Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Irfan Hidayat
"Baja tahan karat dua fasa (Dupfex Stainfess Sfeey merupakan baja yang memiffki kekuafan mekanis dan ketahanan korosi yang bafk sahingga pada industri modem dawasa inf mulai banyak digunakan terutama pada industri minyak, gas, petrokimia, dan kenas. Dalam aphkasinya diperlukan suatu proses penyambungan a7mana dafam ha! ini proses penyambungan yang dapat dirakukan terhadap materia! ini adafah pengelasan. Untuk mendapafkan has!! pengefasan yang baik pedu dmerharikan parameter-parameter penge!asan sepeni besar arus dan kecepatan pengelasan. Oleh karena itu diiakukan penefitian ini yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter pengalasan tersebuf dengan menggunakan metoda TIG. Ams yang digunakan sebasar 100, 150, dan 200 A, sedangkan kecepatannya sabesar 3, S dan 7 mm/defik. Dari basil pengamafan tedihaf adanya perbedaan Iebar dan penatrasi lasan untuk besar arus dan kecepatan yang berbeda, dirnana untuk daarah yang masukan panasnya rendah rebar dan panelrasi lasan akan Iebih rendah daripada daarah masukan panas yang febih tinggi. Daarah HAZ dengan masukan panas yang rendah akan di dapaf suatu struktur mikro dengan perbandingam fasa fen? dan ausfenit yang lebfh linggi Masukan panas yang tinggijuga dapat meningkafkan kekerasan pada daerah HAZ. Jaw dapaf disimpulkan bahwa semakin besar masukan panas semakin besaf pula lebar Iasan dan penetrasi fasan pada Iogam induk. Di samping ilu masukan panes juga mempengaruhi perfumbuhan austenif, an mana semakin tfnggi masukan panas semakin banyak fasa austenit yang tumbuh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41252
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Secuandra Elania RH.
"Heat treatable low alloy steel (HTLA) mempalam baja paduan rendah yang memiliki kekuatan mekanis, hardenability, dan kekerasan yang tinggi. Tetapi pada pengelasan baja. IITLA sering terjadi retak dingin atau hydrogen '|;7Id'Il6Gd cracking yung discbabkan ohh sinzldwr mikro Q/071g kcras, hidrogen yang bB1"d’|:fIl-Sl; kc dalam Zogam indulc, dan tcgrmgan tennal pada benda lcezja. Hardanability yang tinggi dapat dcngau mudah menghasiflcmz struktur 'mm-tensit yang sangat keras. Scmalcin tinggi kekerasan pada deposit Las dan, dacrah HAZ, scmakin tinggi pfula sans-itivitas tm-hudap hydrogen induced cmclcing. Pembentulcan strulctuf fmikro pada daerah HAZ dipcngaruhi old: silclua tcrmal las selama pengelascm. Pada pendinginan 'yang sangat cepat dapnt tcrbersmk martzmsit yang mempalcan .sftmktur m11h-ro yang lwras. Untuk 'mermimi-maU¢an pembrmtulcnn marlcnsit dalam pe/ngelasan baja 4340 dapat dilalculfan dengcm mengumngi laju pfmdinginan nwlalzvi pfmggnmaan penumasan awal sebesar 3009.1 35011, 40033 dan pcngaturafn masznlcan pcmas mclalui pfmgaturan arus scbesar 100, 150 dan 200/1 sclama pcngclasan. Dari hasil pengmnatavz dipcrobeh bahwa pada pengelasan tanpa pemanasa/n awal sangat scnsitrftcrhadap hydrogen induced cracking karcna kclcerasan pada dacrah deposit Las dan .HAZ > 350HB atau 370 HVa1c:`bat adanya struktur mikro yang keras. Kekerasan pada dacrah HAZ mcnunm sccara bertahap dengan adwnya pcmafnaswn awal. Namun dc1ru7c£a1z!cclfcrasan pad# daerah deposit las cenderufng tidal; tcrpengaruh olch. adafnya pemcmnasan naval mengifngat pengalasan pada pcnatitian fini dilakulcau secara autagcmous. Pada, dacrah HAZ dengan pcmanasan awal 400‘C tmjadi peningkatan kclccrasan Iwmbali Dacrah, HAZ dcngwn pcmanasan awal scbesar 350"C dan arus pcngclasan 200A juga mefngalmni pcningkatfm kclwrasan kmnbali. Dapaf dérimprdlcan, bahwa pemanasfm awal dapat mcnzheimalkan pcmbcntukan strukiur miicro yang kcras pada daemh HAZ, saiangfran masulcan panas kurang ¢;fc.Fct1§f dalam m¢'m1In1I1naUu1.1fx pcmbcntmdca-11 stfulctwr 'mikro im; Pcngclasan baja HTL./1 4340 dengan pcmanasan awal scbesar 300°da'n 350‘U dengan arus sebesar 100 dan 15011 'mcnglzadlkan Fmkcrasan yang dapat mcngurangi scns‘£t'£_{itas im-hadap 'rcéak Irhmnumya pada dacmlr HAZ."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Munandar
"Pengelasan sambungan banyak digunakan pada industri berbahan baja termasuk kapal. Permasalahan utama untuk proses pengelasan tersebut adalah terjadinya distorsi dan tegangan sisa. Tegangan sisa dan distorsi adalah fenomena yang terjadi pada logam yang dilas, yang dapat menyebabkan kegagalan pada logam tersebut saat beroperasi. Proses pengelasan tipe butt joint dilakukan pada spesimen baja SS400 dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal adalah 100 x 50 x 2 mm. Mesin las yang digunakan adalah mesin las TIG otomatis di laboratorium Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia.
