Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jimmy Suharno
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Rosa Indah
Abstrak :
Salah satu permasalahan transportasi DKI Jakarta adalah meningkatnya mobilitas dan perjalanan harian penduduk terutama pengguna kendaraan pribadi yang mengakibatkan tingginya tingkat kemacetan lalu lintas di jalan. Dibuatlah jalur khusus bus atau busway sebagai solusi dari masalah tersebut. Namun dari pemantauan di lapangan sepertinya jalur busway yang dibangun hanya menambah masalah kemacetan yang terjadi di beberapa ruas jalan. Hal ini menandakan adanya dampak dan pengaruh langsung dari pembangunan jalur busway terhadap kinerja jalan. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan kinerja jalan dengan dua kondisi yaitu Before and After dan With or Without Implementasi jalur khusus bus. Perbandingan ini didasarkan data sekunder dan hasil survey aktual tahun 2007. Data sekunder digunakan untuk analisa kondisi sebelum adanya jalur khusus bus dan untuk prediksi volume tahun 2007. Data hasil prediksi digunakan untuk analisa kondisi (if conditional) jika jalan tanpa jalur khusus bus di tahun 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah survey lalu lintas 12 jam. Pengolahan data dilakukan dengan metode MKJI baik manual maupun dengan software KAJI 1997, serta uji hipotesa dengan metode Chi-Kuadrat. Dari pengolahan data didapatkan hasil yang bervariasi untuk 2 lokasi studi. Untuk Jl. Wr. Jati Barat (koridor VI) didapatkan kenaikan tingkat pelayanan jalan dari LOS (Level Of Service) F ke LOS E dengan penurunan kapasitas aktual sebesar 52 % dan 46 % untuk arah Selatan - Utara (S-U) dan Utara - Selatan (U-S). Sementara Jl. Raya Bogor (Koridor VII) mengalami penurunan tingkat pelayanan jalan dari LOS D ke LOS E dengan penurunan kapasitas aktual sebesar 22% untuk kedua arah. Selain itu, dari fluktuasi volume lalu lintas didapatkan kondisi yang bervariasi untuk distribusi waktu puncak kedua ruas lokasi studi. Untuk Jl. Raya Bogor arah S-U, cenderung tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sementara untuk arah U-S terjadi pergeseran waktu puncak. Untuk Jl. Wr. Jati Barat mengalami perubahan distribusi waktu puncak, dimana untuk arah S-U, terjadi pergeseran waktu mulai jam puncak dan pengurangan durasi waktu puncak. Dan untuk arah U-S, terjadi penambahan durasi waktu puncak pagi yang lebih lama dibandingkan durasi normal jam puncak.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S35275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fakhri Aulia
Abstrak :
TransJakarta adalah satu fenomena yang muncul di kalangan masyarakat Jakarta sejak awal tahun 2004. Sejak awal kemunculannya, TransJakarta atau Tije sudah menarik perhatian karena sistem pengoperasian yang baru. Tije merupakan penerapanan dari sistem bus rapid transit (BRT) yang sudah lebih dulu diterapkan di Bogota, Kolombia. Sistem ini menimbulkan banyak perubahan dalam pola transportasi masyarakat Jakarta, dan mendorong kebutuhan akan kondisi jalur pedestrian yang baik, terutama di sepanjang koridor TransJakarta. Skripsi ini akan menganalisis kedua hal tersebut: yaitu bagaimana kondisi riil TransJakarta dibandingkan dengan kondisi ideal sistem BRT dan bagaimana kondisi fisik jalur pedestrian di sepanjang koridor TransJakarta.

Dasar pemikiran yang digunakan untuk menganalisis adalah konsep-konsep mengenai transportasi publik, bus rapid transit, transit-oriented development, dan pedestrian. Unit analisis pada skripsi ini adalah jalur TransJakarta pada koridor I (Blok M ? Kota) dan koridor VI (Ragunan ? Dukuh Atas); serta jalur pedestrian pada kedua koridor tersebut, yaitu antara halte Patra Kuningan ? Depkes dan antara halte Bunderan Senayan ? Gelora Bung Karno.

