Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Sumaniar
"ABSTRAK
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang lazim dikenal dalam masyarakat. Perjanjian kredit tersebut tidak diatur dalam KUHPerdata Dengan mengadakan analog perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUHPerdata, dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit identik dengan perjanjian pinjam meminjam. Dalam perjanjian kredit melibatkan dua pihak yaitu pemberi kredit dan pihak penerima kredit. Dalam perjanjian kredit likuiditas yang menjadi pihak pernberi adalah Bank Indonesia sedangkan pihak penerima kredit yaitu Bank Bank Pelaksana, guna membiayai kredit kepada nasabahnya, untuk jenis-jenis kredit yang mendapatkan likuiditas dari Bank Indonesia, Bank-Bank Pelaksana dalam menyalurkan jenis kredit tersebut kepada nasabahnya tidak menggunakan biaya sendiri melainkan mendapat dana dari Bank Indonesia berupa kredit likuiditas Jenis-jenis kredit yang mendapat dana dari Bank Indonesia ini merupakan jenis-jenis kredit untuk golongan ekonomi lemah. Dengan adanya bantuan dana dari Bank Indonesia untuk jenis- jenis kredit golongan ekonomi lemah, berarti membantu golongan ekonomi lemah untuk dapat rnemanfaatkan fasilitas Bank sesuai dengan kemampuannya. Hal ini dikarenakan syarat dan prosedur untuk mendapatkan fasilitas kredit relatif ringan dan mudah. Dalam perjanjian kredit baik kredit biasa maupun kredit likuiditas syarat-syarat dan ketentuan - ketentuan perkreditan ditentukan oleh pihak pemberi kredit sedangkan pihak pemohon hanya memberikan persetujuannya saja. Dengan demikian hukum yang dipakai adalah hukum pihak Bank (pemberi kredit). Dalam penjanjian kredit likuiditas ini terlihat bahwa penyaluran kredit kepada nasabah oleh Bank Pelaksana terdapat campur tangan pemerintah, materi dan syarat perjanjian ditentukan oleh pemerintah. Kesimpulan yang dapat diambil dalam suatu perjanjian kredit adalah bahwa dalam perjanjian kredit tidak hanya menyangkut aspek perdatanya (aspek perjanjiannya) tetapi juga aspek ekonomi dan aspek publik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Permata Kusumadewi
"Skripsi ini membahas mengenai aspek hukum yang terdapat dalam Perjanjian Penambahan Fasilitas Kredit yang merupakan adendum atau tambahan dari Perjanjian Kredit Modal Kerja. Kredit Modal Kerja sendiri merupakan klasifikasi kredit berdasarkan penggunaannya agar perusahaan dapat menjalankan usahanya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian pokok yaitu Perjanjian Kredit Modal Kerja tetap eksis begitu pula dengan jaminan yang tetap digunakan pada Perjanjian Refinancing. Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan adalah bersifat accessoir sehingga keberadaan perjanjian penambahan fasilitas kredit tidak menghapuskan keberadaan jaminan yang merupakan perjanjian ikutan dari Perjanjian Kredit Modal Kerja. Perjanjian Refinancing tidak menghapus keberadaan Perjanjian Kredit Modal Kerja.

The focus of this study is analyzing the legal aspect of refinancing agreement, which is as addendum to Production Loan Agreement. Production Loan Agreement purposes to make a company produce their product. The result of this research is that Production Loan Agreement as basic agreement still exist and also for the guarantees which are used in Refinancing Agreement. Fiducia and Mortgage Right are following the existence of Production Loan Agreement. The existence of Refinancing Agreement does not eliminate the Production Loan Agreement as basic agreement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21508
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Wulandari Pujiastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum Bank sebagai Kreditur dalam pelaksanaan subrogasi oleh Pengembang selaku Penanggung dan bagaimana pengaturannya dalam perundang-undangan di Indonesia serta mengetahui pelaksanaan subrogasi dalam praktek terkait dengan kasus antara PT X (sebagai Pengembang) dan Tuan Y (sebagai Pembeli/Debitur).
Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah yuridis normatif yang bertujuan untuk menemukan asas hukum yang berkaitan dengan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus antara PT X dan Tuan Y pelaksanaan subrogasi tidak diberitahukan kepada pihak Debitur (Tuan Y). Ketentuan dalam Pasal 1401 KUH Perdata tidak menyatakan secara tegas bahwa subrogasi wajib diberitahukan kepada Debitur. Jadi penerapan hukum PT X (selaku Pengembang) dalam pelaksanaan subrogasi dapat dibenarkan.

This research is aimed to find out about the law responsibility of bank particularly as its function as a creditor in subrogation execution by Developer as the guarantor and how it is arranged in the regulations applied in Indonesia as well as to find out about the execution of subrogation related to the case between PT X (as Developer) and Mr. Y (as Buyer/Debtor).
The research method used in this thesis is normative jurisdiction which is aimed to find the law principles which are related to the case discussed. The result of the analysis shows that in the case between PT X and Mr. Y the execution of subrogation is not mentioned to the Debtor (Mr. Y). The stipulation in section 1401 KUH Civil Law does not firmly mention that subrogation must be announced to the Debtor. So the law applied by PT X (as Developer) in the execution of subrogation can be justified."
2009
T26014
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Mahjudin
"ABSTRAK
Pengaturan lembaga jaminan fiducia dalam rangka
sistimatik hukum perdata adalah termasuk dalam bidang hukum bendaan sedangkan perjanjian fiducia dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir serta mengandung sifat kebendaan artinya perjanjian fiducia melekat pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang-piutang. Perjanjian pemberian jaminan fiducia tersebut dalam praktek perbankan di Indonesia digolongkan pada lembaga-lembaga jaminan yang sudah dilembagakan yang mempunyai sifat kebendaan bersama-sama dengan lembaga jaminan lainnya yaltu hipotuk, credietverband dan gadai. Adapun konstruksi dari lembaga jaminan fiducia adalah : penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur sedangkan penguasaan fisik atas barang-barang tersebut tetap pada debitur ( constitutum possesorium).
Adapun maksud dari penulisan (pembahasan) masalah dalam skripsi ini pada pokoknya adalah untuk mengetahui sejauhmana kedudukan para pihak yaitu apakah kreditur berkedudukan sebagai pemilik karena memang yang diserahkan kepadanya adalah hak milik ataukah ia hanya sebagai penerima jaminan belaka dan juga mengenai kedudukan debitur sejauh mana kewenangan yang dimiliki untuk menguasai barang jaminan, dan juga tindakan-tindakan yang diambil bila debitur tidak melaksanakan prestasi atau apabila debitur dinyatakan dalam keadaan pailit atau adanya penyitaan terhadap barang-barang yang telah difiduciakan.
Timbulnya lembaga jaminan fiducia disebabkan perkembangan kebutuhan masyarakat, perkembangan ekonomi dan perkreditan dalam masyarakat Indonesia khususnya pada saat ini memerlukan bentuk jaminan yang dapat memenuhi kebutuhannya disamping bentuk jaminan yang telah diatur Undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atira Azrani
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana konsep mekanisme pengalihan piutang secara subrogasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah berdasarkan peraturannya di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada dasarnya, subrogasi diatur dalam KUHPerdata yaitu penggantian hak terhadap pihak yang berpiutang kepada pihak ketiga yang membayarkan kepada pihak yang berpiutang yang disebabkan atas suatu perjanjian maupun undang-undang.  Lebih lanjut, subrogasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk penyelamatan kredit. Dalam Putusan Nomor 442/Pdt/2020/Pt.Sby, pengalihan piutang secara subrogasi dan jaminan yang dibebankan dalam perjanjian kredit adalah tanah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah (PPJB Tanah). Maka dari itu, penulis mengkaji aspek hukum terhadap pengalihan hak atas tanah dengan PPJB sebagai jaminan dari perjanjian kredit yang telah dialihkan secara subrogasi kepada pihak ketiga.