Pada penelitian ini akan diuji hubungan antara parameter kuat arus dengan variasi 60, 70, 80 ampere dan kecepatan pengelasan dengan variasi 1,2; 1,4; 1,8 mm/s terhadap terciptanya distorsi setelah proses las. Kajian dititik beratkan pada perhitungan distorsi dan tegangan sisa dengan pengukuran distorsi menggunakan mesin CMM (Coordinate Measuring Machine) setelah material mengalami pendinginan menuju temperatur ruangan. Dari hasil uji coba di laboratorium diperoleh distorsi terbesar diperoleh pada variabel kuat arus terbesar dan kecepatan terkecil. Dari hasil analisa didaptkan bahwa besarnya tegangan sisa yang terbentuk berbandung lurus dengan besarnya distorsi yang tercipta.

The application of welding used in many industries such as shipbuilding. The trouble which is often occurred is distortion and residual stress on the plate after welding. Residual stress and distortion is a phenomenon that can cause the failure of the material at operation condition. Butt joint weldment is applied onto SS400 steel with measurement of length, width, and thickness is 100 x 50 x 2 mm. This experiment used automatic TIG machines in Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia laboratory.
In this experiment, the correlation between welding current and welding speed will be examined. Using 60, 70, and 80 ampere welding current and 1,2; 1,4; 1,8 mm/s welding speed. The measuring of distortion is using CMM (Coordinate Measuring Machine) after the material undergoing cooling process into room temperature. From the experiment it shows that the biggest distortion is obtained when using highest welding current and the lowest welding speed. From analysis it is obtained that the number of residual stress is linear with the formation of distortion in welding.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58950
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duvall Anggraita Purwanto Ajie
"Weld bead atau menik las adalah hasil yang diperoleh dari proses penyambungan pengelasan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi fusion welding , sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang disambung. Pada pengelasan aluminum berbeda dengan pengelasan steel dimana aluminum lebih mudah meleleh dan mudah menghantarkan panas, sehingga aluminum lebih sulit untuk dilas. Selain sulit dilas, lelehan aluminum juga sulit terdeteksi kamera vision karena tidak membara seperti steel, namun lelehan pada manik las aluminum lebih mudah memantulkan cahaya karena permukaannya yang mengkilap dan halus.
Pada penelitian ini menggunakan mesin TIG dan gas Argon sebgai pelindung proses pengelasan serta menggunakan material Aluminum 6063 sebagai spesimen. Penilitian ini fokus pada pengembangan sistem jaringan saraf tiruan untuk pengegelasan aluminum 6063 dimana sebagai target penelitian adalah menjaga lebar manik tetap konstan. Pada penelitian ini variabel yang dikontrol adalah kecepatan pengelasan pada satu sumbu. Sistem yang dibangun pada penelitian ini berhasil mengatur kecepatan pengelasan dan menjaga lebar manik las tetap konstan.

Weld beads are the results obtained from the process of welding two or more materials based on the principles of the diffusion process fusion welding , resulting in the unification of the connected material parts. In different aluminum welding with steel welding where aluminum is easier to melt and easily dissipate heat, so aluminum is more difficult to weld. In addition to difficult welded, aluminum melt is also difficult to detect vision cameras because it does not burn like a steel, but melt in aluminum weld beads more easily reflect light because the surface is shiny and smooth.
