Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joan Davva Nouvalio
Abstrak :
Penggunaan internet serta teknologi mengalami penetrasi yang masif yang menghasilkan teknologi finansial sebagai disrupsi dari industri finansial. Salah satu model bisnis teknologi finansial yang dihasilkan adalah Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Metode penelitian yuridis normatif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah mengenai pelanggaran hukum terhadap perlindungan Data Pribadi Penerima Pinjaman pada penyelenggaraan LPMUBTI dan perlindungan hukum terhadap Data Pribadi Penerima Pinjaman melalui aplikasi teknologi blockchain. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum terhadap perlindungan Data Pribadi mencakup penyebarluasan tanpa izin dari pemilik Data Pribadi, penggunaan selain penggunaan yang dimaksud dalam Kebijakan Privasi ( privacy policy ) Penyelenggara LPMUBTI, penagihan utang terhadap Penerima Pinjaman yang melanggar kepatutan dan kesusilaan, eskalasi jumlah pengaduan Nasabah terkait pelanggaran hukum terhadap perlindungan Data Pribadi yang dilakukan oleh Penyelenggara LPMUBTI, eskalasi jumlah Penyelenggara LPMUBTI ilegal, dan belum dipenuhinya persyaratan hukum standar SNI ISO/IEC 27001 Sistem Elektronik oleh Penyelenggara LPMUBTI. Hal tersebut berimplikasi terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan, asas dan prinsip, dan Kebijakan Privasi Penyelenggara LPMUBTI yang mengatur mengenai perlindungan Data Pribadi. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penggunaan blockchain yang diterapkan pada penyelenggaraan LPMUBTI dalam rangka melindungi Data Pribadi dari Penerima Pinjaman dari pencurian, peretasan ( hacking ), dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh, baik Penyelenggara LPMUBTI maupun pihak ketiga. Saran Penulis adalah Penyelenggara LPMUBTI menggunakan blockchain untuk melindungi Data Pribadi Penerima Pinjaman, pemerintah harus mengakselerasi pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan Otoritas Jasa Keuangan segera membentuk Pusat Data Fintech Lending. ......The utilization of both the internet and technology has been experiencing massive penetration resulting in the emergence of Financial Technology as disruption of the financial industry. One of the business models of Financial Technology is Peer-toPeer (P2P) Lending. This legal-normative research method will be utilized to answer the research questions regarding the violations of the borrower's personal data protection on the execution of P2P Lending and legal protection of the d borrower's personal data protection through the application of blockchain. The patterns of data breaches on P2P Lending execution are the dissemination of borrower personal data without authorization, utilization of borrower personal data aside from the utilization regulated on Privacy Policy of P2P Lending company, indecency on debt collection to the borrower, escalation of the number of customers' reports regarding data breaches conducted by P2P Lending company, escalation of the number of illegal P2P Lending company, and the unfulfillment of legal requirement regarding standardization of ISO/IEC 27001 for the Electronic System of P2P Lending company. Those violations are resulting in the violation of Laws, basic principles, and Privacy Policy of P2P Lending concerning the right of borrower's personal data protection. Hence, the application of blockchain on the execution of P2P Lending is indispensable in order to protect the confidentiality of borrower's personal data from theft, hacking, and misuse conducted by P2P Lending Company and/or the third party. The author's recommendation elaborates on the importance of the performance of blockchain-based P2P Lending in order to protect the borrower's personal data, government obligation to accelerate the legalization of Personal Data Protection Draft Bill, and the urgency of the establishment of Fintech Data Center by Financial Services Authority.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
Abstrak :
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi. ......Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Tharra Almas
Abstrak :
Perkembangan teknologi digital saat ini telah membawa dampak sangat signifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu bukti hal tersebut hadirnya sebuah layanan pada bidang keuangan khususnya dalam kegiatan pinjam meminjam uang, yaitu peer to peer lending. Layanan yang menyediakan sebuah platform/marketplace berbasis system elektronik yang akan mempertemukan pihak pemberi pinjaman (Kreditur) dengan pelaku usaha sebagai penerima pinjaman (Debitur) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam. Tujuan layanan ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses pembiayaan, khususnya pada sektor pertanian yang kurang mendapatkan dukungan sumberdaya modal. Hal tersebut memberikan jawaban bagi para petani dengan hadirnya sebuah perusahaan peer to peer lending yang bergerak dalam bidang agrobisnis. Dalam pelaksanaannya perjanjian yang dibuat yaitu dengan cara melakukan pembelian unit berupa pohon atau bibit. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai perjanjian yang dilakukan dalam layanan yang disediakan oleh Perusahaan X yang merupakan perusahaan peer to peer lending pada bidang agrobisnis. Selain itu akan memberikan pemaparan tinjauan untuk memahami gagal bayar yang berpotensi akibat perjanjian yang akan memengaruhi tanggungjawab dari para pihak jika hal tersebut terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hokum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil laporan penelitian ini akan mengidentifikasi mengenai perjanjian yang disediakan oleh Perusahaan X, dan juga tanggung jawab para pihak apabila terjadi gagal bayar. ...... Nowadays, the digital technology development has brought a highly significant impact in all walks of life. One of those is a service in finance sector, specifically in lending money, namely, peer to peer lending. A service that prepares a platform or marketplace based on electronic system connecting the creditor – the one who lends – with the debtor – the one who receives the loan – in a loan contract. It is expected that the service is able to facilitate in accessing funding in all types of societies, specifically in agriculture sector which rarely obtains capital resources. Furthermore, the service gives solution for the farmers with the availability of a peer to peer lending company that focuses on agribusiness sector. In carrying out the contract, it is by purchasing several trees or seedlings. In this research, the contract is implemented in the service available by Company X – a peer to peer lending company in agribusiness sector. Additionally, this research gives a discussion in understanding risks or payment failure in which potentially caused by the contract. Furthermore, it discusses the length of implementation of a condition failure in harvesting crops that influences the responsibility of all parties, if they occur. The research method used in this research is a juridical-normative one. That is a research conducted towards written positive law which includes researching references material or secondary data. The result of this report identifies contract available by Company X, and also to recognize responsibilities of all parties if failure occur.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Heryucha Romanna
Abstrak :
ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan teknologi di Sektor Penyedia Jasa Keuangan yang semakin pesat, Sektor Jasa Keuangan pun terkena dampaknya dengan perubahan-perubahan dinamis yang kian muncul, salah satunya dengan munculnya teknologi finansial dan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) sebagai salah satu jenisnya. Sebagai pendatang baru, teknologi finansial terutama LPMUBTI masih rentan atas risiko-risiko yang mungkin terjadi, salah satunya ialah risiko Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Pentingnya Uji Tuntas Pengguna Jasa dalam kaitannya dengan pencucian uang tidak hanya untuk kepentingan tingkat kesehatan dan manajemen risiko dari Penyedia Jasa Keuangan itu sendiri namun dapat mencegah dampak terjadinya ketidakstabilan perekonomian Indonesia bahkan ancaman bagi kedaulatan Negara dengan adanya aktivitas yang mendukung terjadinya aksi terorisme melalui tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan data sekunder dapat disimpulkan beberapa hal.

