Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aries Syafrizal
Abstrak :
Makhluk hidup termasuk manusia membutuhkan air sebagai sumber kehidupan. Air digunakan oleh manusia untuk metabolisme tubuh, keperluan rumah tangga dan kegiatan yang mendukung kehidupannya (Enger dan Smith, 2000). Mengingat pentingnya fungsi air bagi manusia, tersedianya air baik secara kualitas maupun kuantitas harus dipelihara untuk menjamin kehidupan sekarang dari masa datang. Selain sebagai sumber kehidupan, air adalah sumberdaya alam terbarukan (Salim, 1993). Tersedianya air di dunia menurut Kodoatic et al. (2002) adalah dalam bentuk air asin, air tawar dan air dalam bentuk lain. Jumlah keseluruhan air di dunia sebesar 1.385.984.610 Km3 yang terdiri atas air laut 1.338.000.000 Km3 (96,53%), air tawar 35.029.210 Km3 (2,53%), dan air dalam bentuk Iain 47.984.610 Km3 (3,47%). Dilihat dari persentase potensi air di dunia, tersedianya air tawar paling sedikit jumlahnya tetapi dibutuhkan oleh mahluk hidup yang paling besar. Kebutuhan air tawar di dunia untuk air baku air minum di dapat dari air hujan, dan sumber-sumber air seperti mata air, Sungai, rawa, danau, dan lain-lain. Pengambilan air baku Kota Palembang sebagaian besar dari Sungai Musi dan anak sungainya. Pengambilan air tawar dari sumur dalam atau air tanah dalam saat kemarau tidak dapat dilakukan, karena Formasi lapisan tanah di wilayah Palembang berupa lapisan alluvial, sehingga air tanah dalam tidak tersedia. Tersedianya air baku dari Sungai Musi secara kuantitas terpenuhi sepanjang tahun, tetapi secara kualitas menjadi masalah saat terjadi pasang surut. Permasalahan yang harus diteliti mengingat masyarakat tergantung sekali pada air baku Sungai Musi adalah pengaruh pasang surut pada penurunan kualitas air baku yang berimplikasi pada pengolahan air minum. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air baku. Jika terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air baku, diajukan hipotesis lanjutan yaitu terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air minum. Metode penelitian pengaruh pasang surut pada kualitas air baku dan air minum yang digunakan adalah deskriptif analitik. Pembuktian hipotesis parameter kualitas air menggunakan uji statistik. Uji statistik yang di gunakan adalah T-Test karena data kualitas air yang digunakan bersifat rasio dan jumlah sampel kurang dari 30 (Sugiyono, 1999). Pemilihan sampel dengan metode pertimbangan (purposive) untuk menentukan waktu dan tempat pengambilan sampel (Sudjana, 1996). Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random). Pengolahan data menggunakan alat bantu program microsoft excel dan uji statistik dengan alat bantu program SPSS. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air baku yang didasarkan pada baku mutu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Paramater yang mengalami perubahan sehingga melampaui baku mutu antara lain adalah pH, TSS, BOD, COD, DO, Posfat, NH3-N, H2S, Sulfat dan Total Coliform. Hasil uji statistik membuktikan hanya terdapat satu parameter yang menerima Ho yaitu parameter TDS, sisanya menolak Hipotesis Nol (Ho) dengan tingkat kepentingan antara 0,00 sampai 0,05. Untuk perubahan kualitas air minum akibat pasang surut, parameter yang mengalami perubahan didasarkan pada baku mutu menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 tentang Persyaratan Air Minum antara lain adalah pH, kekeruhan dan khlorida. Hasil uji statistik memperlihatkan hanya parameter khlorida yang menolak 1-10 dengan tingkat kepentingan 0,00. Tingkat kekeliruan (a) yang di gunakan dalam uji hipotesis adalah 0,05 atau terjadi 5 kesalahan dalam 100 