In this study used TIG and Argon gas as protective welding process and using Aluminum 6063 material as specimen. This research focuses on the development of artificial neural network system for aluminum 6063 whereas the research target is to keep the bead width constant. In this study the controlled variable is the speed of welding on one axis. The system built in this study managed to regulate the welding speed and keep the weld bead width constant. Keyword Weld beads TIG Aluminum Machine vision neural network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandian, Randy
"ABSTRAK
Pengelasan merupakan proses penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan pada bagian bahan yang disambung. Kekuatan sambungan las ditentukan dari beberapa parameter, diantaranya adalah lebar manik las dan penetrasi. Lebar manik las terutama bagian atas dapat ditentukan dengan melihat secara langsung melalui kamera CCD (Charge-Coupled Device). Akan tetapi sulit untuk mengamati lebar hasil lasan bagian bawah secara langsung karena pada praktiknya tidak memungkinkan untuk memasang kamera CCD di bagian bawah. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan Las TIG (Tungsten Inert Gas) arus DC dengan proses pergerakan yang kecepatannya diatur oleh mikrokontroler dengan tujuan untuk mengatur lebar hasil lasan bagian bawah yang diinginkan dimana hasil lasan bagian bawah tersebut diestimasi berdasarkan data lebar manik las yang didapat dari machine vision, kecepatan pengelasan, dan arus yang digunakan. Untuk memperoleh serangkaian data-data tersebut maka dilakukan percobaan awal untuk melatih sistem neural network yang akan dibangun. Sistem yang dibangun pada studi ini berhasil mengatur lebar hasil lasan bagian bawah sesuai dengan nilai target yang diinginkan yaitu 3 mm pada arus 55 A, 60 A, dan 65 A dengan rata-rata error masing-masing arus sebesar 0.11 mm, 0.09 mm, dan 0.12 mm.

ABSTRACT
Welding is a process of joining two or more substances that are based on the principles of diffusion processes, resulting in unification on the materials to be joined. The strength of the weld joint is determined by several parameters, including the weld bead width and the penetration. The width of the weld bead especially the upper part can be determined by looking directly through the CCD (Charge-Coupled Device) camera. But it is difficult to observe the back bead width directly since in practice it is not possible to install the CCD camera at the bottom. Therefore, in this study used Las TIG (Tungsten Inert Gas) DC current with the movement speed is regulated by the microcontroller for the purpose of adjusting the desirable back bead width where the back bead width is estimated based on data of weld bead width obtained from machine vision, welding speed, and current used. To obtain a series of data are then conducted initial experiments to train the neural network system to be built. The system was built in the study managed to set the back bead width with the value of the desired target is 3 mm on the current 55 A, 60 A, and 65 A with an average error of each current of 0.11 mm, 0:09 mm, and 0:12 mm."
2016
S65543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariqu Qolbi
"Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan teknik pelapisan permukaan oleh industri manufaktur telah mengalami peningkatan secara signifikan, terutama pada industri manufaktur katup (valve). Salah satu teknik pelapisan permukaan yang dipakai adalah pengerasan permukaan (hardfacing). Proses pengerjaan logam ini menggunakan bahan yang lebih keras untuk diterapkan pada permukaan logam dasar agar terjadi peningkatan ketahanan terhadap abrasi, korosi, dan benturan maupun jenis keausan lainnya, terutama yang berkaitan dengan pencegahan bagian-bagian mesin terhadap kekuatan destruktif pada kilang dan pabrik kimia, tenaga uap dan pembangkit nuklir. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan aus permukaan baja A216 WCB menggunakan pelapis berbahan Stellite 6. Pada penelitian ini parameter pelapisan permukaan menggunakan pelapis material Stellite 6 and penambahan pelapis antara (stainless steel ER309) sebelum pelapisan dengan stellite 6. Proses pelapisan permukaan baja karbon A216 WCB dilakukan dengan 2 layer kawat las stellite yang menggunakan proses pengelasan Tungsten Inert Gas (TI atau Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). Sifat mekanis dan struktur mikro dilakukan pada produk pelapisan tersebut yaitu uji kekerasan, uji ketahanan aus dan pengamatan struktur mikro lapisan permukaan menggunakan mikroskop optic dan Scanning Electron Microscop (SEM) serta analisis presipitat serta fasa yang terbentuk diamati dan dievalusi menggunakan EDS. Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu struktur mikro hasil pengelasan pada bagian logam las stellite 6 menghasilkan struktur yang lebih mengarah ke kolumnar. Nilai kekerasan tertinggi dihasilkan oleh stellite double layer, yaitu sebesar 443 HV, nilai uji aus tertinggi juga didapatkan pada benda uji stellite  double layer, yaitu sebesar 0.281 x 10-6 mm3/mm. buttering 309 dipilih untuk menurunkan nilai kekerasan sehingga tidak rawan terjadinya retak pada benda uji.

