Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chaira Musytaka Sukma
"Latar Belakang: Aplikasi bahan internal bleaching dapat meninggalkan residu radikal bebas yang akan menghambat penetrasi resin tag. Penghilangan residu radikal bebas dapat dilakukan dengan pengaplikasian bahan antioksidan berupa natrium askorbat. Pemberian natrium askorbat dapat mencegah timbulnya terminasi dini, sehingga dapat memungkinkan proses polimerisasi resin adhesif dapat berlanjut. Penggunaan konsentrasi natrium askorbat yang sebanding dengan konsentrasi hidrogen peroksida diharapkan dapat menghilangkan residu radikal bebas sehingga nantinya dapat meningkatkan resistensi resin komposit yang dilihat melalui kedalaman panjang penetrasi resin tag.
Tujuan: mengetahui kedalaman panjang penetrasi resin tag pada dentin gigi pasca internal bleaching dengan hidrogen peroksida yang diaplikasikan natrium askorbat 10% dan 35% selama 2 menit dan 10 menit.
Metode: proses internal bleaching dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida 35% selama 5 hari. Selanjutnya, dibagi menjadi 5 kelompok uji yaitu tanpa pemberian natrium askorbat, diberikan askorbat 10% selama 2 menit, diberikan natrium askorbat 10% selama 10 menit, diberikan natrium askorbat 35% selama 2 menit, dan diberikan natrium askorbat 35% selama 10 menit. Pengamatan kedalam penetrasi resin tag dilakukan dengan menggunakan Confocal Laser Scanning Microscopy (CLSM).
Hasil: terdapat perbedaan kedalaman penetrasi resin tag pada gigi pasca internal bleaching yang diberikan bahan antioksidan berupa natrium askorbat dan tanpa antioksidan, diuji dengan menggunakan CLSM.
Kesimpulan: pemberian bahan antioksidan berupa natrium askorbat dapat memengaruhi kedalaman penetrasi resin tag pada gigi pasca internal bleaching.

Background: The application of internal bleaching materials can leave free radical residues that will inhibit the penetration of resin tags. Application of sodium ascorbate as antioxidant agent will remove the residual free radical. Sodium ascorbate can prevent premature termination, thus allowing the adhesive resin polymerization process to continue. Concentration of sodium ascorbate should be proportional to the hydrogen peroxide concentration so that will remove free radical residues and it can increase the composite resin resistance as seen through the depth of penetration length of the resin tag.
Objective: determine the depth of penetration length of resin tags on dentin after internal bleaching with hydrogen peroxide which was applied with 10% and 35% sodium ascorbate for 2 minutes and 10 minutes.
Methods: the internal bleaching process was carried out using 35% hydrogen peroxide for 5 days. Furthermore, the specimen divided into 5 test groups, without sodium ascorbate, 10% sodium ascorbate for 2 minutes, 10% sodium ascorbate for 10 minutes, 35% sodium ascorbate for 2 minutes, and 35% sodium ascorbate for 10 minutes. Observations into the resin tag penetration were carried out using Confocal Laser Scanning Microscopy (CLSM).
Results: there were differences in the depth of penetration of resin tags on teeth after internal bleaching which was given an sodium ascorbate and without sodium ascorbate, tested using CLSM.
Conclusion: application of sodium ascorbate can affect the depth of penetration of resin tags on teeth after internal bleaching.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reagan Cendikiawan
"Latar Belakang: Beberapa penelitian sebelumnya tentang fluoride varnish< (FV) telah dilakukan dengan menambahkan bahan herbal untuk meningkatkan sifat antibakteri dan efektivitas pelepasan ion fluor. Dalam hal ini, produk FV dengan tambahan bahan herbal belum diketahui efek remineralisasi dan peningkatan kekerasan mikro pada gigi manusia yang didemineralisasi secara in vitro. 
Tujuan: Menganalisis potensi remineralisasi dan peningkatan kekerasan mikro enamel gigi setelah aplikasi hasil fabrikasi FV dengan tambahan bahan herbal. 
Metode: Ekstrak daun konsentrasi 0,1 mg/L dibuat dengan metode pemanasan konveksi pada suhu 40oC dan FV diaduk pada suhu 90oC serta kecepatan pengadukan sebesar 280 rpm. Spesimen gigi direndam dalam larutan demineralisasi yang mengandung trisodium fosfat, kalsium klor, dan asam asetat dengan pH 4,6 selama 4 hari. Setelah itu, spesimen diaplikasikan FV sesuai dengan masing-masing kelompok perlakuan. 
