Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nonon Saribanon Rubyawan
"ABSTRAK
Pelaksanaan program intensifikasi di bidang pertanian
sejalan dengan peningkatan permintaan produk pertanian
berdampak pada tingginya pemakaian pupuk dan pestisida,
khususnya pada tanaman hortikultura. Tanaman sayuran
yang merupakan salah satu tanaman hortikultura penting,
umumnya memerlukan pemeliharaan intensif, dan adanya
tuntutan konsumen terhadap kualitas produk sehingga
penggunaan pupuk dan pestisida pun sangat intensif.
Dengan kata lain, konsumen sayuran umumnya menginginkan
produk yang kualitasnya baik dan bebas dari serangan
atau bekas serangan hama dan penyakit.
PRT merupakan suatu konsep yang berusaha untuk mendorong
dan memadukan beberapa faktor pengendalian untuk
menekan populasi hama serta memperkecil kerusakan
tanaman dan hasil tanaman. Pada prinsipnya konsep PHT
berbeda dengan konsep pengendalian hama pada sistem
Konvensional yang sangat tergantung pada penggunaan pestisida. Walaupun demikian, PHT bukanlah suatu konsep yang anti penggunaan pestisida (Reddy dalam Sastrosiswojo, 1994:5). Pada sistem PHT, pestisida yang digunakan adalah pestisida yang selektif dan aman, serta digunakan apabila benar-benar diperlukan dan sepanjang tidak mengganggu faktor pengendalian lainnya atau interaksinya (Untung dalam Sastrosiswojo, 1994:5).
Penggunaan pestisida yang tidak selektif dapat mengakibatkan
penurunan populasi musuh alami hama serta serangga
berguna dan makhluk bukan sasaran (Oka, 1993:6).
Hal ini dapat mengakibatkan penurunan keragaman jenis
(diversitas spesies) dalam ekosistem pertanian tersebut
yang mempengaruhi kestabilan ekosistem dan berarti pula
telah terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
Penurunan atau babkan punahnya musuh alami hama akibat
penggunaan pestisida yang tidak selektif, dapat menimbulkan
ketidakseimbangan antara populasi hama dengan
musuh alaminya sehingga apabila keadaan lingkungan
mendukung, dapat terjadi ledakan populasi hama (outbreak)
yang disebut resurgensi hama.
Residu pestisida di lingkungan merupakan akibat penggunaan
pestisida yang ditujukan pada sasaran tertentu
seperti tanaman dan tanah. Selain itu, pestisida dapat
terbawa oleh gerakan air dan udara sehingga residu
pestisida dapat berada di berbagai unsur lingkungan di
permukaan bumi (Untung, 1993:229).
Kubis merupakan salah satu tanaman sayuran dataran
tinggi yang penting di Indonesia. Pemakaian pestisida
pada tanaman kubis sangat intensif, demikian pula
penggunaan lahan oleh petani. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran adanya dampak negatif dari penggunaan
pestisida terhadap unsur-unsur lingkungan yang ada pada
ekosistem pertanian tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode percobaan
berpasangan (Paired Treatment comparison) antara penerapan
sistem PBT (P) dengan sistem Konvensional (K),
tanpa ulangan sebab luas lahan yang diamati yaitu 500 m2
untuk setiap perlakuan dianggap cukup memadai sebagai
suatu model ekosistem pertanaman kubis di lapangan.
Basil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem PHT
lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sistem
Konvensional. Hal ini terlihat dari keragaman jenis
(diversitas spesies} fauna di atas tanah pada ekosistem
kubis dengan penerapan sistem PHT yang berkisar antara
1,664 sampai 2,021 lebih besar dibandingkan dengan
sistem Konvensional yang berkisar antara 1,606 sampai2,000.
Dari penelitian ini juga terlihat adanya keseimbangan
populasi hama dan musuh alami yang lebih baik pada
penerapan sistem PBT dibandingkan dengan sistem Konvensional.
Hal ini antara lain terlihat dari tingginya
tingkat parasitasi larva P. Xylostella oleh D. semi-clausum dan
besar populasi imago parasitoid D. Semiclausum dan inareolata sp.