Over the past few years, the use of surface coating techniques by the manufacturing industry has increased significantly, especially in the valve manufacturing industry. One of the surface coating techniques used is surface hardening (hardfacing). This metalworking process uses harder materials to be applied to the surface of the base metal to increase resistance to abrasion, corrosion, and other types of wear and tear, especially those related to preventing machine parts from destructive forces at refineries and chemical plants, power steam and nuclear power plants. This study aims to improve the wear resistance of A216 WCB steel surfaces using Stellite 6 coating. In this study the surface coating parameters use Stellite 6 material coatings and the addition of intermediate coatings (stainless steel ER309) before coating with stellite 6. The process of coating A216 carbon steel surfaces performed with 2 layers of stellite welding wires using the Tungsten Inert Gas (TI) welding process Mechanical properties and microstructure are carried out on these coating products namely hardness test, wear resistance test and observation of microstructure of surface layers using a microscope optics and Scanning Electron Microscop (SEM) as well as precipitate analysis and formed phases are observed and evaluated using EDS The results obtained from the study are the microstructure of welding results on the stellite 6 weld metal section produces a structure that is more directed to the columnar.The highest hardness value in ih produced by double layer stellite, which is equal to 443 HV, the highest wear test value is also obtained on the double layer stellite test object, which is equal to 0.281 x 10-6 mm3/mm. 309 buttering was chosen to reduce the value of hardness so that it is not prone to cracking in the test specimens."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Arif
"Salah satu jenis baja tahan karat yang banyak digunakan dalam dunia industri adalah baja tahan karat austenitik SS304. Salah satu teknik penyambungan logam dengan cara pengelasan adalah TIG (Tungsten Inert gas) atau GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) dan untuk material berbentuk pelat tipis dapat digunakan proses pengelasan tanpa menggunakan logam pengisi atau biasa disebut autogeneous welding. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masukan panas dengan variasi arus dan kecepatan pengelasan sambungan autogeneous TIG terhadap nilai uji tarik sambungan las, kekerasan sambungan las, pengukuran geometri lasan dan uji metalografi hasil sambungan pengelasan pelat SS304 tebal 2mm. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa, semakin tinggi masukan panas yang diberikan maka jumlah delta ferit dalam logam las semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh turunnya laju pendinginan. Laju pendinginan yang lebih cepat mengakibatkan jumlah ferit yang terbentuk semakin banyak. Selain itu, dengan semakin tinggi masukan panas akan mempengaruhi bentuk geometri hasil lasan, yaitu meningkatkan penetrasi semakin dalam dan lebar sehingga rasio lebar banding kedalaman meningkat. Selanjutnya, daerah heat affected zone (HAZ) mengalami pertumbuhan butir seiring dengan meningkatnya masukan panas. Sampel dengan masukan panas tinggi terjadi penurunan nilai kekerasan dan nilai kekuatan tarik akibat dari perubahan struktur mikro. Dari hasil penelitian pengelasan baja tahan karat austenitik SS304 dengan tebal 2mm dengan menggunakan las autogenous dengan dipulsakan dan masukan panas terkontrol, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi. Rekomendasinya adalah masukan panas sebesar 0,27 kJ/mm yang menghasilkan kekuatan tarik terbesar yaitu 452 MPa dan rasio L/D ~1-2.

One type of stainless steel that is widely used in the industrial world is SS304 austenitic stainless steel. One technique for joining metals by welding is TIG (Tungsten Inert gas) or GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) and for thin plate-shaped materials a welding process without using filler metal or commonly called autogeneous welding can be used. This research was conducted to determine the effect of heat input with variations in current and welding speed of autogeneous TIG joints on tensile test values of welded joints, hardness of welded joints, measurement of weld geometry and metallographic tests of 2mm thick SS304 plate welding joints. The results showed that, the higher the heat input given, the amount of delta ferrite in the weld metal decreased. This is caused by a decrease in the cooling rate. The faster the cooling rate, the more ferrite is formed. In addition, the higher the heat input will affect the geometric shape of the weld, which increases the penetration deeper and wider so that the ratio of width to depth increases. Furthermore, the heat affected zone (HAZ) area experiences grain growth as heat input increases. Samples with high heat input decreased the value of hardness and tensile strength due to changes in the microstructure. The conclusion from the results of this study is that the welding of SS304 austenitic stainless steel with a thickness of 2mm was carried out using autogenous welding with pulse and controlled heat input, not too low and not too high. The recommendation is a heat input of 0.27 kJ/mm which produces the greatest tensile strength of 452 MPa and an L/D ratio of ~1-2."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library