Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Widiwanto
Abstrak :
LATAR BELAKANG. Kondisi hipoksia menyebabkan peningkatan sistem simpatis yang membuat produksi air mata meningkat, sedangkan pada orang dengan tingkat kesamaptaan jasmani (VO2max) yang baik terjadi peningkatan sistem parasimpatis yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi air mata. Penelitian ini untuk menentukan rentang VO2max agar produksi air mata optimum pada awak pesawat TNI AU. METODE. Desain penelitian adalah studi korelasi, yang dilakukan di Lakespra Saryanto Jakarta. Dengan menggunakan populasi sernua awak pesawat yang melaksanakan ILAIMedek selama bulan Januari-Mei 2003. Semua yang memenuhi kriteria inklusi diambil, Sampel yang didapat sebanyak 35 orang. Data penelitian didapat dari rekam medis dan pencatatan di RUBR. Hasil penelitian kemudian dilakukan uji statistik berupa analisis regresi linear untuk melihat hubungan VO,max terhadap produksi air mata. Model akhir yang didapat digunakan untuk menentukan nilai minimum dan maksimum VO2max. HASIL. Rata-rata produksi air mata 23mm f 4,17mm. Dari beberapa faktor faali yang berhubungan terhadap produksi air mata ternyata hanya VO2max yang bermakna dengan koofesien regresi sebesar - 0,434 dan kemaknaan p = 0,000. Rentang VO2max yang didapat 34,9 ml/mnt/kgbb sampai 57,9 ml/mnt/kgbb agar produksi air mata optimum. KESIMPULAN. Produksi air mata berhubungan dengan VO2max. Rentang V02max yang didapat 34,9 ml/mnt/kgbb sampai 57,9 ml/mnt/kgbb agar produksi air mata optimum.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Lewa
Abstrak :
Latar Belakang. Meskipun kondisi pesawat terbang saat ini sudah mengalami modernisasi dengan antematisasi dan disertal dengan kabin bertekanan. Bukan berarti menyingkirkan bahaya hipoksia di dalam dunia penerbangan. Terbukti dengan masih banyaknya angka kecelakaan yang disebahkan oleh karena sebab hipoksia yang terntama disebabkan karena kegagalan sistem kabin bertekanan. Bahaya hipoksin dibidang penerbangan dapat menyebabkan inkspasitas bagi penerbangaya sehingga accident adalah hasil akhimya. Manusia tidak memiliki sistem peringatan dini untuk mengenali adanya hipoksia, sehingga diperlukan pengalaman dalam demonstrasi yang dilakukan di hipobarik chamber. Hasil dari pengalaman itulah ynng diharapkan dalam latihan !LA yang diselenggnrnkan oleh Lakespra Satfanlo TNI AU nntuk dapat segera mengantisipasi ketika terjadi situasi hipoksia baik yang disengaja ataupun tuk disengaja. Metode. 45 orang perwira penerbang dari berbagai usia melaksanakan latihan demostrasi hipoksia di hipobarik chamber di FL 250 lalu melaksanakan tugas hitungan matematika ringan dalam jangka waktu 5 menit. Setiap subjek yang berhenti ditengah selang waktu tsb maka saat itulah waktu sadar efektif (WSE) dicatat. Sebagai parameter fisiologi yang ingin dicari adalah umur, Hb, p.."'tlrentase FVC terhadap ref, persentase FEVJIFVC, dan VO,max sebaga1 variabel independan untuk dicari korelasinya dengan WSE. Setelah diketahui korelasi masing-masing variabel dilakukan ana1isis multivariat untuk menilai faktor dan kekuatan korelasi dan untuk mendapatkan model. Kesimpulan. Dengan diketahuinya model dalam memprediksikan WSE maka akan sangat membantu dalam proses pemilihan dan pembinaan personel dan diharapkan dapat menurunkan angka kejadian akibat hipoksia.