Selain itu, koloni cendawan antagonis patogen tanaman
Trichoderma spp. pada tanah dengan penerapan sistem PHT
jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
Konvensional.
Dari beberapa jenis insektisida yang digunakan dan
dianalisis kadar residunya, hanya insektisida Asefat
yang terdeteksi pada seluruh unsur lingkungan yang
diteliti.
Kadar residu insektisida Asefat pada tanah dan air
larian pada penerapan sistem PBT lebih rendah dibandingkan
dengan sistem Konvensional, tetapi tidak terdapat
perbedaan residu insektisida Asefat pada krop
kubis.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya
Bacillus tburingiensis Berliner pada tanah
labnya lebih besar pada penerapan sistem
populasi yang jumPHT akibat
penggunaan insektisida mikroba B. tburingiensis jika
dibandingkan dengan sistem Konvensional.
E. Daftar Kepustakaan 44 (1971 - 1995)

ABSTRACT
Agriculture production should be increased due to the
increasing of market demand. Beside quantity, the
quality products is important, especially for vegetable
crops. To meet this market demand, farmers usually use
fertilizers and pesticides intensively.
One of the important objectives of Integrated Pest
Management (IPM) implementation is to reduce the
amount of pesticide usage. In line with this objective,
the use of natural enemies and selective pesticides is
very important.
The impact of IPM implementation on cabbage against the
environmental aspects such as species diversity of
fauna, insecticide residues on soil and water, insecticide
residues on cabbage crop was studied.
The experiment used paired treatment comparison to
compare IPM system with Conventional system and conducted
at Lembang Experimental Garden of Lembang Horticultural
Institute from August 1994 to December 1994.
Some important results of this study are as follows:
1. Species diversity of fauna in the air (upper soil)
at IPM plot (1. 66-2.02) was higher than Conventional
plot (1.61 - 2.00).
2. The level of parasitism o f Plutella xylostella (L.)
larvae by Diadegma semi clausum Hellen was higher in
IPM system than in Conventional system.
3. The colonies of mycoparasite T.ricooderma spp.
in the soil was higher in IPM system compared with
4.Conventional system.
Insecticide residues
run off showed
(Acephate) in soil and
lower in IPM system
water
than
Conventional system. However, no difference of
insecticide residue on cabbage crop was found in
IPM system and Conventional system.
5. The colonies of Bacillus tburingiensis Berliner
in the soil was higher in IPM system compared with
Conventional system.
E. Number references : 44 (1971 - 1995)."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarti
"ABSTRAK
Untuk mempelajari pengaruh radiasi pada kemandulan ngengat F-1-radiasi hama kubis Plutella xyiostella L, telah dilakukan penelitian dengan menggunakan sinar gamma. Radiasi sinar gamma dengan dosis 50, 75, 100, 125 dan 150 Gy dari Irradiator 60Co tipe gamma cell 220 diberikan kepada kepoinpong jantan berumur 3 - 4 han. Ngengat jantan Yang terbentuk dari kepompong radiasi tersebut kemudian dikawinkan dengan ngengat betina normal. Dari hasil perkawinan tersebut diperaleh ngengat keturunan pertama (F-1-radiasi). Melalui perkawinan antara ngengat keturunan pertama (F-1-radiasi) dengan ngengat normal tenlihat adanya fenomena kemandulan baik pada ngengat jantan inaupun ngengat betina F-1-radiasi. Dosis-dosis radiasi yang diberikan kepada kepompong jantan inenyebabkan keinandulan pada ngengat jantan F-1-radiasi berturut-turut sebesar 16,63%, 34,86%, 64,07%, 67,03% dan 72,42%, serta keniandulan pada ngengat betina F-1-radiasi berturut-turut sebesar 14,21%, 23,26%, 49,68%, 55,69% dan 58,14%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Tanaman kubis adalah sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan pada umumnya dalam pertumbuhannya diperlukan banyak air. Pestisida yang larut dalam air akan meresap pada daun tanaman kubis, hal ini akan menimbulkan dampak negatif apabila dikonsumsi secara langsung. Kandungan residu pestisida yang ada didalam sayuran tergantung penggunaan pestisida yang antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : jenis pestisida yang digunakan, dosis/konsentrasi pestisida yang digunakan, frekuensi penyemprotan, rentang waktu penyemprotan terakhir sebelum dipanen dan alat yang digunakan."
