Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jody Felizio
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Pendekatan yang digunakan sebelumnya dari nephrectomy donor laparoskopi di pusat kami adalah transperitoneal. Belakangan ini pendekatan retroperitoneal secara rutin digunakan dalam nefrektomi donor. Namun, tidak ada kesimpulan pasti tentang perbedaan objektif antara kedua pendekatan yang telah dicapai hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pembedahan antara pendekatan retroperitoneal dan transperitoneal pada nefrektomi donor. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif observasional single center, yang mencakup total 813 subjek yang menjalani nefrektomi donor di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Perbandingan warm ischemic time 1, time to clip, skin to skin, intraoperative blood loss dan komplikasi dilakukan dengan menggunakan Uji Man Whitney di IBM SPPS Statistik 25. Hasil: Sebanyak 687 subjek yang mendapatkan pendekatan transperitoneal dan 126 subjek dengan pendekatan retroperitoneal. Waktu iskemik hangat 1, waktu untuk klip dan kulit ke kulit, pendekatan retroperitoneal memiliki waktu yang jauh lebih lama. Namun, dalam hal kehilangan darah dan komplikasi, pendekatan retroperitoneal memiliki hasil yang lebih baik dengan rata-rata kehilangan darah adalah 50 cc, dibandingkan dengan transperitoneal 100 cc (p<0,001). Tingkat komplikasi serupa pada pendekatan transperitoneal (31 kasus, 4,6%) dibandingkan retroperitoneal (6 kasus 4,7%) Namun, cedera terkait usus dan kandung kemih hanya ditemukan pada pendekatan transperitoneal yang memerlukan pembedahan lebih lanjut. Kesimpulan: LLDN retroperitoneoscopic memberikan beberapa keuntungan termasuk komplikasi peri operasi yang lebih rendah, mengurangi kemungkinan cedera usus dan kandung kemih, dan mengurangi risiko kehilangan darah intraoperatif ......ntroduction and Objectives: The previous used approach of laparoscopic donor nephrectomy in our center was transperitoneal. In recent time retroperitoneal approach is routinely use in donor nephrectomy. However, there is no definitive conclusion on the objective differences between the two approaches that have been reached to date. This study aims to compare the surgical outcome between retroperitoneal and transperitoneal approach in donor nephrectomy. Method: This is a prospective observational single center study, which covered a total of 813 subject underwent donor nephrectomy in Cipto Mangunkusumo General Hospital. Comparison of warm ischemic time 1, time to clip, skin to skin, intraoperative blood loss and complication was carried out using Man Whitney Test in IBM SPPS Statistic 25. Results: A Total of 687 subject that received transperitoneal approach and 126 subject with retroperitoneal approach. The warm ischemic time 1, time to clip and skin to skin, retroperitoneal approach has significantly longer time. However, in term of blood loss and complication, retroperitoneal approach has better result with average blood loss is 50 cc, compare to transperitoneal 100 cc (p< 0.001). Complication rate was similar in transperitoneal approach (31 cases, 4,6%) than retroperitoneal (6 cases 4,7%) However, bowel and bladder related injury were only found in transperitoneal approach which need further surgery. Conclusion: Retroperitoneoscopic LLDN provides several advantages including lower peri operative complications, reduced possibility of bowel and bladder related injury, and reduced the risk of intraoperative blood loss.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Wahyudi Soamole
Abstrak :