sampel. Perubahan kualitas air baku akibat pasang surut akan mengalami peningkatan oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor gejala alam dan Faktor degradasi lingkungan. Faktor gejala alam disebabkan kemarau panjang seperti El-Nino atau tingginya curah hujan seperti La-Nina, sedangkan faktor degradasi lingkungan disebabkan deforestrasi daerah aliran sungai (DAS) dan pencemaran limbah domestik dan industri. Faktor gejala alam tidak dapat dikendalikan tetapi faktor degradasi lingkungan dapat dikelola untuk mengurangi dampak pasang surut yang terjadi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pasang surut di kualitas air baku dan air minum. Perubahan kualitas air baku selain membahayakan manusia jika memanfaatkan air baku sebagai air minum tanpa proses pengolahan, juga berimplikasi pada proses pengolahan air minum PDAM Tirta Musi. lmplikasi yang terjadi antara lain adalah kerusakan bangunan akibat pH yang rendah, implikasi proses pengolahan air minum dan implikasi pada biaya proses pengolahan. Untuk mengatasi permasalahan kualitas air baku yang disebabkan pasang Surut, pemerintah disarankan memperbaiki dan menyelaraskan peraturan yang berlaku. Untuk mengurangi degradasi Iingkungan yang mengakibatkan peningkatan perubahan kualitas air baku oleh pasang surut, pemerintah disarankan menerapkan sistem pengelolaan sungai terpadu. Untuk pihak PDAM Tina Musi, perbaikan proses dan penambahan proses pengolahan air minum harus memperhatikan periode dan pengaruh pasang surut. Pertimbangan pemilihan proses pengolahan air minum yang digunakan selain mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis, juga harus mempertimbangkan faktor lingkungan Masyarakat yang mengambil air baku untuk air minum disarankan untuk memperhatikan periode pasang surut dan melakukan proses pengolahan air minum sebelum memanfaatkanya.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Riris
Abstrak :
ABSTRAK
Proyek sanitasi dan pengolahan limbah rumah tangga di Jakarta (Setiabudi Sewerage and Sanitation Project) sebagai kerja sama pemerintah Republik Indonesia dan Bank Dunia telah dilaksanakan sejak tahun 1983. Tahap pertama proyek sanitasi ini yang bersifat percontohan meliputi wilayah Setiabudi-Tebet Manggarai. Tujuan proyek tersebut selain untuk pengendalian banjir adalah pengelolaan limbah rumah tangga dan sanitasi lingkungan yang dewasa ini sudah berada pada tingkat pencemaran yang dapat membahayakan kesehatan. Pencemaran lingkungan termasuk sungai yang sudah cukup memprihatinkan ini terjadi hampir di seluruh sungai di kota-kota besar di Indonesia di antaranya Ciliwung di Jakarta. Hal ini antara lain disebabkan masih banyak penduduk yang belum menyadari arti hidup sehat. Di daerah perkotaan dengan peningkatan penduduk yang relatif tinggi masih banyak warga masyarakat yang membuang limbah rumah tangga dan kotoran di tempat tidak semestinya yakni di halaman, got dan sungai disekitarnya yang memperberat pencemaran sumber air bersih dan air tanah. Air bersih yang diperoleh dari unit-unit pengolahan air minum yang terdapat hampir di sleuruh Kotamadya di Indonesia baru dapat melayani sekitar 36% penduduk. Selebihnya penduduk menggunakan sumber air bersih yang tidak terawasi dari air tanah (sumur pompa, sumur gali) dan air permukaan (kali/sungai) sebelum diolah terlebih dahulu. Dari hasil studi yang pernah dilakukan di daerah proyek sebelum proyek sanitasi (JSSP) dilaksanakan ternyata bahwa pembuangan kotoran penduduk yang memenuhi syarat hanyalah 52,20% dan sebagian penduduk membuang kotoran di sungai-sungai sekitarnya termasuk Ciliwung dan Kali Krukut yang merupakan sumber air baku untuk air minum.