This paper analyzes how the concept of the mechanism for transferring receivables by subrogation in a credit agreement with the collateral of a binding agreement for the sale and purchase of land rights based on its regulations in Indonesia. This paper is prepared by using doctrinal research method. Basically, subrogation is regulated in the Civil Code, which is the replacement of the rights of the indebted party to the third party who pays the indebted party caused by an agreement or law.  Furthermore, subrogation can be utilized as a way to rescue credit. In Decision Number 442/Pdt/2020/Pt.Sby, the transfer of receivables by subrogation and the collateral charged in the credit agreement is land with a Land Sale and Purchase Agreement (PPJB Tanah). Therefore, the author examines the legal aspects of the transfer of land rights with PPJB as collateral for credit agreements that have been transferred subrogated to third parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Aldiana
"Perbankan sebagai salah satu bidang ekonomi telah memberikan jasanya kepada masyarakat dengan mengeluarkan suatu alat pembayaran yang praktis yaitu Credit Card, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa perbankan. Pemberian credit card juga merupakan salah satu cara penyediaan fasilitas kredit yang mana merupakan pemupukan modal dari masyarakat, sehingga perlu sarana ditingkatkan
agar dapat turut serta menunjang pembangunan yang sekarang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh Pemerintah.
Penyediaan fasilitas kredit untuk nasabah didasari oleh suatu perjanjian kredit, di mana aspek hukum sangat berperanan dalam perjanjian kredit yang dimaksud. PerjanJian kredit merupakan inti dan dasar hukum diterimanya dana fasilitas kredit oleh nasabah dari bank, karenanya perjanjian kredit juga sebagai wadah titik tolak terciptanya hubungan hukum antara kedua belah .pihak. "
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desty Sari Wardani
"Emotionally Transmitted Debt (ETD) menggambarkan situasi ketika anggota keluarga debitur bertindak sebagai penjamin kredit, yang mana keterlibatannya didorong bukan karena motif ekonomi yang memberikan manfaat kepadanya, melainkan karena adanya keterikatan emosional yang ia miliki dengan debitur. Fenomena ini menempatkan penjamin sebagai pihak yang dimanfaatkan secara tidak adil oleh debitur maupun kreditur, namun hukum belum memberikan perlindungan terhadap pihak penjamin dalam fenomena ETD. Metode penelitian berupa yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis. Hasil penelitian yang pertama, pengaturan perlindungan hukum terhadap penjamin dalam kasus ETD di Indonesia dimuat dalam KUHPerdata, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan POJK Nomor 42/POJK.03/2017. Akan tetapi peraturan tersebut belum lengkap sehingga belum memberikan perlindungan perlindungan terhadap penjamin dalam fenomena ETD. Kedua, usulan norma pengaturan perlindungan terhadap penjamin akibat fenomena ETD untuk masa yang akan datang dengan menyisipkan norma pada prinsip kehati-hatian 5 C’s POJK Nomor 42/POJK.03/2017 yaitu bank wajib memastikan bahwa penjamin diberi informasi mengenai akibat hukum dari perjanjian jaminan, penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam perjanjian jaminan apabila penjamin dapat membuktikan kreditur tidak menginformasikan kepada penjamin yang memiliki keterikatan emosional dengan debitur resiko yang ada dibalik ditandatanganinya perjanjian jaminan dan penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya untuk membayar utang debitur utama apabila penjamin dapat membuktikan bahwa kemampuannya untuk mengambil keputusan secara bebas dan bertanggungjawab telah cacat, penjamin dapat membuktikan terdapat penyalahgunaan keadaan, unconsionability, paksaan, kekhilafan, penipuan, atau perbuatan melawan hukum lainnya yang dilakukan oleh debitur dan atau kreditur.