Hasil: FVRR (Fluoride Varnish Ruku-Ruku) dan FVSM (Fluoride Varnish Sirih Merah) memiliki jumlah kumulatif dan persentase pelepasan ion fluor yang lebih besar dibandingkan dengan CWV. Analisis CLSM memperlihatkan adanya pengurangan lesi demineralisasi pada FVRR dan FVSM. Peningkatan kekerasan enamel kelompok FVRR dan FVSM lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CWV dan kontrol negatif. 
Kesimpulan: Potensi remineralisasi dan peningkatan kekerasan mikro enamel gigi setelah aplikasi FVRR dan FVSM lebih baik dibandingkan dengan CWV. 

Background: Several previous studies on fluoride varnish (FV) have been carried out by adding herbal ingredients to increase the antibacterial properties and effectiveness of fluoride ion release. In this case, FV with the addition of herbal ingredients have not been known to have the effect for remineralization and restoration enamel microhardness on demineralized human teeth. 
Aim: To analyze the potential for remineralization and restoration enamel microhardness after the application of FV with the addition of herbal ingredients. 
Methods: Leaves extract concentration of 0.1 mg/L was prepared by convection heating method at 40oC and FV was stirred at 90oC with a stirring speed of 280 rpm. The tooth specimens were immersed in a demineralized solution containing trisodium phosphate, calcium chlorine and acetic acid with a pH of 4.6 for 4 days. Then, the specimens were applied FV according to each treatment group. 
Results: HBV (Holy Basil Varnish) and RBV (Red Betel Varnish) had higher cumulative amount and percentage of fluoride ion release compared to CWV. CLSM showed reduced demineralizing area in HBV and RBV. The increase in enamel hardness in the HBV and RBV groups was higher than CWV and negative control groups. 
Conclusion: The potential for remineralization and restoration enamel microhardness after application of HBV and RBV is better than CWV.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfajriani
"Latar Belakang: Obat antifungal sintetik dilaporkan menimbulkan reaksi gastrointestinal. Ekstrak etanol temulawak merupakan tanaman obat yang memiliki efikasi sebagai antijamur. Untuk dijadikan obat alternatif, ekstrak etanol temulawak harus biokompatibel terhadap sel inang. Tujuan: Menganalisis efek sitotoksitas ekstrak etanol temulawak terhadap sel fibroblast gingiva secara in vitro dengan live/dead staining. Metode: Sel fibroblast gingiva passage kedua dikultur sebanyak 1,4 x 104 sel/wells di atas cover glass dalam 12 wells plate. Sel diberi perlakuan dengan konsentrasi ekstrak etanol temulawak 5% dan 20% dengan waktu paparan 1 jam, 3 jam, dan 24 jam. Viabilitas dilihat dari uji live/dead staining menggunakan confocal laser scanning microscope dengan fluorescent dye SYTO9 ex/em max: 480/500nm, PI ex/em max: 490/635nm. Hasil: intensitas fluorescent semakin tinggi berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol temulawak. Kesimpulan: ekstrak etanol temulawak memiliki efek sitotoksik pada konsentrasi 5% dan 20% pada sel fibroblast gingiva.

Background: Synthetic antifungal drugs are reported to cause gastrointestinal reactions. Ethanol turmeric extract is a herbal drug that has antifungal efficacy. To be used as an alternative drug, ethanol turmeric extract must be biocompatible with host cells. Objective: Analyze the cytotoxicity of ethanol turmeric extract on gingival fibroblasts in vitro with live/dead staining. Methods: The second passage gingival fibroblast cell was cultured as much as 1.4 x 104 cells / wells on the cover glass in 12 well plates. Cells were treated with ethanol turmeric extract concentrations of 5% and 20% with exposure time of 1 hour, 3 hours and 24 hours. Viability seen from live/dead staining assay using confocal laser scanning microscope with fluorescent dye SYTO9 ex/em max: 480/500nm, PI ex/em max: 490/635nm. Results: The higher fluorescent intensity is linear to increase in concentration of dilution ethanol turmeric extract. Conclusion: Ethanol turmeric extract has a cytotoxic effect at concentrations of 5% and 20% on gingival fibroblast cells."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana
"Pendahuluan: Kemajuan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi saat ini tidak terelakkan, termasuk di bidang ortodontik. Selain foto rontgen, model studi merupakan alat diagnostik yang diubah menjadi bentuk digital. Digitasi model studi dilakukan supaya pengukuran benda tiga dimensi dapat diukur dalam bentuk tiga dimensi. Walaupun demikian, ketidakakuratan bisa saja terjadi pada pengukuran dengan model studi digital tiga dimensi. Ketiadaan perangkat digitasi di Indonesia menyebabkan proses digitasi menjadi mahal dan sukar. Oleh karena itu, alat pemindai laser yang diciptakan oleh Institut Teknologi Bandung bekerjasama dengan Bagian Ortodonti Universitas Indonesia pada tahun 2011 diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menguji akurasi analisis ortodontik dengan menggunakan alat pemindai laser yang baru dibuat ini.
