Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Rizki Hidayatullah
"Umumnya, metode metal injection molding MIM menggunakan material SS 17-4 PH untuk aplikasi braket ortodontik. Salah satu proses dalam MIM adalah thermal debinding, yaitu proses dimana binder dihilangkan dari produk menggunakan energi panas. Proses thermal debinding dilakukan dengan variasi temperatur yaitu 480, 510, dan 540oC, waktu tahan yaitu selama 0.5, 1 , dan 2 jam, serta laju pemanasan yaitu 0.5, 1, 1.5, dan 2oC/min. Pengaruh temperatur menunjukkan semakin meningkatnya temperatur, persentase pengurangan massa semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh pembentukan oksida pada sampel yang dibuktikan dengan TGA. Hasil pengurangan massa terbesar didapatkan pada temperatur 480oC sebesar 6.4137 wt . Pada variabel waktu tahan, ditunjukkan bahwa semakin lama waktu tahan akan meningkatkan pengurangan massa dan nilai pengurangan massa terbesar didapat pada waktu tahan 2 jam yaitu sebesar 6.255 wt . Untuk laju pemanasan dengan semakin lambatnya laju pemanasan akan meningkatkan pengurangan massa sampel dan mengurangi adanya pembentukan retak. Variabel terbaik diperoleh pada laju pemanasan 0.5oC/min, yaitu menghasilkan pengurangan massa sebesar 6.2499 wt dan pembentukan retak lebih sedikit.
Generally, metal injection molding MIM method utilizes SS 17 4 PH as material for application of orthodontic bracket. One of the process of MIM is thermal debinding, which binder is eliminated by thermal energy. In this study, thermal debinding process is conducted with variation of temperature, i.e. 480, 510, and 540oC, holding time, i.e. 0.5, 1 and 2 hours, heating rate, i.e. 0.5, 1, 1.5, and 2oC min. The effect of temperature shows that the increased temperature will result in the mass reduction percentage due to formation of oxide on the sample, which will be proven through TGA testing. The highest mass reduction was 6.4137 wt which was obtained at 480oC. For the variation of holding time, the longer the holding time will result in increased mass reduction and the highest mas reduction was 6.255 wt which was obtained during 2 hours of holding time. For the heating rate, the slower the heating rate will result in increased mass reduction and decreased the presence of crack formation. The best variable was obtained at heating rate of 0.5oC min, which resulted mass reduction of 6.2488 wt and less crack formation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S63567
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yosephine Merry Devina
"Deposit ampas tebu di Indonesia yang mencapai 8,5 juta ton per tahun menjadikan biomassa ini potensial untuk dikembangkan sebagai sumber energi alternatif. Perbaikan sifat ampas tebu sebagai bahan bakar padat dilakukan dengan torefaksi, yaitu proses pretreatment termokimia terhadap biomassa yang dilakukan pada suhu 200?300oC, tekanan atmosfer, dan lingkungan yang inert. Ampas tebu ditorefaksi sampai suhu 275oC dengan variasi laju pemanasan sebesar 3, 6, dan 10oC/menit dan variasi waktu penahanan suhu selama 0 dan 15 menit. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik ampas tebu adalah kandungan lignoselulosa, distribusi ukuran partikel, sifat hidrofobik, dan kekerasan pellet. Kenaikan laju pemanasan dan waktu penahanan suhu mengurangi kandungan hemiselulosa ampas tebu sampai di bawah 6% dan menaikkan kandungan ligninnya sampai di atas 83%. Seiring peningkatan kandungan lignin, kekerasan pellet ampas tebu juga meningkat, yaitu sampai 29,22 pada skala durometer Shore D. Seiring penurunan kandungan hemiselulosa, ampas tebu bersifat lebih mudah dihancurkan dan hidrofobik. Distribusi partikel yang berukuran lebih kecil dari 105 μm pada ampas tebu yang ditorefaksi adalah sebanyak 67%, sedangkan pada ampas tebu yang tidak ditorefaksi hanya 0,62%. Penyerapan air oleh ampas tebu yang ditorefaksi hanya sebanyak 1,3%, sedangkan pada ampas tebu yang tidak ditorefaksi sampai 8,02%. Hasil ini menunjukkan bahwa torefaksi dapat memperbaiki karakteristik fisik ampas tebu.
Sugarcane bagasse waste in Indonesia reaching 8.5 million tons per year is potential to be developed as an alternative energy source. Torrefaction, which is used to improve the properties of sugarcane bagasse as a solid fuel, is a thermochemical pretreatment of biomass carried out at a temperature of 200?300oC, atmospheric pressure, and inert environment. Sugarcane bagasse is torrefied at 275oC with the heating rate variation of 3, 6, and 10oC/minute and hold time variation of 0 and 15 minutes. Characterizations conducted to determine the physical characteristics of sugarcane bagasse are lignocellulosic content, particle size distribution, hydrophobicity, and pellet hardness. The increasing heating rate and hold time will reduce the hemicellulose content of sugarcane baggase to lower than wt-6% and increase the lignin content to higher than wt-83%. As the lignin content increases, the sugarcane bagasse pellet will have better hardness, i.e. 29.22 on a durometer Shore D scale. As the hemicellulose content increases, sugarcane bagasse will have better particle size distribution and stronger hydrophobic tendency. The particle size distribution of torrefied sugarcane bagasse which is smaller than 105 μm is wt-67% while only wt-0.62% in untorrefied sugarcane bagasse. The water absorbtion of torrefied sugarcane bagasse is wt-1.3% while wt-8.02% in untorrefied sugarcane bagasse. The results indicate that torrefaction is able to improve sugarcane bagassephysical characteristics."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54862
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library