Emotionally Transmitted Debt (ETD) describes the situation when a debtor's family member acts as a guarantor, whose involvement is driven not because of economic motives that provide benefits or awareness of responsibility as a guarantor, but rather because of the emotional attachment between the guarantor and the debtor. The ETD risks the guarantor to be unfairly exploited by both debtors and creditors, yet the law does not provide protection for the guarantor. The research method for this thesis is normative juridical with descriptive analytical typology. The results, first that the legal protection for guarantors in ETD cases in Indonesia contained in the Civil Code, Act No. 10 of 1998 concerning amendments to Act No. 7 of 1992 concerning Banking, Act No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia, Act No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, and POJK No. 42/POJK.03/2017. However, these regulations do not yet provide protection for guarantors in the ETD phenomenon. Second, proposed norms for protection of guarantors due to the ETD phenomenon for the future, inserting norms on the precautionary principle 5 C's POJK Number 42/POJK.03/2017, that banks are obliged to ensure that guarantors are given information regarding the legal consequences of guarantee contract, The guarantor can escape from his responsibility in the guarantee contract if the guarantor can prove that the creditor did not inform the guarantor who has an emotional attachment to the debtor of the risks behind the signing of the guarantee contract and the guarantor can escape from his responsibility to pay the main debtor's debt if the guarantor can prove that his ability to make decisions freely and responsibly is defective, the guarantor can prove that there is undue influence, unconscionability, coercion, fraud, or other tort committed by the principal debtor and/or creditor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandro Agustin Praditya
"ABSTRAK
Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang memiliki resiko yang tinggi karena dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga bank dalam memberikan kredit harus berhati-hati.
Prinsip kehati-hatian wajib diterapkan oleh bank dalam memberikan kredit dengan mengenal customer dalam rangka melindungi dana dari masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Pelaksanaan pemberian kredit bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Bank harus menentukan kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya dalam melaksanakan kegiatan usahanya sebagai lembaga yang memberikan kredit. Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bank apapun jenisnya, dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Perbuatan pegawai bank yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan ketentuan perbankan dalam melaksanakan tahapan-tahapan proses pemberian kredit dapat berakibat hukum, baik kepada pegawai bank maupun bank itu sendiri. Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif untuk menganalisa tentang penerapan prinsip kehati-hatian pada Bank X Cabang Z.
Bank akan memberikan kredit kepada debitur, sebelumnya akan dilakukan analisa kredit, yang bertujuan agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman. Agar mendapatkan keyakinan tersebut, bank melakukan serangkaian kegiatan yang berupa penilaian The Five C of Credit Analysis atau Prinsip 5 C?s serta bank harus melakukan penelitian yang mendalam untuk mengetahui profil dari calon debitur dengan cara bertemu secara langsung (face to face). Jika pegawai bank lalai dalam menerapkan prinsip kehati-hatian maka dapat dituntut secara pidana oleh nasabah yang dirugikan. Akibat hukum yang diterima bukan hanya kepada pegawai bank yang lalai saja tetapi juga bank akan menerima sanksi administrasi oleh Bank Indonesia.

ABSTRACT
Bank is a business entity that collects funds from the public in the form of savings and channel them to the public in the form of credit and other forms bentk or other in order to improve the living standards of many people. Giving credit is one of the bank's activities that have a high risk because it can affect the health and survival of a bank, so the bank to provide credit to be careful.
The precautionary principle shall be applied by banks in providing credit to the customer to know in order to protect the public funds entrusted to him. Implementation of the lending bank must pay attention to the principles of credit or financing based on Islamic principles of healthy. Banks should mennetukan policies gone in carrying out its business activities as an institution that provides credit. Article 8 of Law No. 7 of 1992 as amended by Act No. 10 of 1998 states the bank of any kind, in providing the credit must have confidence based on in-depth analysis or faith and the ability and willingness to repay their debts or restore the financing in accordance with agreement.
Actions of bank employees who do not apply the precautionary principle in accordance with banking regulations in carrying out the stages of the loan process can have any legal consequences, both to employees of the bank and the bank itself.
In this study, the method used is normative to analyze on the application of the precautionary principle in Bank X Branch Z.