600 SATEK 3:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Najmah Muhammad Kuddah
"Di Indonesia, kubis sering dikonsumsi mentah sebagai lalapan, hal ini dapat meningkatkan kejadian infeksi parasit usus. Adanya asumsi masayarakat mengenai perbedaan kebersihan antara sayuran dari pasar tradisional dan swalayan. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai prevalensi kontaminasi parasit usus pada sayuran kubis di pasar tradisional dan swalayan Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang analitik observasional. Sampel sayuran kubis yang berasal dari 20 pasar tradisional dan 20 pasar swalayan Jakarta. 100 gram kubis dari setiap sampel direndam selama 24 jam dengan larutan garam jenuh. Air rendaman disaring kemudian disentrifugasi (teknik sedimentasi).
Hasil endapan dilihat dibawah mikroskop untuk identifikasi kontaminasi parasit usus jenis STH dan protozoa. Didapatkan 100% kubis di pasar tradisional dan 90% di pasar swalayan positif terkontaminasi parasit usus. Total jumlah parasit usus yang ditemukan 3530/mL(55,5% pasar tradisional, 44,5% pasar swalayan). Hasil penelitian menunjukan perbedaan yang bermakna antara kontaminasi parasit usus di pasar tradisional dan swalayan(p< 0,05). Telur A.lumbricoides terbanyak ditemukan di kedua jenis pasar. Penggunaan larutan garam jenuh sebagai media perendaman bermakna dibandingkan dengan air sebagai kontrol (p<0,05). Dengan demikian, jenis pasar tempat menjual sayuran kubis bermakna terhadap kontaminasi parasit usus.

In Indonesia, cabbage are often eaten raw as salad, it can increase the incidence of intestinal parasitic infections. An assumption of the community regarding the cleanliness difference between vegetables from traditional markets and supermarkets.Therefore, a research on the prevalence of intestinal parasitic contamination on cabbages in traditional markets and supermarkets Jakarta need to be done. This type of research is observational analytic cross-sectional study. Cabbage samples was taken from 20 traditional markets and 20 supermarkets in Jakarta. 100 gram cabbages from each samples were immersed in saturated salt solution for 24 hours. Soaking water is filtered and then centrifuged (sedimentation technique). Immersion in water was done as a control.
Precipitated seen under a microscope to identify the type of intestinal parasites contamination, STH and protozoa. As the results, 100% of cabbage in the traditional markets and 90% in supermarkets were contaminated by intestinal parasites. The total number of intestinal parasites found 3530/mL (55.5% traditional markets, supermarkets 44.5%). The results showed a significant difference between intestinal parasite contamination in traditional markets and supermarkets(p <0.05). The most number eggs contamination are A.lumbricoidesfound in both types of markets. The use of saturated salt solution as an immersion medium significantly compared with water as the control(p <0.05). Thus, the type of marketselling cabbage significantly to contamination of intestinal parasites.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Baskoro
"Kebutuhan akan inhibitor korosi ramah lingkungan semakin berkembang, sehingga penelitian untuk mencari alternatif ekstrak tumbuhan sebagai inhibitor korosi semakin meningkat. Kayu secang dipercaya memiliki kandungan antioksidan yang dapat berperan dalam menghambat laju korosi yang pada material. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek penambahan ekstrak Kayu Secang (KS) terhadap laju korosi dari Baja API 5L X52 dalam Larutan 3,5% NaCl dan juga melihat sifat sinergis inhibitor saat ekstrak KS dikombinasikan dengan ekstrak Kubis Merah (KM) yang sebelumnya telah dilaporkan efektif sebagai inhibitor korosi.