Bahan dan Cara: Duabelas pasang model studi sebelum perawatan ortodontik disertai anterior crowding dengan skor indeks Little 1-6 digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing model studi dipindai, dan dilakukan digitasi dan analisis Bolton dan indeks ketidakteraturan Little (LII) diukur pada model studi konvensional dan digital dengan kaliper yang memiliki ketelitian 0.01 mm. Pengukuran intraobserver dilakukan pada 20% total sampel yang dipilih secara acak (3 sampel) dan diuji secara statistik dengan uji-t berpasangan dan Wilcoxon untuk uji nonparametrik. Plot Bland-Altman digunakan untuk menguji level of agreement kedua metode pengukuran. Uji-t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney digunakan untuk uji statistik pada penelitian inti dengan 12 pasang model studi.
Hasil: Uji intraobserver untuk analisis Bolton tidak memperlihatkan perbedaan bermakna (p = 0.859) sementara untuk pengukuran indeks ketidakteraturan Little, terlihat perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0.008). Plot Bland-Altman untuk indeks Little memperlihatkan tercapainya level of agreement kedua metode pengukuran. Pada pengukuran 12 pasang model studi, uji statistik untuk analisis Bolton dan indeks Little tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna (p > 0.05), dengan nilai p berturut-turut adalah p = 0.509 and p = 0.101.
Kesimpulan: Nilai pengukuran pada model studi digital disertai anterior crowding tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai pengukuran yang dilakukan pada model studi konvensional dengan anterior crowding.

Introduction: The vastly growth of advanced technology to meet efficiency is currently inevitable, including in orthodontics. Radiographs and study models are diagnostic tools that often digitized and measured three-dimensionally. However, inacurracy might still be found in the three-dimension measurements. The customized laser scanner was then built in 2011 by Bandung Institute of Technology in conjunction with Department of Orthodontic University of Indonesia. The primary aims were to overcome the study models storing problems and the scanning cost, if the study models have to be digitized overseas. In this research, the study models digitizing were performed using the newly built laser scanner and the accuracy of the measurements were analyzed.
Material and Methods: Twelve pairs of pre-orthodontic treatment study models were used in this research with mild to moderate anterior crowding (Little Irregularity Index score 1-6). Each models were scanned and the mesiodistal width was measured before Bolton analysis was determined. For Little Irregularity Index, each measurements were done in the anterior of lower study models. The measurement of conventional study models were then compared with the digital study models measurement. Each measurement were made with digital calliper to the nearest of 0.01 mm. Intraobserver test was done by taking 20% from the total amount of the samples (3 samples) randomly and were tested by paired t-test and Wilcoxon for nonparametric test. The level of agreement were done with Bland- Altman plot. After getting valid intraobserver test value and good level of agreement, the main test was done by paired t-test and Mann-Whitney test.
Results: Intraobserver test for Bolton analysis showed no significant difference (p = 0.859) while significant difference (p = 0.008) was detected between measurement method for Little Irregularity Index. Bland-Altman plot for Little Irregularity Index intraobserver test showed good level of agreement. The Bolton analysis and Little Irregularity Index statistic test for twelve pairs of study models showed no significant difference (p > 0.05), respectively p = 0.509 and p = 0.101.
Conclusion: The measurements made in digital study models with anterior crowding were as accurate as the measurements made in conventional study models with anterior crowding, and therefore, the study models measurement can be done in the digital form.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library