Selanjutnya diketahui bahwa air minum yang memenuhi syarat hanaylah 12& dengan parameter pencemar yang utama nitrit (NO2) yang biasanya berasal dari resapan jamban dan pembuangan limbah, proyek sanitasi semacam JSSP termasuk suatu inovasi atau hal yang baru di daerah Jakarta yang dapat menimbulkan berbagai sikap masyarakat karena melalui proyek ini diharapkan masyarakat dapat terdoronf untuk membayar dan memelihara saran kesehatan lignkungan yang ada.

Dalam proyek ini diperkenalkan suatu tindakan membayar dari penduduk untuk pembuangan limbah rumah tangganya seperti halnya yang terlaksana dalam pembuangan sampah atau air minum.

Dari beberapa pengalaman di berbagai daerah di Indonesia ternyata sarana sanitasi bantuan pemberintah hanya sebagian kecil dalam keadaan baik. Dalam penangan dan pemeliharaan serta pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan diperlukan partisipasi masyarakat agar sarana tersebut dapat bermanfaat dan terpelihara dengan baik. Pemeliharaan dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan termasuk jamban/kakus diharapkan dapat mebgurangi terjadinya pencemaran lingkungan termasuk air tanah.

Sehubungan dengan itu studi ini mempunyai tiga tujuan. Pertama mengetahui sikap masyarakat dalam penerimaan terhadap pembangunan JSSP mencakup penyediaan dan penggunaan sarana air minum, jamban dan pembuangan sampah serta buangan limbah rumah tangga. Kedua, mengetahui kualitas air minum (air bersih) disekitar proyek sanitasi. Ketiga merumuskan alternatif intervensi masalah pembangunan kesehatan yang berhubungan dengan proyek sanitasi.

Lokasi studi ini dibatasi di daerah proyek sanitasi yang sudah dibangun kakus umum yakni kelurahan-kelurahan menteng dalam. Menteng Atas, karet dan Manggarai, dengan responden keluarga untuk wawancara adalah Ibu rumah tangga aau anggota keluarga yang sudah dewasa. Selain itu wawancara anggota keluarga yang sudah dewasa. Selain itu wawancara dilakukan terhadap petugas keluarahan, RT dan pengelola saran yang ada. Rumah tangga yang diwawancarai seluruhnya berjumlah 210.

Temuan pertama, sebanya 65,8% penduduk menggunakan jamban/kakus umum yang dibangun proyek sanitasi. Setipa kakus tersbeut dipakai bersama puluhan keluarga lainnya. Diketahui pula selanjutnya bahwa sebanyak 3B,7% dari jamban yang ada tidak terpelihara. Sejumlah 167 keluarga (78,8%) mempunyai saran air bersih sendiri. Saran penyediaan air bersih yang terpelihara sebanyak 100 (47,8%) sedangkan yang lainnya tidak bersih dan rusak. Sebanyak 22,8% keluarga mempunyai tempat limbah padat sedangkan yang memenuhi syarat hanya 79,1% keluarga membakar sampahnya (limbah padat) atau membuang ke kali, pasar dan tanah terbuka. Sebanyak 62,6% saluran air limbah yang ada pada masyarakat memenuhi syarat.

Temuan studi ke dua memperlihatkan tidak adanya perubahan kualitas air minum (air bersih) di sekitar proyek sanitasi. Kandungan pencemar kimiawi yakni nitrit (NO2) dan bakteriolohik (coliform)gidak menunjukan penuruan yang berarti. Dari sikap masyarakat yang berhubungan dengan pemeliharaan sumber-sumber air bersih dapat diketahui kebiasaan sehat masih kurang.

Dari mobilitaspenduduk yang cukup besar, dapat diduga sulitnya melaksanakan penyuluhan kesehatan dengan hasil yang diinginkan.

Berdasarkan temuan diatas penelitian ini mengajukan alternatif cara peningkatan peran serta masyarakat dalam proyek sanitasi dengan lebih mengikutsertakan masyarakat dimulai dari tahap perencanaan proyek, pelaksanaan dan pemanfaatan sarana sani tasi yang dibangun. Perlu membantuk suatu organisasi khusus yang dapat menyelenggarakan atau mengelola sarana sanitasi yang dibangun. Organisasi ini melibatkan tokoh masyarakat, pelaksana penanggung jawab sarana serta pengelola program. Melalui organisasi inidiharapkan dapat dilakukan evaluasi dan intervensi hal-hal yang mengambat pelaksanaan pembangunan kesehatan

Terutama mengingat mobilitas penduduk yang cukup besar penyuluhan kesehatan sebaiknya diberikan berkali-kali mencakup kebersihan dan penyehatan lingkungan. Dengan demikian diperlukan pendayagunaan lembaga-lembaga yang ada termasuk petugas kelurahan dan atau sistem keamanan lingkungan (siskamling) serta penerapan peraturan pemerintah mengenai pengelolaan lingkungan, diantaranya adalah peraturan tentang kebersihan lingkungan diwilayah daerah khusus ibukota jakarta.
ABSTRACT
The sanitation project and the management of the management of the domestic waste in Jakarta has been implemented as a cooperation between the Government of Indonesia and the world Bank, has been executed since 1983. The first stage of this sanitation project was designed as a model covering setiabudi, tebet and manggarai districts. The purpose of the project in addition to flood control was to manage the domestic sewage and to improve the environmental sanitation which have reached the stage of contamination that could endanger the health of the community. These serious environmental pollution problems including water pollution occured in most big cities in Indonesia such as Ciliwung river in Jakarta. This among others is caused by the lack of awareness of the community who dispose their domestic waste improperly which increase the contamination of water and soil.

Clean water obtained from the drinking water treatment plant found in most big cities in Indonesia could only supply about 36% of the population. The rest of the population obtain water from the ground (shallow well-pumps and dug wells) and water from the rivers.