Latar Belakang: Tatalaksana nyeri pascabedah pada pasien pascalaparoskopi nefrektomi merupakan salah satu kunci pemulihan dini pasien. Di RSUPN Cipto Mangunkusomo, hampir semua pasien donor ginjal pascabedah laparoskopi nefrektomi mendapatkan analgesia epidural kontinyu. Masih tingginya persentase pasien dengan derajat nyeri berat, serta terdapatnya efek samping retensi urin pascaanalgesia epidural kontinyu, membuka kemungkinan untuk digunakannya teknik analgesia berbasis anestesia regional lain yang lebih baik. Blok tranversus abdominis plane dapat digunakan sebagai analgesia pascabedah abdomen, aman digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi koagulasi dan tidak menyebabkan terjadinya retensi urin dibandingkan dengan teknik blok neuraksial. Metode: Penelitian ini bersifat uji klinis terkendali tidak tersamar tunggal, dengan populasi semua pasien donor ginjal yang menjalani laparoskopi nefrektomi pada bulan Mei-Oktober 2017 di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sebanyak 25 subyek pada dua kelompok diambil dengan metode consecutive sampling. Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui efek analgesia penambahan deksametason 8 mg pada blok TAP tiga titik, rata-rata derajat nyeri gerak dan kebutuhan morfin pascabedah pada kedua kelompok dengan menggunakan uji Mann-Whitney dan uji Friedman dan post hoc Wilcoxon.Hasil: Uji Mann-Whitney rata-rata nyeri diam tidak berbeda signifikan p 0,066-0,716 . Uji Mann-Whitney Kebutuhan PCA morfin pada 24 jam pascabedah tidak berbeda signifikan p 0,072-0,200 . Perubahan derajat nyeri pada blok TAP dengan uji Friedman dan post hoc Wilcoxon bermakna signifikan p 0,002 dan 0,020 . Kebutuhan morfin pada blok TAP dengan uji Friedman dan post hoc Wilcoxon bermakna signifikan p 0,023 . Saat pertama menggunakan tambahan morfin dan awal mobilisasi pascabedah tidak ada perbedaan pada kedua kelompok. Kekerapan retensi urin pascabedah lebih tinggi pada epidural kontinyu 58.01 .Simpulan: Penambahan deksametason 8 mg tidak memberikan efek analgesia yang lebih baik pada blok TAP tiga titik dibanding epidural kontinyu. Jumlah penggunaan morfin, saat pertama membutuhkan tambahan morfin, rata-rata derajat nyeri gerak dan awal mobilisasi pascabedah tidak berbeda signifikan pada blok TAP tiga titik dengan epidural kontinyu. Kekerapan retensi urin pascabedah lebih tinggi pada epidural kontinyu.
Abstract Background Postoperative pain management in laparoscopic nephrectomy is one key to early recovery. At RSUPN Cipto Mangunkusomo, almost all postoperative laparoscopic donor nephrectomy patients acquire continuous epidural analgesia. High percentage of patients with severe degree of pain and presence of postoperative urinary retention related to continuous epidural opens the possibility of better use of other regional anesthesia analgesia techniques. Tranversus abdominis plane block can be used as postoperative analgesia in abdominal surgery, safe in patients with impaired coagulation function and does not cause urinary retention compared with neuraxial block technique. Methods Randomized control trial in all kidney donor patients undergoing laparoscopic donor nephrectomy in RSUPN Cipto Mangunkusomo during May October 2017. Consecutive sampling and random allocation was done to put 25 patients in each TAP block and Continuous Epidural group. Statistical analysis was performed to determine the effect of adding 8 mg of dexamethasone in three point TAP block on degree of pain at rest and with movement and postoperative morphine requirements using Mann Whitney, Friedman and post hoc Wilcoxon test. Results Mann Whitney test showed no significant difference in pain at rest p 0,066 0,716 and 24 hours postoperative morphine requirements p 0,072 0,200 between two groups. Friedman and post hoc Wilcoxon test showed a significant difference in degree of pain p 0,002 and 0,020 and morphine requirement p 0,023 in TAP block group. There is no difference in time to first dose of morphine rescue and early postoperative mobilization. There is higher incidence of postoperative urinary retention in continuous epidural group 58.01 .Conclusion The addition of dexamethasone 8 mg on three point TAP block did not provide better analgesia than continuous epidural. The amount of morphine requirement, time to first dose of morphine rescue, degree of pain at rest and with movement and early postoperative mobilization did not differ significantly between two groups. The frequency of postoperative urinary retention is higher with continuous epidural.