Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nahrisa Fauzia
Abstrak :
Perundungan masih menjadi suatu potret negatif pendidikan Indonesia. Perundungan memberikan dampak negatif bagi korban yang dapat mengganggu aktivitasnya sebagai siswa di sekolah maupun ketika berada di rumah. Pada masa remaja, teman sebaya merupakan lingkungan terdekat yang mampu memberikan dukungan sosial bagi siswa korban perundungan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai perundungan yang terjadi di SMPN X serta menjelaskan bagaimana bentuk dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya terhadap remaja korban perundungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif melalui studi literatur dan teknik wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perundungan yang dialami siswa terjadi dalam bentuk fisik maupun verbal. Adapun penyebab terjadinya perundungan yaitu korban yang dianggap sebagai sosok yang lemah dan tak mampu melakukan perlawanan. Pihak sekolah juga telah memiliki peraturan terkait sanksi bagi pelaku, namun dalam pelaksanaannya peraturan tersebut masih belum dijalani secara konsisten. Penelitian ini menunjukkan bahwa teman sebaya menjadi pihak yang paling banyak memberikan dukungan serta bantuan secara langsung ketika korban diusik dan diganggu oleh pelaku. Dukungan sosial tersebut yaitu meliputi dukungan informatif dengan memberikan solusi maupun menjadi penghubung informasi antara guru dengan korban, dukungan penghargaan yaitu dengan menyebutkan hal positif pada diri korban, dukungan instrumental yaitu dengan melaporkan hal ini kepada pihak sekolah maupun membela ketika para pelaku mulai mengusik korban dan dukungan emosional yaitu dengan menjadi tempat curhat dan berkeluh kesah tanpa memberikan penghakiman. Dengan adanya dukungan sosial tersebut, korban pun dapat kembali berfungsi sosial dalam lingkungannya. ......Bullying is still a negative portrait of Indonesian education. Bullying has a negative impact on victims that can interfere with their activities as students at school and when they are at home. In adolescence, peers are the closest environment that can provide social support for students who are victims of bullying. This study aims to provide an overview of the bullying that occurs at SMPN X and to explain how the forms of social support provided by peers to young victims of bullying. This study used a qualitative approach with a descriptive design through literature study and interview techniques. The results of this study indicate that the bullying experienced by students occurs in both physical and verbal forms. The cause of bullying is that the victim is considered a weak figure and unable to fight back. The school also has regulations related to sanctions for bullies, but in its implementation these regulations have not been followed consistently. This research shows that peers are the ones who provide the most direct support and assistance when the victim is harassed and bullied by the perpetrator. This social support includes informative support by providing solutions as well as connecting information between teachers and victims, support for appreciation, namely by mentioning positive things about the victim, instrumental support, namely by reporting this to the school and defending when the perpetrators start harassing the victim and support. emotional namely by being a place to vent and complain without giving judgment. With this social support, victims can return to social functions in their environment.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Ramadhannisa
Abstrak :
ABSTRAK
Bullying adalah salah satu faktor risiko yang menyebabkan gejala psikotik. Berbagai penelitian menjelaskan bahwa banyak dampak intimidasi yang dialami oleh korban murni dan pelaku intimidasi. Beberapa contoh gejala psikotik adalah paranoia, khayalan, dan halusinasi. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan gejala psikotik antara korban murni dan pelaku intimidasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak intimidasi terhadap keparahan gejala positif dan negatif pada korban murni dan pelaku intimidasi dengan mengendalikan gejala depresi sebagai kovariat. Partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah individu dengan usia minimum 18 tahun. Ada 406 peserta yang menyelesaikan kuesioner (26,4% pria, Mage = 22,42, SDage = 5,26) untuk penelitian ini. Gejala psikotik diukur oleh Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik (AKPP), sedangkan kategorisasi bullying diukur menggunakan Bullying Victimization Questionnaire (BVQ). Melalui analisis komparatif menggunakan independent sample t-test kami menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor dari kedua kelompok, t (404) = -1.095; p =. 274; dua sisi untuk gejala positif dan t (404) = -1,446; p = .151; berekor dua untuk gejala negatif. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan untuk gejala psikotik berdasarkan kelompok bullying setelah mengendalikan gejala depresi menggunakan analisis Ancova, F (1, 404) = 0,298, p = 0,585 untuk gejala positif dan F (1, 404) = 1,298, p =. 255 untuk gejala negatif. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan dalam keparahan gejala psikotik antara korban murni dan pelaku intimidasi. Ini berarti kelompok korban murni dan kelompok pelaku intimidasi dapat memiliki keparahan gejala psikotik yang sama.
ABSTRACT
Bullying is one of the risk factors that cause psychotic symptoms. Various studies explain that many of the effects of intimidation experienced by pure victims and bullies. Some examples of psychotic symptoms are paranoia, delusion, and hallucinations. However, there are no studies comparing psychotic symptoms between pure victims and bullies. This study aims to determine the impact of bullying on the severity of positive and negative symptoms on pure victims and bullies by controlling symptoms of depression as covariates. Participants who participated in this study were individuals with a minimum age of 18 years. There were 406 participants who completed the questionnaire (26.4% male, Mage = 22.42, SDage = 5.26) for this study. Psychotic symptoms are measured by Community Assessment of Psychotic Experiences (PPA), while bullying categorization is measured using the Bullying Victimization Questionnaire (BVQ). Through comparative analysis using independent sample t-tests we found that there was no significant difference between the scores of the two groups, t (404) = -1,095; p =. 274; two sides for positive symptoms and t (404) = -1,446; p = .151; caudate for negative symptoms. No significant differences were found for psychotic symptoms based on bullying groups after controlling for depressive symptoms using Ancova analysis, F (1, 404) = 0.298, p = 0.585 for positive symptoms and F (1, 404) = 1,298, p =. 255 for negative symptoms. Therefore, there is no difference in the severity of psychotic symptoms between pure victims and bullies. This means that the pure victim group and the bully group can have the same severity of psychotic symptoms.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library