Pertama, hukum positif atas LPMUBTI diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) dan pelaksanaan Uji Tuntas Pengguna Jasa dalam LPMUBTI tersebut dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.

Kedua, dalam penerapannya, Akseleran mewajibkan Pengguna Jasa untuk memberikan informasi-informasi Pengguna Jasa sesuai yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dan memverifikasi validitas informasi yang diberikan oleh Pengguna Jasa tersebut. Guna memperoleh hasil Uji Tuntas Pengguna Jasa secara optimal, Akseleran jugamelakukan Uji Tuntas Pengguna Jasa dengan bantuanbank dimana seluruh transaksi keuangan baik masuk dan keluar dari Pengguna Jasa harus menggunakan bank yang valid agar semua transaksi dapat terekam baik oleh bank asal Pengguna Jasa maupun di sistem Akseleran serta bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai verifikator eksternal dalam hal biometrik.
ABSTRACT
Along with the rapid development of technology in the Financial Services Provider Sector, the Financial Services Sector has also been affected by dynamic changes that have emerged, one of which is the emergence of financial technology and Peer to Peer Lending as one of its types. As a newcomer, financial technology, especially Peer to Peer Lending is still vulnerable to risks that may occur, one of which is the risk of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding. The importance of Customer Due Diligence in relation to money laundering is not only for the benefit of the level of health and risk management of the Financial Service Provider itself but can prevent the impact of the instability of the Indonesian economy even a threat to the sovereignty of the State with activities that support action terrorism through money laundering and terrorism financing. Using normative juridical research methods and secondary data can be concluded several things.

First, the positive law on peer to peer lending is regulated in the Financial Services Authority Regulation Number 77/POJK.01/2016 concerning Information Technology Based Lending and Borrowing Services (LPMUBTI) and the implementation of Customer Due Diligence in the peer to peer lending is explained in detail in the Authority Regulation Financial Services Number 12/POJK.01/2017 concerning the Application of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding Programs in the Financial Services Sector.

Second, in its implementation, Akseleran requires Service Users to provide information on User Services in accordance with the Financial Services Authority Regulation Number 12/POJK.01/2017 concerning the Application of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding Programs in the Financial Services Sector and verifying the validity of information provided by the User of the Service. In order to obtain the User Completion Test results optimally, Akseleran also carries out a User Due Diligence with bank assistance where all financial transactions both in and out of the User must use a valid bank so that all transactions can be recorded by both the User Bank and the Akseleran system and also cooperate with third parties as external verifiers in biometrics.
2019
T53587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library