Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Hikmah
Abstrak :
Tanaman nanas (Ananas Cosmosus) merupakan salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia dan mudah dibudidayakan. Daun nanas merupakan salah satu limbah pertanian yang memiliki serat yang mengandung kadar selulosa yang tinggi, dimana selulosa ini merupakan bahan baku dalam pembuatan papan serat. Perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan papan serat adalah perekat sintetik yang berasal dari bahan bakar fosil yang sifatnya terbatas, tidak terbarukan, dan berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan perekat yang terbarukan dan ramah lingkungan, seperti pati kulit singkong dan asam sitrat. Penelitian ini mempelajari pengaruh pati kulit singkong dan atau asam sitrat sebagai perekat alami papan serat dari serat daun nanas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode proses basah, yaitu dengan proses pulping serat daun nanas secara semi kimia dan dengan pembentukan lembaran papan serat dengan proses basah. Ukuran papan dalam penelitian ini adalah 10 x 15 x 0,9 cm, dengan target kerapatan 0,5 g /cm3. Kemudian dilakukan pengujian sifat mekanis dan fisis papan serat sesuai standar SNI 01-4449-2006 dan JIS A 5905 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan serat yang diikat dengan pati kulit singkong dan asam sitrat memberikan pengaruh positif terhadap sifat fisis dibandingkan dengan papan serat tanpa perekat dan yang diikat dengan pati kulit singkong saja. Sedangkan untuk sifat mekanisnya, hanya papan serat yang tanpa perekat yang mampu memenuhi standar nilai MOR. ......Pineapple (Ananas Cosmosus) is one of the leading commodities in Indonesia and is easy to cultivate. Pineapple leaves are one of the agricultural wastes that have fibers that contain high levels of cellulose, where this cellulose is the raw material for making fiberboard. The adhesive commonly used in fiberboard production is a synthetic adhesive derived from fossil fuels that are limited, non-renewable, and harms humans and the environment. Therefore, an adhesive renewable and environmentally friendly is needed, such as cassava peel starch and citric acid. This research studied the effect of cassava peel starch and or citric acid as a natural adhesive for fiberboard from pineapple leaf fibers. The method used in this research is the wet process method, by semi-chemical pulping of pineapple leaf fibers and forming fiberboard sheets with a wet process. The board size of 10 x 15 x 0.9 cm, with a target density of 0.5 g/cm3. The mechanical and physical properties of fiberboards were tested according to SNI 01-4449-2006 and JIS A 5905 2003 standards. The results showed that the fiberboard with cassava peel starch and citric acid as adhesives had a positive effect on physical properties compared to fiberboard without adhesive and bonded with cassava peel starch only. As for its mechanical properties, the only fiberboard without adhesive can meet the MOR value standard.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mufiid Fatkhurrahman
Abstrak :
Ketahanan energi Indonesia didominasi oleh Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemanfaan gas alam yang belum optimal menjadi kendala untuk mensubstitusi sebagian dari penggunaan BBM konvensional tersebut. Salah satu pemanfaatan gas alam yaitu menggunakan teknologi Adsorbed Natural Gas (ANG). Material berpori tersebut menjadi adsorben yang dikenal dengan karbon aktif. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah kulit singkong untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif. Kulit singkong menghasilkan sebesar 59,31 % karbon adan abu 0,3 % sehingga cocok digunakan untuk pembuatan karbon aktif. Kulit singkong mengandung selulosa 37,9% dan lignin 7,5%. Pembuatan karbon aktif dengan cara karbonisasi pada suhu 500°C dengan kondisi vakum. Setelah itu diaktivasi kimia menggunakan aktivator yang berbeda yaitu KOH serta NaOH. Rasio massa yang digunakan dalam penelitian ini (aktivator:karbon aktif) yaitu (3:1). Kemudian diaktivasi secara fisika dengan aliran gas N2 dan CO2 dengan laju alir 150 cm3/menit selama 1,5 jam. Modifikasi karbon aktif dilakukan dengan menggunakan NiO dengan perbedaan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2%. Bilangan iodin dan BET