Berdasarkan studi kasus pada unit analisis di atas dapat dilihat bahwa kondisi TransJakarta masih berada cukup jauh di bawah kondisi ideal sistem BRT dan bahwa kondisi fisik jalur pedestrian di sepanjang koridor TransJakarta juga belum maksimal. Lebih jauh lagi, keberadaan TransJakarta ternyata belum mampu mendorong peningkatan kondisi fisik jalur pedestrian ? walaupun di pihak lain ia menuntut pedestrian untuk melakukan lebih banyak aktivitas berjalan kaki.
TransJakarta is a phenomenon which started taking the Jakartans attention since early 2004. From the beginning of its operation, TransJakarta or Tije has attracted people?s attention because of its novelty in the operation system. Tije is an application of a bus-rapid transit (BRT) system which has already been used first in Bogota, Columbia. This system caused many changes in the travel patterns of Jakartans, and encouraged further the need of a good condition for pedestrian way, especially along the busway corridor. This thesis will analyse both issues: about how is the real condition of TransJakarta in comparison to the ideal condition of a BRT system and how is the physical condition of pedestrian way along the busway corridor.

The basic concepts used to analyse and answer the questions are: concepts about public transportation, bus rapid transit, transit-oriented development, and pedestrian. The analysis unit on this thesis is the busway runway on corrido I (Blok M ? Kota) and corridor 6 (Ragunan ? Kuningan); and the pedestrian ways on each of the corridor, i.e. between the busstop Patra Kuningan ? Depkes and between the busstop Bunderan Senayan ? Gelora Bung Karno.

Based on the case study on the aforementioned analysis unit, we can see that the condition of TransJakarta is still below the ideal condition of a BRT system and that the physical condition of the pedestrian way along the busway corridor is not yet optimal. Furthermore, the existence of TransJakarta has not been able to encourage the improvement of the physical condition of the pedestrian way ? eventhough on the other hand it demands pedestrians to walk more towards the busstops.
2008
S48432
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Firmansyah
Abstrak :
Bangunan adalah kebutuhan mutlak manusia untuk dapat melakukan berbagai macam kegiatannya. Perkembangan zaman menuntut dilaksanakannya berbagai macam pembangunan termasuk hadirnya beragam jenis bangunan sesuai dengan peruntukannya. Seiring dengan hal tersebut, lahan kota semakin terbatas, lahan hijau semakin sulit untuk ditemui, dan kepadatan terjadi dimana-mana, hal ini mengakibatkan munculnya berbagai masalah, termasuk kepada bangunan-bangunan yang telah terbangun. Sudah saatnya para perancang untuk memikirkan faktor keselamatan pada bangunan untuk mengurangi berbagai masalah yang muncul di perkotaan. Kebutuhan rasa aman pengguna bangunan diwujudkan sebagai faktor keselamatan dalam bangunan. Intensitas kebakaran secara umum dipengaruhi oleh jumlah, sifat dan distribusi bahan yang mudah terbakar. Persyaratan keselamatan bangunan gedung salah satunya meliputi ketahanan bangunan terhadap bahaya kebakaran. Selain hal ketahanan struktur dan material bangunannya, juga perlu diperhatikan juga ketanggapan pengguna bangunan dalam hal evakuasi ke luar bangunan melalui jalur sirkulasi yang telah dirancang, terutama pada bangunan publik yang berskala besar. Salah satu bangunan publik berskala besar yang paling banyak jenis kegiatan dan pengunjungnya adalah bangunan pusat perbelanjaan. Kebutuhan akan rasa aman sangat dibutuhkan pada sebuah bangunan besar. Perlu ditekankan bahwa bangunan di perkotaan semakin padat, gejala darurat seperti kebakaran sering terjadi belakangan ini. Dinas pemadam kebakaran membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai lokasi bangunan yang sedang mengalami kebarakan akibat terjadi kemacetan dimana-mana. Oleh karena itu, desain sebuah bangunan pusat perbelanjaan harus tanggap terhadap bahaya kebakaran, terutama bagaimana koridor berfungsi sebagai jalur evakuasi pertama sebelum mencapai tangga darurat dan pintu menuju keluar bangunan.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48423
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Udayalaksmanakartiyasa Halim
Abstrak :