Beberapa pengujian dilakukan untuk mengevaluasi KS sebagai inhibitor korosi. Metode Polarisasi dan EIS digunakan untuk melihat efektifitas ekstrak KS dan kombinasinya dengan ekstrak KM sebagai inhibitor korosi dengan variasi konsentrasi yang ditambahkan. FTIR digunakan untuk mengkarakterisasi gugus fungsi yang terkandung dalam ekstrak KS dan KM. Model adsorpsi isotherm digunakan untuk melihat mekanisme adsorpsi dari ekstrak.
Dari hasil Polarisasi menunjukan penambahan ekstrak KS akan menurunkan laju korosi dari 0,172 mm/tahun menjadi 0,04 mm/tahun hingga konsentrasi 0,75 ml dalam 200 ml 3,5% NaCl, dan pengujian EIS mendukung hasil tersebut. Pengabungan ekstrak KS dengan KM menunjukan efek anti-sinergi melihat dari nilai sinergistik parameter yang didapat <1. Peningkatan efisiensi inhibisi pada komposisi 0,1 ml dan 0,2 ml KS dalam 2,5 ml KM, diperkirakan karena ekstrak yang ditambahkan belum mencapai titik optimum.
Hasil FTIR menunjukan ekstrak KS memiliki gugus C=O yang berperan dalam proses adsorpsi dan gugus ?OH (hydroxil) yang menunjukan sifat antioksidan. Ekstrak KS dan juga campurannya teradsorpsi mengikuti model Langmuir isotherm dimana adsorpsi yang terjadi adalah monolayer dan tidak ada reaksi antar molekul. Nilai energi bebas menunjukan bahwa proses adsorpsi terjadi secara spontan dan jenis ikatan yang terjadi dalam proses adsorpsi adalah secara fisik/physicsorption dengan nilai -20,79 KJ/mol untuk ekstrak KS, dan -7,08 KJ/mol untuk Ekstrak KS+KM

The needs of green corrosion inhibitors is growing, thus searching for the alternative plants extract to be used as corrosion inbitor is increasing. Caesalpinia sappan L (KS) believed to contain antioxidant that may play role in inhibiting the corrosion rate of material. This study was conducted to understand the inhibitive properties owned by the extract of KS on the API 5L X52 Material in 3.5%NaCl and to assess the sinergistic effect when KS is combined with Red Cabbage (KM) extract which already proven as alternative corrosion inhibitor.
Several tests were conducted to evaluate KS as green corrosion inhibitor. Tafel Polarization and EIS methods were used to assess the effectiveness of KS and its combination with KM as corrosion inhibitor at various concentration in 3.5% NaCl. FTIR method was used to characterize the functional groups contained in the extract. Adsorption isotherm was used to recognize the adsorption mechanism of the extracts.
The polarization results shows the inhibitive properties of KS thus reduce the corrosion rate of material from 0.172mm/year to 0.04mm/year with addition of 0.75ml of KS in 200ml 3.5%NaCl, meanwhile EIS result supports the polarization results. Mixing of KS and KM shows anti-synergistic effect, which shown on synergistic parameter value <1 for any volume addition of KS. An increase in inhibition efficiency on 0.1ml and 0.2ml KS composition of the mixture is expected due the mixture has not reached the critical point.
While FTIR results show KS and KM both has a C = O functional groups that play a role in the adsorption process and the -OH (hydroxil) which shows antioxidant properties. From the verification plot of several isotherm models, the KS extract and its mixture follows Langmuir Isotherm, which mean the inhibitive layer adsorbed is considered monolayer and there is no reaction between the active molecules. Thus from the calculation of adsorption free energy we have -20.79KJ/mol for KS and - 7.08KJ/mol, thereof the adsorption process considered as physicsorption and the adsorption occurs due to electrostatic bond. The minus (-) sign indicates the adsorption process is spontaneous.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Lusi Susanti
"Prevalensi infeksi parasit usus di Jakarta masih tinggi, yaitu mencapai 70,47%. Ada beberapa jalur transmisinya, antara lain melalui konsumsi sayuran yang terkontaminasi. Sayuran yang mungkin terkontaminasi ialah kubis, terlebih lagi kubis dapat dimakan dalam kondisi mentah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kontaminasi parasit usus pada kubis di pasar tradisional dan swalayan Jakarta tahun 2012. Digunakan masing-masing 20 sampel sayuran kubis dari pasar tradisional dan swalayan Jakarta. Sampel diolah menggunakan metode sedimentasi sederhana dengan media perendaman larutan deterjen cair 10% dan air sebagai kontrol.
