Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ian Nugrahastio Segoro
"Perjanjian pengosongan tanah sebagai pelengkap dari perjanjian jual beli sering dibuat untuk mengantisipasi tindakan penjual yang belum juga bersedia meninggalkan tanah walau sudah disepakati waktu penyerahan objek jual beli tersebut. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 761 K/Pdt/2020 yang berkaitan dengan perjanjian kredit, perjanjian pengosongan tanah yang dibuat oleh perorangan sebagai debitur dan koperasi sebagai kreditur memuat klausul kuasa mutlak, di mana pimpinan koperasi dalam kenyataannya bertindak untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan Akta Perjanjian Pengosongan yang berfungsi sebagai jaminan atas tanah dengan klausul kuasa mutlak dan kewenangan bertindak dari pimpinan koperasi sebagai pihak yang semestinya mewakili koperasi namun dalam kenyataannya bertindak untuk diri sendiri dalam Akta Perjanjian Pengosongan. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan melalu studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa Akta Perjanjian Pengosongan yang berfungsi sebagai jaminan atas tanah dengan klausul kuasa mutlak adalah tidak sah karena merugikan debitur karena merugikan debitur selain juga ada upaya paksaan dalam melakukan pengosongan, yang dapat diartikan sebagai pelanggaran atas hak-hak debitur sebagai pemilik objek jaminan. Dalam kaitannya dengan kewenangan bertindak dari pimpinan koperasi yang tidak mewakili koperasi karena bertindak secara pribadi dapat dinyatakan sebagai penyalahgunaan kewenangan.  Dengan demikian pimpinan koperasi dapat dituntut untuk mengembalikan kerugian yang diderita oleh debitur.

As a complement to a sale and purchase agreement, a land clearing agreement is made to anticipate the seller who does not willing to leave the land according to the agreed time for handing over the object of sale and purchase. A Supreme Court Decision Number 761 K/Pdt/2020 related to credit agreements, land clearing agreements made by individuals as debtors, and cooperatives as creditors contain clauses of absolute power of attorney, in which the head of the cooperative acts for himself. This study focuses on the problem of the validity of the Deed of Land Clearing Agreement which functions as collateral for land with an absolute power clause and the authority of the head of the cooperative as the party who should represent the cooperative but in reality acts for himself. This doctrinal legal research was a literature study by collecting secondary data in the form of legal materials. Data were analyzed qualitatively. The results of the analysis showed that the deed of land clearing agreement which functions as collateral for land with an absolute power of attorney clause was invalid as it was detrimental to the debtor and covered coercive efforts for land clearing which can be interpreted as a violation of the debtor's rights as the owner of the collateral object. Concerning the authority to act of the cooperative head who acts personally instead of representing the cooperatives can be declared as an abuse of authority. Therefore, the head of the cooperative can be sued to return the losses suffered by the debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kayla Arisya Andini
"Skripsi ini akan membahas mengenai dua bentuk gugatan perdata yang terdapat pada perkara terkait surat pemesanan unit apartemen. Surat pemesanan unit apartemen merupakan dokumen pengikat antara calon pembeli dan pelaku pembangunan ketika jual beli terjadi saat apartemen belum dibangun atau dalam tahap pemasaran. Surat ini merupakan salah satu objek gugatan yang lazim ketika perkara tersebut didasari dengan terlewatnya batas serah terima unit apartemen oleh pelaku pembangunan. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan. Atas adanya beberapa miskonsepsi akan dasar-dasar gugatan wanprestasi dan PMH, maka penelitian ini akan membahas peraturan-peraturan terkait surat pemesanan unit apartemen, unsur-unsur dalam gugatan yang berbentuk wanprestasi dan PMH serta perbedaannya, dan pertimbangan hakim. Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini didasari dengan studi kasus pada dua putusan dengan gugatan wanprestasi dan dua gugatan putusan PMH yang nantinya akan menggambarkan perbedaan keadaan gugatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk gugatan yang terdapat pada perkara terkait surat pemesanan unit apartemen sejatinya berbentuk wanprestasi sebab hubungan hukum yang terdapat pada pembeli dan pelaku pembangunan didasari oleh perikatan jual beli yang tertuang pada surat pemesanan unit apartemen.

This thesis will discuss two forms of civil lawsuits contained in cases related to apartment unit reservation letters. Apartment unit reservation letter is a binding document between prospective buyers and development actors when the sale and purchase occurs when the apartment has not been built or is in the marketing stage. This letter is one of the common lawsuit objects when the case is based on the missed deadline for the handover of apartment units by the development actor. This paper is prepared using doctrinal research method with comparative approach. Due to some misconceptions about the basics of default and tort lawsuits, this research will discuss regulations related to apartment unit reservation letters, elements in a lawsuit in the form of breach of contract, tort and their differences, and the judge's consideration. The analysis conducted in this paper is based on a case study of two decisions with default lawsuits and two tort lawsuits which will illustrate the differences in the circumstances of the lawsuit. Based on the results of the research in this paper, it can be concluded that the form of lawsuit contained in cases related to apartment unit reservation letters is actually in the form of default because the legal relationship between buyers and development actors is based on the sale and purchase agreement contained in the apartment unit reservation letter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windi Astriana
"Perjanjian sewa menyewa yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris berlaku sebagai akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Seorang Notaris dalam pembuatan aktanya harus mengikuti proses yang benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelalaian yang dapat terjadi pada proses pembuatan akta autentik dapat menyebabkan kekuatan pembuktian akta tersebut terdegradasi menjadi akta dibawah tangan ataupun batal demi hukum. kemudian, terhadap Notaris yang melakukan kesalahan pada pembuatan aktanya dapat dinyatakan sebagai pelaku atas Perbuatan Melawan Hukum. Dampak atas kelalaian yang dilakukan Notaris ini terkadang tidak hanya terhadap penghadap tetapi juga pada pihak ketiga diluar akta. Permasalahan yang dibahas dalam thesis ini adalah substansi Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Notaris serta Para Pihak dan perlindungan hukum bagi pihak diluar akta yang menjadi korban atas dibuatnya akta Perjanjian Sewa Menyewa serta tanggung jawab Notaris atas kesalahan yang dibuatnya. Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pendekatan kualitatif. Adapun terhadap kelalaian yang dibuat Notaris menyebabkan akta nya cacat dan batal demi hukum. Terhadap perbuatannya, Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban atas kesalahan yang dibuatnya serta bagi pihak ketiga diluar akta yang menjadi korban terdapat perlindungan hukum sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

A lease agreement made by and before a Notary applies as an authentic deed of absolute proof. When making a deed, a Notary must follow the proper procedure in accordance with the rules of the law. Any negligence that may occur in the process of making an authentic deed, may result in degradation of the proving power of the authentic deed into a private deed, or even make the authentic deed void by law. Subsequently, the Notary who committed an error in the making of the deed may be declared as a perpetrator of an Unlawful Act. The impact of the negligence conducted by the Notary can sometimes not only on affect the party engaged in the deed, but also third parties outside the deed. The issues discussed in this thesis are the substance of the Unlawful acts committed by Notaries and Parties in the deed, the legal protection of the parties outside the deed who are impacted as victims of the Tenancy Agreement, and the Notary's responsibility for the offenses committed. The research method used in this thesis is normative juridical method with a descriptive analytical research type. The types of data used in this study are secondary data with a qualitative approach. As for the Notary's negligence, this caused his deed to be defective and void by law. For his actions, the Notary may be held responsible for any wrongdoing that he may have committed, and for any third party outside the deed who is impacted as a victim, they are eligible legally protected in accordance with the applicable rules and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library