Penelitian ini mencoba menganalisis dampak yang terjadi jika dilakukan perpanjangan koridor pelayanan buslane Tangerang, yang direncanakan berawal dari Terminal Poris Plawad menuju Terminal Kalideres, menjadi berawal dari Cikokol menuju Terminal Kalideres. Metode yang dipakai berbasiskan koridor, dengan merancang pelayanan untuk kedua alternatif koridor untuk kemudian dibandingkan kinerja dari masing-masing koridor tersebut. Parameter kinerja pelayanan yang ditinjau antara lain besaran potensi permintaan, potensi pendapatan, dan biaya operasional yang dibutuhkan dari masing-masing koridor. Hasil penelitian menyatakan bahwa koridor Cikokol-Kalideres mempunyai potensi jumlah penumpang 3,7% lebih besar daripada koridor Poris Plawad-Kalideres dan dengan menggunakan metode incremental B/C ratio diketahui bahwa koridor Cikokol-Kalideres memberikan keuntungan yang lebih besar daripada koridor Poris Plawad-Kalideres. ......This study is about impact analysis of the extension of Tangerang-Jakarta buslane corridor. For which it is planned to be from Poris Plawad Terminal to Kalideres Terminal, the case in this study is to extend it to be from Cikokol to Kalideres Terminal. The method used in this study is corridor-based, by planning the service on both of the corridors so then the performance of both can be compared. The performance parameter itself consists of total potential demand, potential revenue, and operational cost of each service line. Result of this study suggests that Cikokol-Kalideres corridor has a greater potential demand by 3,7% compared to Poris Plawad-Kalideres corridor and with the method of incremental B/C ratio, it is shown that Cikokol-Kalideres corridor gives a better profit rather than Poris Plawad-Kalideres corridor.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1004
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Salim Yunior
Abstrak :
Aspek suhu kenyamanan sesunggunnya telah semakin menjadi perhatian dalam kehidupan manusia, oieh karena suhu kenyamanan tersebut punya pengaruh yang besar pada kesehatan manusia sehari-hari. Suhu kenyamanan manusia di daerah tropis tidaklah sama dengan suhu kenyamanan pada daerah beriklim kering dan intermediate. Yang berbeda adalah faktor iklim pada beberapa daerah tidaklah sama. Pencahayaan matahari menjadi faktor penentu suhu kenyamanan pada daerah iklim tropis. Intensitas pencahayaan matahari tidaklah sama untuk tiap iklim, begitu pula halnya dengan iklim tropis. Untuk mendapatkan acuan bagi perencanaan Iingkungan tempat tinggal manusia di iklim tropis teori mengenai arsitektur tropis dapat dijadikan sumber. Skripsi ini akan membahas mengenai pencahayaan matahari pada iklim tropis lembab (Warm Humid Climate), di mana suhu kenyamanan yang akan dibahas juga mengenai suhu kenyamanan daerah tropis. Begitu pula dengan wujud kota tropis dapat dijadikan patokan untuk menciptakan suatu Kota yang warganya dapat menjalankan kehidupan sehari-hari secara nyaman.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48241
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S7009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Dewa Gde Sugihamretha
Abstrak :
Istilah travel bubble semakin populer dalam membangkitkan kembali ekonomi dunia melalui kerjasama sektor pariwisata yang terpuruk sejak pandemi Covid-19 melanda. Beberapa negara sedang menjajaki travel bubble dengan perkiraan pelaksanaannya yang perlu mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi dan politik. Pro dan kontra terjadi antara pemerintah dengan para ahli sehingga mengulur waktu pelaksanaannya. Indonesia berencana menerapkan travel bubble dengan China, Korea Selatan, Jepang dan Australia, namun menghadapi tantangan karena dalam beberapa minggu terakhir jumlah kasus Covid-19 di Indonesia meningkat tajam. Makalah ini merekomendasikan sejumlah kebijakan. Pertama, agar fokus pada perjalanan wisatawan domestik, karena potensinya yang besar (303,4 juta wisatawan dengan pengeluaran Rp. 291,02 triliun pada tahun 2018). Kedua, membuka kerjasama travel bubble dengan beberapa negara terdekat, menyilakan mereka memilih di antara 13 propinsi di Indonesia yang telah mampu mengendalikan pandemi Covid-19. Saran kebijakan tersebut perlu dilaksanakan dengan pendekatan yang hati-hati dilengkapi persyaratan yang ketat (Indonesia’s Prudent Approach), yang kebijakan turunannya juga disampaikan dalam makalah ini.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2020