Bank will give credit to the debtor, will be carried out prior credit analysis, which aims to make sure that the bank loans completely safe. In order to obtain the confidence, the bank conducted a series of activities such as assessment C The Five Principles of Credit Analysis or 5 C's and the bank should conduct extensive research to determine the profile of the prospective debtor by way meet in person (face to face). If the bank employees negligent in applying the precautionary principle, it can be criminally charged by the aggrieved customer. Received legal consequences not only to the bank employees were negligent but also banks will receive administrative sanctions by Bank Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elieta Quamila
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perbandingan perjanjian kredit melalui Bank dengan Perjanjian Pinjam Meminjam melalui Perusahaan Fintech P2P serta Pertangung jawaban perusahaan Fintech P2P dalam hal terjadi wanprestasi diantara para pihak.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mengacu pada norma-norma dan asas asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan permasalahan hukum yang akan dibahas. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terkait perjanjian kredit melalui bank dan perjanjian pinjam meminjam secara online melalui Perusahaan Fintech serta terdapat perbedaan tanggungjawab dan akibat dari perjanjian yang dilakukan ketika terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak

ABSTRACT
The thesis is about the comparison of credit agreements through Banks with Borrowing and Borrowing Agreements through Fintech P2P Company and Fintech P2P corporate responsibility in the event of default between the parties.The approach used in the author discusses the problems in this thesis is normative juridical. While the specification of research in this thesis is descriptive analytical, by analyzing the problems based on the theory and legislation in force. The data obtained in the form of secondary data from the primary legal materials, secondary, and tertiary through literature research and primary data obtained through field research based on interviews. The results of this study indicate that there are significant differences in credit agreements through banks and online lending and borrowing agreements through the Fintech Company and there are differences in the responsibilities and consequences of agreements made in the event of default by parties. "
2018
T50984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiyaa Dibrina Fa Atin
"Pengalihan utang atau disebut dengan take over kredit dalam perjanjian pembiayaan leasing dapat dilakukan sesuai ketentuan perjanjian pembiayaan, yaitu atas sepengetahuan pihak leasing atau perusahaan pembiayaan dan harus dilaksanakan berdasarkan pada ketentuan hukum novasi atau pembaharuan utang. Namun, pada praktiknya masih sering dilakukan take over kredit tanpa sepengetahuan dan persetujuan perusahaan pembiayaan atau disebut juga take over kredit di bawah tangan. Pada tulisan ini akan membahas kasus Putusan No. 3/Pdt.G/2019/ PN. PgP mengenai terjadi take over kredit di bawah tangan yang mengakibatkan terjadinya penahanan BPKB mobil, meskipun telah dilakukan pelunasan oleh pihak ketiga karena pihak leasing tidak mengakui adanya take over kredit. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tujuan menganalisis keabsahan perjanjian take over kredit di bawah tangan dalam perjanjian pembiayaan leasing dan akibat hukumnya dalam Putusan No. 3/Pdt.G/2019/PN. PgP. Pengalihan utang (take over kredit) yang dilakukan di bawah tangan adalah tidak sah karena tidak memenuhi syarat sah perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak dan berdasarkan novasi pengalihan debitur tidak terjadi apabila kreditur belum membebaskan debitur dari kewajiban perjanjian. Akibat hukumnya adalah pihak ketiga tidak memiliki hak atas kepemilikan objek pembiayaan.

Debt transfer or credit takeover in a leasing financing agreement can be carried out in accordance with the provisions of the financing agreement, namely with the knowledge of the leasing party or finance company and must be carried out based on the legal provisions of novation or debt renewal. However, in practice, credit takeovers are often carried out without the knowledge and approval of the finance company or also known as underhand credit takeovers. This paper will discuss the case of Decision No. 3/Pdt.G/2019/PN. PgP regarding an unofficial credit takeover that resulted in the detention of the car's BPKB, even though repayment has been made by a third party because the leasing party does not recognize the credit takeover. This paper uses the doctrinal research method with the aim of analyzing the validity of an unofficial credit takeover agreement in a leasing financing agreement and its legal consequences in Decision No. 3/Pdt.G/2019/PN.PgP. Credit takeover carried out unofficially is invalid because it does not fulfill the valid requirements of the agreement, namely the agreement of the parties and based on novation, the transfer of the debtor does not occur if the creditor has not released the debtor from the obligations of the agreement. The legal effect is that the third party has no right to ownership of the financing object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>