From the result of study which was carried out in the project regions before the Sanitation Project (JSSP) was implemented, it turned out that only 52,20% had sanitary disposal and part of the people defecate on the rivers including Ciliwung and Krukut which are the sources of drinking water. Furthermore it is known that drinking water which fulfill nitrite (NO2) usually comes from latrine and leachate from solid wasted dumping site.

Sanitation project is an innovation in Jakarta which could improve community attitude. In this project a system of community contribution has been introduces to over the expenses of removal of the domestic waste away from their homes the same way as their contribution for solid waste disposal and water supply.

From some experiences in several districts in Indonesia it turned out that the sanitation project as a government support, mostly are not well maintained. Form the operation, maintenance and utilization of the environmental health facilities, community participation is very much needed. The maintenace and utilization of the environmental health facilities including public latrines are menat to reduce the environmental pollution including the groundwater. This can be seen thorugh the decrease of the level of fecal contaminants for example bacteria, including coli and nitrite.

The objectives if the study: First to identify the attitude of the comunity in the case of accepting the JSSP including the supply and the utilization of drinking water facilities, latrine and domestic waste disposal. Second, to know the quality of the drinking water (clean water) in the neighbourhood of the sanitation project. Third, to formulate alternative interventions and evaluation of the health improvement in connection with the sanitation project. The location of this study was limited to the sanitation project area where public latrine have been built using ground water namely the districts of Menteng Dalam, Menteng Atas, Karet and Manggarai.

Respondents for interview consisted of housewives and adult members of the family. Besides that, interviews are also conducted for districts officials, RT and the officials in charge. The number pf families who were interviewed were 210. The first finding of the study was : about 65,8 % of the population make use of the public latrines built by the sanitation projects. Every latrine has been used together by ten families. It is known that 38.7% of the public latrines were not well maintained.

About 167 families (79,8%) have their own clean water facilities. Water cupply facilities which were well maintained 100 unites (47,8%) while others were not clean and in bad condition and 22,8% of the families have their own solid waste bins; among those only 79,1% met teh requirements. Other families burn their refuse ot throw them away into the rivers, in the streets or open places. About 62,6% or the waste water drainage in the community met the requirements. The second finding showed that there was no change in the quality of the drinking water (clean water) around their sanitation project. The content of chemical contamination such as nitrite (NO2) and coliform did not show a meaningful decrease. From the attitude of the community in connection with the maintenance of the sources of clean water, we observed that the healhty way of life were not implemented adequately.

