Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Said Bakhri
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tanggungjawab Direktur sebagai organ Direksi dalam Perseroan Terbatas untuk dapat melaksanakan ketentuan yang terkait dengan Keselamatan Kerja. Keterkaitan peraturan perundang-undangan dalam penerapan ketentuan keselamatan kerja yang didasari oleh UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Maka pada penelitian ini tanggungjawab Direktur dapat dijadikan landasan pemikiran atas penerapan hukum untuk perlindungan keselamatan kerja bagi pekerja dalam suatu perusahaan. Pada PT. X perlindugan Ketenagakerjaan dilakukan dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama antara PT. X dengan Federasi Serikat Pekerja PT. X Bersatu (FSPPB). Tindaklanjut dalam penerapan SMK3 maka pada PT. X dibuat mekanisme sistem yang disesuaikan dengan bidang usaha dari suatu perusahaan yaitu Sistem Manajemen Keselamatan Operasi Terpadu (SMKOT). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan dengan metode analisis bersifat kualitatif, hasil dari penelitian diolah menggunakan metode penelitian deskriptif untuk dijabarkan. Hasil penelitian menemukan bahwa tanggungjawab dan tindakan Direktur dalam pelaksanaan peraturan keselamatan kerja dan dengan adanya keterkaitan perundang-undangan yang ada tidak berdampak langsung untuk dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerja, terlebih lagi untuk dapat memberikan Value (nilai) bagi perusahaan. Penelitian ini menyarankan bahwa pertanggungjawaban hukum Direktur sebagai pelaksana penerapan ketentuan keselamatan kerja dapat diatur dengan menambahkan pasal pada UUPT tentang Keselamatan Kerja dan/untuk UU Keselamatan Kerja diperlukan adanya perubahan karena sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan yang ada dimasa kini untuk itu diperlukan adanya sanksi tegas dan berat berupa pencabutan izin usaha, denda maupun kurungan bagi perusahaan yang melanggar ketentuan keselamatan kerja. ......This thesis discusses the responsibilities of the Chief Excutive as an organ of the Board of Executives of Limited Liability Companies in implementing the provisions related to Safety. Given the interconnected regulations regarding safety provisions based on Law No. 40 of 2007 on Limited Liability Companies (Company Law), Law No. 1 of 1970 on Occupational Safety, Law No. 13 of 2003 on Manpower and Minister of Manpower Regulation No. Per.05/MEN/1996 of Occupational Safety and Health Management System (SMK3). In this research, the responsibility of the Chief Executive can be used as rationale for the application of laws protecting workplace safety for workers in a company. At Limited Liability Company X, Worker Safety is ensured by through the Labor Agreement between Limited Liability Company X with the Federation of Trade Unions Limited Liability Company X (FSPPB). The resulting application of Occupational Safety and Health Management System in Limited Liability Company X is the creation of systemic mechanisms that are tailored certain business sectors of a company, which called the Integrated Safety Management System Operation (SMKOT). The type of research used in this research is normative legal research or library based research method with qualitative analysis. The results of the study is laid down using descriptive research method. From the results of this research it is found that the responsibilities and actions of the Chief Executive in the implementation of safety regulations and with the interconnection of existing legislation neither directly impacts the improvement of workers' welfare, nor does it adds Value for the company. This study suggests that the legal liability provisions of the Chief Executive as the implementer of workplace safety can be accommodated by adding a chapter on Company Law on Occupational Safety and Safety at Work Act. Such addition is necessary for the law is no longer relevant to recent developments and the situation necessitates for the inclusion of severe and strict punishment as well as revocation of business licenses, fines or imprisonment for companies that violate workplace safety.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S150
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Velna Elvisa
Abstrak :
Alasan mendesak sebagai dasar pemutusan hubungan kerja sering kali menimbulkan perdebatan hukum yang kompleks. Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, penting untuk mendefinisikan alasan mendesak secara jelas dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak terjadi penafsiran yang beragam atau penyalahgunaan oleh para pihak. Alasan mendesak biasanya mencakup situasi tak terduga dan di luar kendali kedua belah pihak, seperti krisis ekonomi, keadaan darurat, atau situasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022, terjadi perbedaan pendapat antara pekerja, yang beranggapan tidak melakukan kesalahan, dan pengusaha, yang menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan karena pelanggaran oleh pekerja sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kriteria alasan mendesak dan prosedur pemutusan hubungan kerja, serta penerapan kedua aspek tersebut dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan pendekatan Deskriptif-Analitis dan menganalisis data secara kualitatif dari data sekunder yang berfokus pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui studi pustaka. ......Urgent reasons as a basis for termination of employment often lead to complex legal debates. In the context of labor law, it is important to clearly define urgent reasons in accordance with applicable regulations to prevent diverse interpretations or misuse by the parties involved. Urgent reasons usually include unforeseen situations and circumstances beyond the control of both parties, such as economic crises, emergencies, or other situations regulated by law. In the case of the Supreme Court of the Republic of Indonesia's Decision No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022, there was a disagreement between the worker, who believed they had not committed any wrongdoing, and the employer, who stated that the termination of employment (PHK) was due to a violation by the worker as regulated in the Collective Labor Agreement. This paper aims to analyze the criteria for urgent reasons and the procedures for employment termination, as well as the application of these aspects in the case of the Supreme Court of the Republic of Indonesia's Decision No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022. This research uses a doctrinal method with a Descriptive-Analytical approach, analyzing qualitative data from secondary sources focusing on primary, secondary, and tertiary legal materials obtained through literature study.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library