Background. Even though the condition of the aircrafts have been modernized with automatically equipment and pressured cabin. It doesn't meant we can neglect the danger of hypoxia in aviation as there are a large number of accident bad occurred, caused by hypoxia, particularly due to failure of the system of pressured cabin. The danger of hypoxia in aviation can cause the pilots are incapacity then they can get accident. Human doesn't own early warning system to identifY hypoxia so it requires experience to demonstrate in hypobaric chamber. The result of experience are obtained during hopefully. The training ofil-A which is held in Lakespr:a Saryanto; Indonesian Air Force on the purpose of anticipating the danger of hypoxia whether it occurs consciously or not. Method. 45 Pilot officers with different ages conduct the training of Hypoxia demonstration in Hypobaric Cbember at FL 250, to complete the test in the form of moderate mathematics in five minute. Every single subject which stops in the mid of time that's the TUC recorded. As parameter of physiology being observed are age<, Hb, percentage of FVC to the reference, percentage of FEVIIFVC, aod V02 as independent variable to find the correlation with rue. After finding the correlation of each variable then there's analysis of multivariate to score the factors, the strength of correlation, and find the model. Conclusion. After we found the model of predicting TUC, hopefully it can help to selecting and manage the personnel, finally it can reduce the number of accident due to the danger of hypoxia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T31653
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Yulieanto
Abstrak :
LATAR BELAKANG : Penerbang yang mengawaki pesawat tempur canggih memiliki peluang besar untuk terpajan gaya + Gz tinggi dengan durasi yang cukup lama (High Sustained G). Untuk mengurangi bahaya pajanan gaya ini, penerbang tempur harus melakukan Anti G Straining Maneuver (AGSM), padahal dikeluhkan bahwa AGSM yang harus dilakukan berulang-ulang dengan intensitas tinggi cepat mengakibatkan kelelahan. Diyakini bahwa tingkat kesamaptaan otot yang baik akan meningkatkan kemampuan penerbang bertahan terhadap High Sustained G. HIPOTESIS : Penelitian ini bertujuan membuktikan kebenaran hipotesis bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dan durasi ketahanan tehadap High Sustained G. METODE : Subyek dipajankan terhadap gaya +8 Gz dan diinstruksikan untuk bertahan selama mungkin sampai merasakan kelelahan, dalam latihan Simulated Air Combat Maneuver (SACM) dengan Human Centrifiige. Ketahanan penerbang dinilai dengan lamanya durasi bertahan. Tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) subyek dinilai dengan prosedur test kesamaptaan jasmani yang diberlakukan di TNT AU. HASIL : Dari 25 orang pilot yang semula mengikuti penelitian ini, 2 orang dikeluarkan karena mengalami mabuk gerak yang parah. Rata-rata umur dan jam terbang subyek adalah 28,0 (SD 3,4) tahun dan 501,4 (SD 232,3) jam. Ditemukan adanya hubungan yang kuat antara tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dengan durasi bertahan terhadap High Sustained G (r = 0,76 ; p < 0,01). Repetisi gerakan Push up dalam tes samapta B memiliki hubungan yang sangat kuat dengan durasi ketahanan terhadap High Sustained G (r = 0,85., p < 0,01). KESIMPULAN Tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dapat digunakan untuk memprediksi durasi bertahan terhadap High Sustained G di kalangan penerbang tempur TNT AU. Latihan beban dengan fokus pada kelompok otot dada kemungkinan akan dapat mengurangi kelelahan yang terjadi saat melakukan AGSM. ......BACKGROUND : Fighter pilots flying high performance airera is are often subjected to high levels of headword (+ Gz) acceleration. In order to reduce dangerous effect of this type of acceleration pilots must perform the Anti G Straining Maneuver (AGSM), eventhough there are a number of complaints that this repeated and high intensity maneuver is perceived very fatiguing. It seems that a good muscle fitness will increase pilot's High Sustained G endurance HYPOTHESIS: This study aimed to define correlations between muscle fitness levels and High Sustained G durations. METHODS : Subjects were exposed to +8 Gz plateaus during a Human Centrifuge Simulated Air Combat Maneuver (SACM) until volitional fatigue. High Sustained G endurances were evaluated by measuring the exposure durations. Muscle fitness levels were determined using a standardized test protocol of Indonesian Air Force. RESULTS : Twenty five pilots participated in this study. Because of severe motion sickness 2 pilots were eliminated. Their age and flying hours averaged 28,0 (SD 3,4) years and 501,4 (SD 232,3) hours. Strong correlation was found between muscle fitness levels and High Sustained G durations (r = 0,75 ; p < 0,01). Push up test item had a very strong correlation with High Sustained G durations (r = 0,85 ; p < 0,01). CONCLUSION The results indicate that the muscle fitness levels can be used to predict High Sustained G durations performed by Indonesian Air Force fighter pilots during SACM. Weight training focused on chest muscle groups may reduce fatigue while performing AGSM.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library