Due to high mobility of the people we can assume that it is difficult to reach a good result of the health education. Based on the above mentioned findings, this studysubmit an alternative how to increase theparticipation of the community starting from the planning of the project, executing and the utilixation of the sanitation facilities which will be built.
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Parlinto
Abstrak :
Air yang mengalir pada saluran Tarum Barat (STB) merupakan suatu sumber daya alam dan air baku instalasi penjernihan air kota Jakarta, yang kualitasnya semakin menurun, sehingga diperlukan suatu konsep baru peningkatan kualitas air di sisi hilir dengan memanfaatkan kandungan energi pada air itu sendiri. Konsep peningkatan kualitas air dilaksanakan melalui permodelan dengan mereduksi secara bertahap parameter fisika, kimia, dan biologi dengan memanfaatkan kandungan energi dalam air tersebut, sesuai prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Metode penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dengan memanfaatkan data sekunder dan data primer sebagai verifikasi. Permodelan peningkatan kualitas air melalui diversifikasi energi di daerah aliran sungai dapat mereduksi kekeruhan sebesar 66,45% dan meningkatkan nilai indeks kualitas air dari 47,83-51,23 (kategori buruk - rata-rata) menjadi 55,49-59,08 (ketegori rata-rata), serta membangkitkan daya sebesar 885,28 kW dan energi sebesar 546.674,08 kWh/bulan, setara dengan penghematan bahan bakar solar sebesar 119,17 ton/bulan, reduksi CO2 sebesar 311.604,23 kg/bulan, dan menghasilkan Certified Emission Reduction besar 3.116,04 USD/bulan sesuai program mekanisme pembangunan bersih Protokol Kyoto. Secara ekonomi permodelan peningkatan kualitas air ini mempunyai analisis rasio manfaat biaya sebesar 1,23-2,00, analisis laju pengembalian sebesar 20,45% pertahun, dan analisis titik impas pada tahun ke 5.;Air yang mengalir pada saluran Tarum Barat (STB) merupakan suatu sumber daya alam dan air baku instalasi penjernihan air kota Jakarta, yang kualitasnya semakin menurun, sehingga diperlukan suatu konsep baru peningkatan kualitas air di sisi hilir dengan memanfaatkan kandungan energi pada air itu sendiri. Konsep peningkatan kualitas air dilaksanakan melalui permodelan dengan mereduksi secara bertahap parameter fisika, kimia, dan biologi dengan memanfaatkan kandungan energi dalam air tersebut, sesuai prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Metode penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dengan memanfaatkan data sekunder dan data primer sebagai verifikasi. Permodelan peningkatan kualitas air melalui diversifikasi energi di daerah aliran sungai dapat mereduksi kekeruhan sebesar 66,45% dan meningkatkan nilai indeks kualitas air dari 47,83-51,23 (kategori buruk - rata-rata) menjadi 55,49-59,08 (ketegori rata-rata), serta membangkitkan daya sebesar 885,28 kW dan energi sebesar 546.674,08 kWh/bulan, setara dengan penghematan bahan bakar solar sebesar 119,17 ton/bulan, reduksi CO2 sebesar 311.604,23 kg/bulan, dan menghasilkan Certified Emission Reduction besar 3.116,04 USD/bulan sesuai program mekanisme pembangunan bersih Protokol Kyoto. Secara ekonomi permodelan peningkatan kualitas air ini mempunyai analisis rasio manfaat biaya sebesar 1,23-2,00, analisis laju pengembalian sebesar 20,45% pertahun, dan analisis titik impas pada tahun ke 5.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Odang, Dian Mardianti
Abstrak :
Dasar Pemikiran; Ci Liwung yang berfungsi sebagai sumber air baku air minum penduduk DKI Jakarta menurut hasil pemantauan PAM Jaya dan Pusat Penelitian Masalah Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta (P4L) pada saat ini telah tercemar diantaranya oleh limbah industri. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air Ci Liwung dan selanjutnya agar dapat tetap menjaga kualitas air minum maka diperlukan peningkatan biaya produksi pengolahan air minum yang harus ditanggung konsumen. Industri di DKI Jakarta sebagian besar pada saat ini telah berlokasi di Kawasan Industri Pulo Gadung, namun di luar DKI Jakarta yaitu di bagian hulu dan tengah DA Ci Liwung (daerah Bogor ) berkembang pesat industri-industri yang membuang limbah cairnya ke Ci Liwung dan anak-anak sungainya. Berkembangnya industri di daerah tersebut dapat dimengerti karena sesuai teori lokasi industri ( Weber, Norman Pounds) daerah tersebut memiliki aksesibilitas yang baik, tenaga kerja, pasar dan ditunjang kebijaksanaan pemerintah. Tujuan Penelitian; untuk mengetahui perkembangan industri tahun 1979-1986 di bagian hulu dan tengah DA Ci Liwung dan dampaknya terliadap kualitas air Ci Liwung yang berfungsi sebagai air baku air minum untuk wilayah DKI Jakarta. Masalah; 1. Bagaimana perkembangan industri di bagian hulu dan tengah DA Ci Liwung tahun 1979-1986 ? 2. Dimana terjadi pencemaran air Ci Liwung tahun 1979 dan 1986, dan parameter-parameter apa yang telah tercemar ? 3. Bagaimana hubungan antara perkembangan industri di bagian hulu dan tengah DA Ci Liwung dan perkembangan kualitas air Ci Liwung ? 4. Dimana penyebaran jenis-jenis industri yang mencemarkan air Ci Liwung di bagian hulu dan tengah DAS Ci Liwung ?