330 BAP 3:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtadi Ganda Sutrisna
Abstrak :
Penelitian ini menganalisa dampak pengembangan infrastruktur dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan analisa Model Input-Output Antar Daerah. Interaksi antar sektor dan antar wilayah koridor merupakan konsep yang mendasari bagaimana meningkatkan perekonomian suatu wilayah yang diakibatkan adanya permintaan akhir sektor tertentu dan di wilayah tertentu. Peningkatan perekonomian ditandai dengan meningkatnya output dan pendapatan masyarakat serta distribusinya. Sepuluh besar sektor pembangunan yang menjadi sektor kunci pembangunan terbanyak adalah Koridor Ekonomi (KE) II yakni 5 sektor kunci, kemudian KE-V sebanyak 2 sektor kunci, KE-I, KE-III dan KE-VI masing-masing 1 sektor kunci, sedangkan di KE-IV tidak ada sektor kunci yang terkait. Sektor kunci akan sangat mempengaruhi peningkatan output dan pendapatan masyarakat. Besar kecilnya pengaruh tersebut ditentukan oleh angka pengganda output atau pendapatan. Dampak investasi infrastruktur di dalam MP3EI eksisting, belum menunjukkan dampak yang optimum dibandingkan skenario yang dibuat. Pilihan skenario terbaik sesuai komposisi investasi sesuai simulasi yang dibuat adalah sebagai berikut: a). Jika pertimbangannya hanya total output, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-1, Skenario-3, dan Skenario-2; b). Jika pertimbangannya hanya total pendapatan, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-2, Skenario-3 atau Skenario-1; c). Jika pertimbangannya hanya pemerataan output antar daerah, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-3, Skenario-1, dan Skenario-2; dan d). Jika pertimbangannya hanya pemerataan pendapatan antar wilayah, maka skenario terbaik adalah Skenario-3, Skenario-1, dan Skenario-2. Pembangunan perekonomian nasional di luar KE-I dan KE-II sampai saat ini belum dapat diandalkan dalam percepatan dan pemerataan perekonomian, namun memerlukan infrastuktur yang merata dan keberpihakan ke Kawasan Indonsesia Timur, mengingat hasil simulasi Skenario-4 menunjukkan hal yang lebih baik daripada program MP3EI (eksisting). ......This research analyzes the impact of the infrastructure development in the MP3EI to the Indonesia?s economy by using an analysis model of Inter Regional Input-Output (IRIO). Interactions between sectors and between regions of the economic is the underlying concept of how to improve the economy of a region resulting from the existence of a certain sector of the final demand in a particular area. Improved economy characterized by increasing output and income of the community as well as its distribution. Ten major key sectors of the Indonesia development are as follows: Economic Corridor (EC)-II has 5 key sectors, then followed by EC-V with 2 key sectors, while EC- I, EC-III and EC-IV has only 1 key sector, whereas in the EC-VI has no key sector. Key sector would greatly influence an increase in output and income of the community. The influence of how great is determined by the multiplier number. The real impact of infrastructure investments (or existing) as mentioned in MP3EI, do not show the optimum impact compared to the scenarios created. Best screenplay selection according to the composition of investments appropriate simulation made are as follows: a). If the reasoning is solely the total output, the best investment scenario is Scenario-1, Scenario, and Scenario-2; b). If the reasoning is just the total income, then the best investment scenario is Scenario-2, Scenario-3 or Scenario-1; c). If the reasoning is just equitable output between regions, it is the best investment scenario is Scenario 3, Scenario, and Scenario-2; and d). If the reasoning is just a revenue equalization between regions, the best scenario is Scenario 3, Scenario, and Scenario-2. Economic development outside of EC-I and EC-II to date has not been reliable in the acceleration and equitable distribution of national economy, but require a uniform infrastructure and alignments to Indonsesia Eastern Region, considering the results of the simulation Scenario-4 showed a better thing than a program MP3EI (existing).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29641
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>