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Arum Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Laparoskopi nefrektomi merupakan teknik pembedahan pilihan untuk pasien donor ginjal di RSCM karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan laparotomi. Pembedahan akan mengaktivasi respon stress yang mempengaruhi perubahan hemodinamik intraoperatif. Kombinasi anestesi regional epidural dengan anestesi umum dapat mengurangi respon stress intraoperatif. Teknik yang digunakan adalah epidural. Blok Quadratus Lumborum (QL) merupakan blok interfasia efektif sebagai analgesia pasca bedah abdomen. Penelitian ini bertujuan untuk menilai respon stress hemodinamik intraoperatif antara blok QL dan epidural pada pasien laparoskopi nefrektomi. Parameter yang dinilai adalah tekanan arteri rata-rata (MAP), laju nadi, indeks kardiak (CI), dan gula darah. Kebutuhan fentanyl intraoperatif juga turut dinilai. Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tidak tersamar terhadap pasien donor ginjal yang menjalani laparoskopi nefrektomi di RSCM selama bulan Juni hingga September 2018. Dilakukan randomisasi sebanyak 36 subjek menjadi 2 kelompok. Setelah induksi, kelompok epidural diberikan epidural kontinyu bupivacain 0.25% sebanyak 6 ml/jam dan pada kelompok QL diberikan 20 ml bupivacain 0.25% secara bilateral. Variabel MAP, laju nadi, CI, gula darah dan kebutuhan fentanyl intraoperatif dicatat. Analisis data dilakukan melalui uji bivariat t-test tidak berpasangan, Mann-Whitney serta uji multivariat general linear model. Hasil: Perubahan MAP pada kelompok QL lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan epidural. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada variabel laju nadi, CI, gula darah dan kebutuhan fentanyl intraoperatif. Kesimpulan: Blok QL tidak lebih baik dari epidural dalam menurunkan respon stress intraoperatif pada laparoskopi nefrektomi. Akan tetapi perubahan MAP pada blok QL lebih stabil. Kata Kunci: laparoskopi nefrektomi quadratus lumborum (QL) respon stress hemodinamik. ABSTRACT
Background: Laparoscopic nephrectomy is a surgical technique preferred for renal donor in RSCM because of its advantages over laparotomy. Surgery activated stress responses thus affected intraoperative hemodynamics. Regional epidural anesthesia often combined with general anesthesia to reduce stress responses. Quadratus Lumborum (QL) block is an interfacial block and effective as abdominal surgery analgesia. This study was aimed to assess intraoperative hemodynamic stress response between QL and epidural block in laparoscopic nephrectomy patients. Mean arterial pressure (MAP), pulse rate, cardiac index (CI), and blood sugar was collected. Intraoperative fentanyl consumption also noted. Methods: This was a randomized clinical trial of renal donor patients who underwent laparoscopic nephrectomy at RSCM during June to September 2018. A total of 36 subjects were randomized into 2 groups. After induction of general anesthesia, the epidural group received continuous epidural infusion of 0.25% 6 ml / hour of bupivacaine and QL group received 20 ml of 0.25% bupivacaine. MAP variables, pulse rate, CI, blood sugar and intraoperative fentanyl consumption were recorded in both groups. Data was analyzed with bivariate paired t-test, Mann-Whitney and multivariate general linear model test. Results: MAP changes in QL group is significantly better than epidural group. There was no difference in heart rate, CI, blood glucose and fentanyl consumption intraoperative between two groups Conclusion : QL block compared to epidural did not have better result in reducing intraoperative stress response. However, MAP changes in QL group have better stability than epidural group. Keywords : laparoscopic nephrectomy; epidural; quadratus lumborum (QL); stress response; hemodynamic; blood glucose
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library