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Nora Nurmala
Abstrak :
Kotamadya Yogyakarta mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Pada akhir tahun 1983 jumlah penduduk Kotamadya Yogyakarta tercatat 408.500 jiwa (Dinas Statistik Kodya Yogyakarta, 1987) dan pada akhir tahun 1994 jumlah penduduk Kotamadya Yogyakarta tercatat 459.417 jiwa. Dengan luas 32,5 km , kepadatan penduduk rata-rata 14.136 jiwa per kilometer persegi dan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun sebesar 1,7 11 , maka kebutuhan untuk kehidupan semakin meningkat diantaranya kebutuhan air. Berdasarkan data PDAM Tirtamarta Kotamadya Yogyakarta, 42,5% dari jumlah penduduk yang dapat dilayani kebutuhan air minumnya melalui jasa pelayanan, sedangkan sisanya didapat dari air tanah. Dari data tersebut dapat dipastikan bahwa air yang dikonsumsi berasal dari air tanah. Adanya air dalam tanah suatu daerah tidak tenlepas dari kondisi geohidrologi, curah hujan, penggunaan tanah, dan pemanfaatan air tanah oleh daerah tersebut. Kotamadya Yogyakarta dengan tingkat pertunthuhan yang cukup pesat, berarti bertambahnya pemukiman penduduk dan saranasarana lain yang turnbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan penduduknya. Perkembangan Kotamadya Yogyakarta belum diinthangi dengan penataan kota secara baik, sehingga banyak menimbulkan akibat sampingan yang tidak diinginkan. Beberapa daerah di kota mi ada yang tidak layak untuk dihuni, seperti daerah dataran banjir dan daerah teras sungai, yang kadangkadang dilanda banjir. Akibat lainnya adalah pada sistim pernbuangan linthah, sistim sanitasi yang masih belum baik di beberapa tempat di Kotamadya Yogyakarta. Berbagai macam industri juga tumbuh di Kotamadya Yogyakarta, mulai dan industri besar (aneka industri) dan industri kecil yang tercatat pada Dinas Perindustrian. Industri tersebut baik besar maupun kecil sangat potensial untuk menghasilkan limbah yang dapat mencemari air. Efek samping penataan kota yang kurang baik dan pertumbuhan yang cepat dengan segala dampaknya, mengakibatkan penurunan mutu air di daerah kota, termasuk air tanah. Penelitian kualitas air tanah secara spatial dan menyeluruh di wilayah mi belum pernah dilakukan, yang ada adalah data pengujian sumur-sumur bar dalam dan data pengujian untuk kasus-kasus tertentu. Semua penelitian tersebut belum dapat meniberikan informasi tentang seberapa jauh peñurunan mutu air tanah di Kotarnadya Yogyakarta telah terjadi, dan khususnya hubungannya dengan penggunaan tanah yang ada kaitannya dengan pertumbuhan penduduk Kotamadya Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut maka, masalah dalam penelitian mi adalah : Bagaimana sebaran kualitas air tanah dangkai di Kotamadya Yogyakarta ? Apakah variabei penggunaan tanah dan variabel kepadatan penduduk Kotamadya Yogyakarta berpengaruh terhadap sebaran kualitas air tanah dangkai Kotamadya Yogyakarta ? Berdasarkan hasil analisis 170 sampel air tanah, maka konsentrash Daya Hantar Listrik maksimum 895 .umhos/cm dan minimum 236 .umhos/cm, konsentrasi kesadahan total maksimum 338 mg/i dan minimum 77,3 mg/l, konsentrasi suifat maksimum 250 mg/i dan minimum 6 mg/i. Atas dasar konsentrasi ketiga unsur yang diteliti serta mengacu pada baku mutu kualitas air jninum yang ditetapkan MENKLH, maka di wiiayah penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : Kuaiitas air tanah sangat baik (konsentrasi DHL < 350 £ltnhos/cm, konsentrasi kesadahan total < 15 mg/l, konsentrasi sulfat < 145 mg/1), kuaiitas air tanah baik (konsentrasi DHIJ 350 - 475 umhos/cm, konsentrasj kesadahan total 15 - 25 mg/l, konsentrasi suifat 145 - 175 mg/i) kualitas air tanah sedang (konsentrasi DHL1 47€ - .600 Almhos/cm, konsentrasi kesadahan total 26 - 60 mg/l, konsentrasi sulfat 176 - 210 mg/i), kualitas air tanah buruk (konsentrasj DHL > 600 Almhos/cm, konsentrasj kesadahan total 60 mg/l, konsentrasi suifat > 210 mg/i) Kualitas air tanah sangat baik tersebar cukup ivas di sebelah timur Kotamadya Yogyakarta dan sebagian kecil tersebar di sebelah utara dan tengah dari wiiayah peneiitian. Kualitas air tanah baik tersebar di sebagian wiiayah bagian utara, tengah dan selatan wiiayah peneiitian. Kualitas air tanah sedang tersebar merata di seiuruh wiiayah peneiitian, begitu .pula dengan kuaiitas air tanah buruk. Dari hasil pembahasan didapatkan bahwa baik atau tidaknya kualitas air minum di Kotamadya Yogyakarta tidak tenlepas dari pengaruh penggunaan tanah di suatu tempat, dan mi berarti kepadatan penduduk juga turut mempengaruhi. Berdasarkan anaiisis peta dapat dikatakan bahwa wilayahwiiayah dengan kepadatan pemukiman tinggi berkepadatan penduduk tinggi dan di wilayah hilirnya, mempunyai kualitas air tanah dengan konsentrasi unsur kimia yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Wiiayah-wiiayah pemukiman dan wiiayah yang berpenduduk padat ditanibah wilayah iridustri meniberikan volume limbah yang besar. Di samping itu, wilayah pemukiman relatif lebih kedap air dibanding wilayah sekitarnya sehingga air hujan yang menjadi limpasan di wilayah pemukiman lebih besar mengakibatkan tingkat pengenceran air tanah oleh air hujan berkurang