Ditemukan 100% sampel kubis yang diteliti menggunakan media perendaman larutan deterjen cair 10% positif terkontaminasi parasit usus dengan jumlah yang bervariasi. Spesies parasit usus yang ditemukan ialah Ascaris lumbricoides (64,03%), Trichuris trichiura (18,71%), cacing tambang (7,02%), Giardia lamblia (7,90%), dan Entamoeba coli (2,34%). Terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,000) antara jumlah parasit usus pada sayuran kubis di pasar tradisional sebanyak 2240 (64,93%) dan swalayan sebanyak 1210 (35,07%). Terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,000) antara jumlah kontaminasi parasit usus pada sayuran kubis berdasarkan media perendaman, yaitu sebanyak 3450 (71,43%) pada larutan deterjen cair 10% dan 1380 (28, 57%) pada air.

Prevalence of intestinal parasites infection in Jakarta is still high, about 70,47%. There are several ways of its transmission. One of them is by consuming contaminated vegetables. Vegetables which are possible to be contaminated is cabbage, more over it can be consumed in raw condition. This study aims to determine and compare contamination of intestinal parasites on cabbage from traditional and modern markets Jakarta 2012. This study used 20 samples of cabbages from each traditional and modern markets in Jakarta. Samples were processed using a simple sedimentation method with 10% liquid detergent solution as submersion media and water as control.
From all samples, 100% samples of cabbage that were soaked in 10% liquid detergent solution were positive contaminated by intestinal parasites in varying amounts. Species of intestinal parasites that was found were Ascaris lumbricoides (64,03%), Trichuris trichiura (18,71%), Hookworm (7,02%), Giardia lamblia (7,90%), and Entamoeba coli (2,34%). There was a significant difference (p=0,000) between the number of intestinal parasite on cabbage from traditional markets as much as 2240 (64,93%) and modern markets as much as 1210 (35,07%). There was a significant difference (p=0,000) between the number of intestinal parasites contamination on cabbage based on submersion media, 3450 (71.43%) was found by using 10% liquid detergent solution and 1380 (28, 57%) was found by using water.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akbar Barrinaya
"Ekstrak kubis merah telah dievaluasi sebagai inhibitor korosi ramah lingkungan untuk baja API 5L grade X60 dilingkungan larutan NaCl 3,5% menggunakan metode Tafel polarisasi dan Electrochemical Impedance Spectroscopy. Pengujian Tafel Polarisasi menunjukkan ekstrak kubis merah bertindak sebagai inhibitor campuran sedangkan pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy menunjukkan terbentuknya lapisan film dari molekul inhibitor pada permukaan baja API 5L grade X60, dari kedua pengujian ini effisiensi inhibisi meningkat dengan meningkatnya jumlah konsentrasi inhibitor yang ditambahkan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa molekul inhibitor teradsorpsi secara fisika dengan mengikuti model adsorpsi Langmuir Isoterm, senyawa Cyanidin diketahui sebagai senyawa utama yang teradsorpsi pada permukaan baja API 5L grade X60.

Red cabbage extract has been evaluated as green inhibitor corrosion for API 5L grade X60 steel on 3.5% NaCl environment using Tafel polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy. Tafel polarization methode shows red cabbage extract acts as an mixed inhibitor and Electrochemical Impedance Spectroscopy methode showed the formation of a layer of film of the inhibitors molecule on the surface of the API 5L grade X60 steel, from both this methode inhibition efficiency increases with increasing concentration of inhibitor. Results of the evaluation showed that the inhibitor molecules is physically adsorbed by following the Langmuir isotherms model, cyanidin compounds are known as major compounds are adsorbed on the surface of API 5L grade X60 steel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library