkembangannya, ada kecenderungan sejumlah peraturan daerah dibuat semata-mata dengan tujuan untuk sesegera mungkin memberikan kontribusi dalam pendapatan asli daerah (PAD) yang mengatur mengenai pungutan, khususnya pungutan yang berkaitan dengan dunia usaha. Pungutan yang berlebihan dan tidak pada tempatnya sesungguhnya berpotensi mendistorsi iklim usaha dan investasi di daerah itu sendiri.
This thesis uses the methods of normative legal research using secondary data consists of primary source legal materials, secondary source material and tertiary sources of materials. The problem in this thesis is how the Regional Regulations that discourage investment in Indonesia? How the juridical review of local regulations that impede investment activities in Indonesia based on Law Number 25 Year 2007 on Investment? To invest in Indonesia, the investors need legal assurance. In accordance with article 3 paragraph 1 (a) of Law Number 25 Year 2007 one of the investment principles is the principle of legal certainty. Legal certainty to be one of the aspects that affect the climate for investment, because there is a relation between the law with investment activities, the relationship is about how to create a law that could restore the confidence of foreign investors to invest in Indonesia by creating certainty (certainty), fairness (justice ), efficiency (efficient). Since the implementation of regional autonomy, local regulations become important instrument in contributing to regional economic growth. However, in its development, there is a tendency of local regulations made solely for the purpose of contributing immediately in local revenue (PAD) which regulate the charges, especially charges related to the business world. Excessive charges and improper charges can be potential to distort business and investment climate in the region itself.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26646
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
K. Bayu Indarto
Abstrak :
Self-assessment system placing the taxpayers as a partner in the national taxation system. As government partner in financing the living of nation, the government should place them at the better position that is formed in full trust to the taxpayers to counting, paying and reporting their own taxes. There is a risk in self-assessment system implementation. The tax revenues depend on the obedience level of society in fulfilling their tax obligation. Therefore, evaluation function exists in the tax regulation. Basically tax investigation only executed once a year with the same type of tax for each taxpayer, unless there are certain things that caused re-investigation for the same year and type of tax. To ensure the law certainty to the taxpayer who has been investigated, the re-investigation only executed selectively with specific procedure and condition. Regulation of investigation implementation that organizing the re-investigation has been made properly however on its implementation the incorrect execution of re-investigation may occur. The law certainty of taxpayer may disturb by the execution of re-investigation that not pursuant to the regulation. Re-investigation as well as others taxes investigation giving the rights to the taxpayer to be objected, and appeal until re-viewed effort if doesn't concur with investigation result. Results from appeal effort in several cases shows that re-investigation implementation did not comply with the regulation indicated by cancellation of re-investigation results in form of SKPKBT by the tax court. This research shall tests whether the re-investigation execution comply with regulation or not by way of, first, probing the issuance of SP3 for re-investigation, second, probing the disputed re-investigation result at the Tax Court. The Tax Court verdict considered as fair decision since the independency of the Tax Court. Analysis against SP3 showing that it's issuance complies with the stipulation. While analysis against the verdict of Tax Court illustrate that most of the dispute about the issuance of SKPKBT which based on re-investigation result, won by the taxpayer. Judge's verdict to granted the taxpayer's appeal and stating that the issuance of Tax Decision Letter by fiskus did not comply with the formal stipulation. This shows there is weakness in re-investigation implementation regulation. These could disturbance the taxpayer law certainty. At last, this research suggested to kept the stipulations that regulate the re-investigation to be more accurate in its implementation. Accurate implementation of stipulations which regulate the re-investigation execution will guarantee the taxpayer law certainty.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Hatikasari
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang kepastian hukum penanaman modal asing dalam hukum penanaman modal di Indonesia yaitu dengan membandingkan peraturan penanaman modal asing di Indonesia dan Thailand, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560, serta melihat juga kepastian hukum terhadap Penanaman Modal Asing di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan perundang-undangan, sehingga diketahui bahwa terdapat ketidakjelasan mengenai pengaturan penanaman modal asing di Indonesia, yang menimbulkan tumpang tindih antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta menimbulkan ketidakjelasan birokrasi. Kemudian dalam penanaman modal asing di bidang pertambangan mineral dan batubara, pemerintah seharusnya dapat mengontrol dalam pengelolaannya karena mineral dan batubara berperan penting dalam kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kemudian terdapat perbedaan dan persamaan antara Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560 di Thailand. Persamaannya terdapat pada pemberlakuan undang-undang, adanya lembaga khusus, dan pemberian fasilitas serta insentif dalam kegiatan penanaman modal. Perbedaanya, terdapat pada substansi undang-undang, bentuk badan usaha, koordinasi dan pengawasan serta evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal asing. Dengan demikian, diperlukan ketentuan yang ada harus jelas dan detail, dari peraturan tertinggi hingga peraturan pelaksananya harus sesuai dan dapat direalisasikan, khususnya ketentuan mengenai perizinan dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta pengawasan terhadap penegakan hukum juga harus tetap dilaksanakan dan berkelanjutan. ...... This research discusses the legal certainty of foreign investment in investment law in Indonesia by comparing the regulations of foreign investment in Indonesia and Thailand, under The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560, and also see legal certainty to Foreign Capital Investment in Mineral and Coal Mining according to The Act Number 4 of 2009 about Mineral and Coal Mining. This research uses normative juridical research method with comparative law approach and statutory approach, there is unclear about foreign investment arrangement in Indonesia, causing overlap between central and local government regulations, and causing bureaucratic uncertainty. Then in foreign investment of mineral and coal mining, the government should be able to control in its management because mineral and coal have an important role in prosperity. There are differences and similarities between The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560 in Thailand. The similarities are in the enactment of the law, the existence of special institutions, and the provision of facilities and incentives in investment activities. The difference is in the substance of the law, the form of business entity, coordination and supervision and evaluation of foreign investment activities. Therefore, the necessary provisions must be clear and detailed, from the highest regulation to the implementing regulations to be appropriate and realizable, in particular provisions on licensing and coordination between central and local government, and supervision of law enforcement must also be implemented and sustained.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
Abstrak :
Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya ......Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ricky Ilham Chalid
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis mengenai kepastian hukum sertipikat hak atas tanah setelah diputuskan oleh pengadilan bahwa sertipikat dinyatakan tidak sah dan mengikat untuk sebagian luas tanah yang menjadi objek sengketa. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kepastian hukum dari sertipikat tersebut setelah adanya putusan dari pengadilan yang bersangkutan dan mengenai bagaimana tindakan pemegang sertipikat untuk mempertahankan hak atas tanahnya yang tersisa setelah dikurangi objek sengketa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah sertipikat tetap menjamin kepastian hukum terhadap kepemilikan luas tanah yang tersisa dalam sertipikat dan tindakan yang dapat diambil oleh pemegang sertipikat adalah melakukan pengukuran dan pengembalian batas tanah untuk perubahan data sertipikat tersebut. Saran yang dapat diberikan adalah asas contradictoire delimitate harus lebih dipraktikkan dalam menentukan batas kepemilikan tanah. Setiap adanya perubahan mengenai data fisik dan/atau data yuridis pemegang sertipikat wajib untuk memperbarui dan melaporkannya ke kantor pertanahan. ......This study analyzes the legal certainty of land rights certificates after it was decided by the court that the certificates were declared invalid and binding for most of the land area that was the object of the dispute. The problems raised in this study are regarding the legal certainty of the certificate after the decision from the relevant court and about how the certificate holder acts to defend his remaining land rights after deducting the object of dispute. The method used in this research is normative juridical research with prescriptive type of research. The results obtained from this study are that the certificate still guarantees legal certainty over the ownership of the remaining land area in the certificate and the actions that can be taken by the certificate holder are to measure and return the land boundary for changes to the certificate data. The suggestion that can be given is that the contradictoire delimitate principle should be more practiced in determining land ownership boundaries. Any changes to the physical data and/or juridical data of the certificate holder are required to update and report it to the land office.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juanita Tiffany Putri
Abstrak :
Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pertanggungjawaban pengganti atau dikenal dengan vicarious liability, yang diangkat dari kasus PT. Antam melawan Budi Said. Dalam kasus tersebut, meskipun perbuatan melawan hukum dilakukan oleh karyawan dari PT. Antam, namun PT. Antam tetap diharuskan untuk mengganti kerugian yang telah diderita oleh Budi Said. Bentuk penggantian tanggung jawab ini diterapkan kepada PT. Antam sebagai penjelmaan dari pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penulisan ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kasus dari Putusan tingkat pertama, banding, kasasi, dan PK dari PT. Antam melawan Budi Said yang dianalisis dengan menggunakan teori kepastian hukum dan konsep vicarious liability. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa adanya disparitas antar putusan hakim dikarenakan belum diaturnya terkait dengan bentuk pembatasan dari vicarious liability. Bahwa penerapan doktrin vicarious liability dalam pasal 1367 ayat (3) agar dapat mewujudkan kepastian hukum, seharusnya perlu dibatasi dengan pula memberikan bentuk - bentuk spesifik sebagai syarat dari pemenuhan pembatasan atas pertanggungjawaban pengganti sebagaimana tertuang dalam pasal 1367 ayat (5). Kekalahan PT.Antam dalam putusan MA No 554 PK/Pdt/2023 tidak menutup kemungkinan dilakukan upaya hukum kembali. Dimana sesuai dengan SEMA No 4 Tahun 2016, maka PT. Antam dapat melakukan upaya hukum kembali berupa peninjauan kembali kedua dengan syarat melampirkan putusan yang saling bertentangan. ......The background to writing this thesis is the existence of vicarious liability, which is based on the case of PT. Antam against Budi Said. In this case, even though the unlawful act was committed by an employee of PT. Antam, but PT. Antam is still required to compensate for the losses suffered by Budi Said. This form of replacement of responsibility is applied to PT. Antam is an incarnation of article 1367 of the Civil Code. This writing uses a type of normative juridical research with a case approach from first level decisions, appeals, cassation, and PK from PT. Antam against Budi Said which was analyzed using the theory of legal certainty and the concept of vicarious liability. From the results of this research, it can be seen that there is disparity between judges' decisions because there is no regulation regarding the form of limitation of vicarious liability. That the application of the vicarious liability doctrine in article 1367 paragraph (3) in order to realize legal certainty, should need to be limited by also providing specific forms as a condition for fulfilling the limitations on vicarious liability as stated in article 1367 paragraph (5). PT Antam's defeat in Supreme Court decision No. 554 PK/Pdt/2023 does not rule out the possibility of taking legal action again. Where in accordance with SEMA No. 4 of 2016, PT. Antam can take legal action again in the form of judicial review II with the condition of attaching a conflicting decision.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Johanes Ronald Elyeser Roparulian
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan hukum primer, sumber bahan sekunder dan sumber bahan tersier. Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai substansi manakah dari Peraturan Perundang-undangan mengenai investasi yang belum mencerminkan kepastian hukum? Aparatur hukum bagaimanakah yang bisa menghambat penanaman modal? Budaya hukum yang bagaimana yang bisa mendatangkan ketidakpastian hukum? Pelaksanaan pembangunan di Indonesia yang dilakukan dalain rangka mendorong pertumbuhan ekonomi memerlukan modal yang besar dan waktu yang tepat. Modal ini dapat diperoleh melalui kegiatan penanaman modal. Agar dapat mendorong penanaman modal dibutuhkan syarat kepastian hukum. Berkaitan dengan kepastian hukum setidaknya ada tiga kualitas yang perlu diciptakan oleh Undang-Undang Penanaman Modal, yaitu stability, predictability dan fairness. Untuk menjamin adanya konsistensi dalam pelaksanaan peraturan diperlukan dukungan aparatur hukum yang professional dan bermoral dengan didukung oleh budaya masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari aspek kepastian hukum, substansi hukum Undang-undang Penanaman Modal yang memuat insentif dan pembatasan dalam kegiatan penanaman modal sudah dapat menciptakan stability, predictability dan fairness. Sedangkan aparatur hukum pelaksana Undang-undang Penanaman Modal dan budaya hokum msayarakat Indonesia dalam kegiatan Penanaman Modal belum dapat memenuhi kualitas yang dipersyaratkan untuk memberikan kepastian hukum sebagai syarat datangnya penanaman modal asing ke Indonesia......This study uses a normative juridical research method using secondary data consisting of primary legal sources, secondary sources and tertiary sources. The problem in this thesis is about which substance of the legislation regarding investment does not reflect legal certainty? What kind of legal apparatus can hinder investment? What legal culture can create legal uncertainty? The implementation of development in Indonesia which is carried out in order to encourage economic growth requires large capital and the right time. This capital can be obtained through investment activities. In order to encourage investment, legal certainty is required. In relation to legal certainty, there are at least three qualities that need to be created by the Investment Law, namely stability, predictability and fairness. To ensure consistency in the implementation of regulations, it is necessary to support professional and moral legal apparatus supported by community culture. It can be concluded that from the aspect of legal certainty, the legal substance of the Investment Law which contains incentives and restrictions in investment activities has been able to create stability, predictability and fairness. Meanwhile, the legal apparatus implementing the Investment Law and the legal culture of the Indonesian people in investment activities have not been able to meet the quality required to provide legal certainty as a condition for the arrival of foreign investment to Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>