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiarti
Abstrak :
Model fisik yang dikembangkan oleh Laboratorium Hidrolika diranca.ng untuk mensimulasikan aliran terkekang yang terkontaminasi oleh zat terlarut, yaitu besi ( Fe ) melewati suatu media filtrasi. Kajian terhadap kinerja model fisik ini, sebelumnya telah dilakukan Ir. Heru Winayadi dan is menyimpulkan bahwa panjang tltrasi yang optimum terjadi pada arah memanjang, sedangkan data yang diperoleh dari percobaan tersebut sangatlah sedikit, sehingga perlu diperbanyak. Untuk percobaan saat ini akan dikonsentrasikan pada arah memanjang. Percobaan saat ini, direncanakan dilakukan dua kal'. Dari kajian Percobaan I diketahui tidak terjadi perubahan kecepatan aliran dan kadar best pads zone untreated t 0,60 mg/1 sedangkan pads zone treated berkisar antara 1,23 - 3,22 mg/l. Panjang filtrasi dari Percobaan I ini belum dapat diketahui. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kesalahan pada alat atau pen.gukuran kadar besi maka pada Percobaan It dilakukan pengulangan pengambilan sampeI dan pengarnbilan sampeI kontrol. Dari kajian Percobaan II diketahui tidak terjadi perubahan keeepatan aliran dan kadar besi pada zone untreated berldsar antara 0,00 - 1,50 mg11 sedangkan pada zone treated berkisar antara 0,41 - 3,20 mg/1. Dari pengulcuran sampeI kontrol diperoleh hasil yang sama dengan rancangan kadar besi sampeI tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran kadar besi telah dilakukan dengan balk dan benar, Panjang filtrasi dari Percobaan U ini belum dapat diketabui juga. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi fisik alat yang memiliki banyak kekurangan seperti retak-retak pada penutup bak filtrasi, kebocoran yang terjadi, melendutnya bagian dasar bak filtrasi. Juga dapat disebabkan oleh pelaksanaan pencampuran oksidator-pasir, pemadatan yang kurang baik dan pengambilan sampel yang tidak mewakiii medianya atau karena proses kimia yang tedadi. Dari nercobaan-percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil suatu kesimpulan akhir, bahwa kinerja model fisik belum cukup untuk dijadikan referensi dalam melakukan validasi model matematik. sehingga diperlukan data lebih banyak serta perbaikan model fisik itu sendiri. Alat itu sendiri dapat diperbaiki dengan mengganti penutup bak filtrasi, menambah perkuatan, menambal, sedangkan pencampuran oksidator-pasir dilakukan dalam satu wadah, pemadatan dilakukan dengan sistem per-layer, dipasang pipa pads titik pengambilan sampel agar sampel dapat mewakiii medianya. Untuk hal yang disebabkan proses kinua, diperlukan diskusi lebih lanjut.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S35664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S9254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tchobanoglous, George
Reading, Mass: Addison-Wesley, 1985
363.739 4 TCH w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, 1999
R 628.16 WAT
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullatief
Abstrak :
Air adalah nomor satu lingkungan. Kualitas air dapat dirubah dengan cara diencerkan atau diolah. pH Air dan tanah dapat diperbaiki dengan proses pencucian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan pH air dan pH tanah karena adanya pengembangan rawa dengan sistem pencucian (leaching). Selain itu Pula hubungannya dengan penempatan penduduk transmigrasi dan lokal yang membuang limbahnya ke dalam saluran-saluran pematusan sehingga perubahan pH air tidak banyak, karena dicemari oleh limbah domestik dari penduduk tersebut. Penelitian ini telah dilaksanakan dari, bulan Juni 1987 sampai bulan Desember 1987. Selanjutnya diteliti juga persepsi masyarakat Karang Agung Hulu terhadap pengaruh perubahan pH air dan pH tanah dalam kaitannya dengan kesuburan dan produktifitas tanaman. Metodologi yang digunakan untuk mengetahui pH air dan pH tanah adalah dengan pengukuran dan analisis laboratorium serta pengambilan sampel dengan Cara stratified random sampling. Daerah penelitian dibagi atas 4 strata yaitu strata I sepanjang saluran primer I, strata II sepanjang saluran primer II, strata III sepanjang saluran primer IV dan strata IV sepanjang saluran primer III dan V. Jumlah titik pengukuran pH air dan tanah adalah 22 titik pada.lokasi.yang dikembangkan dan.sebagai pembanding 17 titik di lokasi yang tidak dikembangkan. Untuk analisa laboratorium diambil masing-masing 5 sampel air dan 5 sampel tanah. Selanjutnya untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pengaruh perubahan pH digunakan pengambilan data dengan kuesioner sebagai instrumen sebanyak 107 responden secara acak (random sampling). Baku mutu air yang digunakan mengacu kepada: 1. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Sumatera Selatan No: 407/SK/XI/Tahun 1991, 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 173/Men.Kes/Per/ VIII/'77 Tahun 1977, 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 01/BIRHUKMAS/11 1975. 4. Baku mutu kesuburan tanah mengacu kepada ketentuan Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1970. Metoda statistik yang dipakai untuk mengetahui pengaruh pengembangan rawa terhadap pH air dan pH tanah digunakan uji T untuk dua kelompok. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perbedaan yang signifikan pada pH air dan tanah antara daerah sebelum dikembangkan dan setelah dikembangkan, yaitu diperoleh T hitung sebesar: 4,3822 untuk pH air, dan 3,3666 untuk pH tanah. 2. Dari perhitungan di atas dapat kita ketahui bahwa pH pada daerah yang telah dikembangkan adalah lebih tinggi dari daerah yang tidak dikembangkan. Sebagai contoh pH air dari 4,1136 berubah menjadi 4,6277. Sedangkan pH tanah dari 3,7000 berubah menjadi 3,888. Dari hasil analisa tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa satu dan dua adalah terbukti (signifikan). Dengan demikian, maka hipotesa 1 yang mengatakan ada pengaruh pengembangan rawa pasang surut terhadap pH air dan pH tanah di daerah Karang Agung Hulu terbukti. Perhitungan rata-rata (mean) dari 107 kuesioner diperoleh sebesar 26,168 dari skor tertinggi sebesar 60. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa 2, yaitu masyarakat di daerah Karang Agung Hulu belum mengetahui akibat perubahan pH air dan pH tanah terhadap kesuburan tanah dan produktifitas tanaman, juga terbukti.
Water is number one of importance in the Environment. The water quality can change due to dilution or treatment. Soil and water pH can improve by the leaching process. The objectives of this research are as follows: 1. To study the changes of soil and water pH as the result of swamp development through the leaching process and their correlation with the domestic waste from the transmigration and local population. 2. The community perception about the impact of changes of soil and water pH, correlation with the soil fertility and productivity. The study of impact of the swamp development to the environmental quality at Karang Agung Hulu was carried out from June 1987 until December 1987. The project area was divided into four strata. Stratum I, located on the sides of the Primary Canal I. Stratum II, located on the sides of the Primary Canal II. Stratum III, located on the sides of the Primary Canal IV, and Stratum IV on the sides of the Primary Canals III and V. In this study is used the incite measurement and laboratory analysis method of pH. Sampling was carried out by stratified random sampling. Data pH collecting with pH measurement. 22 sample point of soil and water pH were measured at the swamp development area and 17 sample point at the swamp not developed area, as comparison. 5 Soil and water sample are taken for laboratory analysis. Data collected was conducted by way of observation, interview and questionnaires of 107 respondents. The water quality standard used was issued by the: 1. The South Sumatera Governor Decree No:407/SK/XI/1991, 2. Ministry of Health Decree No: 173/Men.Kes/Per/VIII/1977, 3. Ministry of Health Decree No. Ol/BIRHUKMAS/I/1975. 4. The soil fertility standard used was issued by the: Lembaga Penelitian Tanah Bogor. Statistical method used in this research is the T test. The results of the research can be summarized as follows: 1. The significant differences of soil and water pHs between the area before development and after development with T test = 4,3822 for water pH and 3,3666 for Soil pHI; 2. From the above calculations we can know the average pH, that at the developed area is higher than the area that was not developed, namely: water pH = 4,1136 changes to 4,6277 and Soil pH from 3,700 be-came 3,888. From the results of the study we conclude that first and second hypothesis are significant; The mean calculation from the questioner is 26,168 from the highest score is 60. It is mean that the transmigration community didn't know the impact of changes of soil and water pHs to drinking water and soil fertility, so the third hypothesis is also significant.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>