yang dihasilkan yaitu sebesar 662 mg/g dan 657,98 m2/g untuk karbon aktif termodifikasi NiO 1%. Uji desorpsi dilakukan dengan variasi tekanan 3-9 bar dan dengan variasi suhu 28°C, 31°C, dan 35°C. Karbon aktif termodifikasi mampu menyimpan gas alam sebesar 0,02928 kg/kg pada tekanan 9 bar dan suhu 28°. ......Indonesias energy security is dominated by fuel oil. Utilization of natural gas that has not been optimal is an obstacle to substituting part of the use of conventional fuel. One of the uses of natural gas is using the technology of Adsorbed Natural Gas (ANG). The porous material becomes an adsorbent known as activated carbon. Therefore, the use of cassava peel waste is used as raw material for the production of activated carbon. Cassava peel produces 59.79% carbon and 0.3% ash so it is suitable for making activated carbon. Cassava peel contains cellulose 37.9% and lignin 7.5%. Making activated carbon by carbonization at a temperature of 500°C under vacuum. After that chemically activated using different activators namely KOH and NaOH. The mass ratio used in this study (activator: activated carbon) is (3: 1). Then it is activated physically by N2 and CO2 gas flow with a flow rate of 150 cm3 / minute for 1.5 hours. Modification of activated carbon was carried out using NiO with a difference concentration of 0.5%, 1%, and 2%. The resulting iodine and BET numbers are equal to 662 mg/g dan 657,98 m2/g sfor modified activated carbon by NiO 1%. Desorption test is carried out with a pressure variation of 3-9 bar and with temperature variations of 28°C, 31°C, and 35°C. Modified activated carbon can store natural gas of 0,02928 kg / kg at a pressure of 9 bar and a temperature of 28°C.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline
Abstrak :
Grafena merupakan material komposit yang memiliki karakteristik mekanik, optik, dan konduktivitas yang baik. Dibutuhkan alternatif untuk menurunkan cost dalam proses fabrikasinya, salah satu upayanya adalah mengganti bahan baku menjadi limbah biomassa, digunakan limbah kulit singkong. Metode yang digunakan dalam pembutan grafena adalah mereduksi grafena oksida. Grafena oksida dibuat menggunakan metode Hummers termodifikasi. Metode reduksi kimia adalah metode yang umum digunakan, tetapi memiliki residu yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, digunakan metode alternatif yaitu reduksi laser. Proses reduksi dilakukan dalam 4 variasi waktu, yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam. Dilakukan beberapa pengujian, diantaranya SEM, FTIR, UV-Vis, dan XRD. Hasil UV-Vis dari proses reduksi grafena oksida didapatkan puncak pada 237 nm untuk 1 jam, 245 untuk 2 jam, dan optimum 3 jam pada 261 nm menunjukkan adanya transisi orbital C=C. Setelah 3 jam, puncak menghilang mengindikasikan terbentuk cacat. Hasil FTIR menunjukkan hilangnya puncak gugus oksigen dan hidroksil. Pengamatan SEM menunjukkan morfologi lembaran tipis dan menggulung serta hasil XRD yang mengalami pergeseran puncak ke daerah 25,7°. ......Graphene is a composite material that has good mechanical, optical and conductivity characteristics. Alternative is needed to reduce costs in the fabrication process, one of the efforts is to replace the raw material to biomass waste used cassava peel. The method used in making graphene is by reducing graphene oxide. Graphene oxide synthesized using a modified Hummers method. The chemical reduction method is the most commonly used method, but it has residues that are harmful to the environment. Therefore, an alternative method is used, namely laser reduction. Laser reduction used various reduction time range from 1, 2, 3, and 4 hours. Several characterization techniques were utilized, including SEM, FTIR, UV-Vis, and XRD. The UV-Vis results from the process reduction of graphene oxide showed peaks at 237 nm for 1 hour, 245 for 2 hours, and an optimum for 3 hours at 261 nm indicating a C=C orbital transition. After 3 hours, the peaks disappeared indicating defect formed. FTIR results also show the loss of the hydroxyl group peaks, indicating a successful reduction process. SEM observations showed the morphology of thin and rolled sheets. Finally, XRD results or rGO displayed a peak shift back to region 25,7°.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library