Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Putu Hadi Pradnyana
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Indonesia menginisiasi ASEAN Our Eyes. Selain itu, diamati juga implementasi strategi baru kontra terorisme ASEAN di bidang kerjasama pertukaran informasi intelijen, yaitu ASEAN Our Eyes di Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh lemahnya koordinasi dan integrasi terkait pertukaran informasi intelijen antar negara anggota ASEAN khususnya dalam penanganan terorisme di kawasan. Teori yang digunakan adalah Proactive Counterterrorism: Intelligence Model. Teori Proactive Counterterrorism: Intelligence Model menjadi pisau analisa untuk mengamati implementasi dari ASEAN Our Eyes di Indonesia, termasuk mekanisme, prosedur, teknis, dan lain sebagainya. ASEAN Our Eyes dibentuk pada tahun 2017 dan telah diratifikasi oleh seluruh negara anggota ASEAN pada tahun 2018. ASEAN Our Eyes merupakan sebuah kolaborasi konkret ASEAN khususnya di bidang pertukaran informasi intelijen sebagai bagian dari proses untuk membangun fondasi keamanan regional terkait kontra terorisme. Hasil analisa adalah Indonesia menginisasi pembentukan ASEAN Our Eyes dalam upaya memperkuat stabilitas kawasan dan domestik dari eskalasi ancaman terorisme. Disisi lain sebagai upaya menjaga sentralitas ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara.

This research aims to analyze the factors that influence Indonesia to initiate ASEAN Our Eyes. In addition, it was also observed the implementation of a new ASEAN counter-terrorism strategy in the field of intelligence exchange cooperation, namely ASEAN Our Eyes in Indonesia. This was motivated by weak coordination and integration related to the exchange of intelligence information between ASEAN member countries, especially in dealing with terrorism in the region. The theory used is Proactive Counterterrorism: Intelligence Model. The theory of Proactive Counterterrorism: Intelligence Model becomes an analytical knife to observe the implementation of ASEAN Our Eyes in Indonesia, including mechanisms, procedures, techniques, and so on. ASEAN Our Eyes was formed in 2017 and has been ratified by all ASEAN member countries in 2018. ASEAN Our Eyes is a concrete collaboration between ASEAN, especially in the field of intelligence information exchange as part of the process to build a regional security foundation related to counter terrorism. The results of the analysis shows that Indonesia initiated the formation of ASEAN Our Eyes in an effort to strengthen regional and domestic stability from the escalation of the threat of terrorism. On the other hand, it is an effort to maintain ASEAN centrality as a regional organization in Southeast Asia."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farras Rizki Zhafira
"Terorisme jihad atas dasar pembelaan agama merupakan permasalahan krusial yang dihadapi Prancis sejak peningkatan kasusnya di tahun 2012. Sebenarnya, pemerintah saat itu hanya mengacu pada undang-undang la loi relative à la lutte contre le terrorisme tahun 2006 dalam menciptakan strategi kontra-terorismenya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi undang-undang tersebut dalam menangani kasus terorisme jihad di Prancis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Creswell (2018) dalam melihat pengaruh kehadiran undang-undang LCT tahun 2006 pada kasus terorisme jihad di Prancis melalui data yang disajikan. Pengimplementasian undang-undang LCT tahun 2006 dianalisis menggunakan konsep la notion d’effectivité du droit Yann Leroy (2011), serta diselaraskan dengan teori terorisme internasional L. Ali Khan (2006) untuk melihat dinamika serangan teror berdasarkan peran suatu negara. Melalui konsep jihad dalam Islam Jerrold Post (2009) dan teori praktik terorisme Islam Marvin Perry (2008), dapat terlihat bentuk terorisme jihad dari segi agama dan faktor-faktor yang melatarbelakangi serangan. Penelitian menunjukkan bahwa undang-undang LCT tahun 2006 tidak berhasil mengurangi serangan terorisme di Prancis. Faktor-faktor yang menyebabkannya meliputi serangan teror yang dianggap sebagai aksi defensif, kurangnya penyuluhan dari pemerintah dan undang-undang yang tidak memberi efek jera, ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menanggulangi terorisme, serta intervensi ISIS yang berhasil menyusupi masyarakat dengan ideologi radikal dan propagandanya.

Jihad terrorism in the name of religious defense is a crucial problem that France is currently facing ever since the rise of its attacks in 2012. The then-in-office government only referred to their latest terrorism law called la loi relative à la lutte contre le terrorisme of 2006 to build their counter-terrorism strategy. This study aims to analyse the implementation of the law in handling jihad terrorism cases in France. By implementing Creswell’s qualitative method (2018), the influence of said law on the jihad terrorism cases happening in France through the data provided will be discovered. The implementation of la loi LCT of 2006 is analysed with Yann Leroy’s concept of la notion d’effectivité du droit (2011), synchronized with the theory of international terrorism of L. Ali Khan (2006) to see the dynamics of the terrorist attacks based on the role of a country. Through Jerrold Post’s concept of jihad in Islam (2009) and the theory of Islamic terrorism practice of Marvin Perry (2008), forms of jihad terrorism from religious perspectives and discrimination issues as the background of the attacks can be discovered. This study shows that la loi LCT of 2006 was not significant enough to diminish or reduce the terrorist attacks in France. The factors which caused it include defensive actions alibi, lack of government guidance and deterrent effect of the law, society’s incredulity towards the government’s ability to counter terrorism, and ISIS intervention who have managed to infiltrate communities with their radical ideology and propaganda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Fransiska Indriana Vita Sari
"Pasca Tragedi 9/11, negara-negara di dalam sistem internasional diminta untuk mendukung dan mengadopsi kampanye Global War on Terror dalam merespon ancaman terorisme. Indonesia menjadi salah satu negara yang mendukung kampanye ini. Selain karena terekspos rezim dalam sistem internasional, Indonesia juga mengalami ancaman terorisme dari dalam negeri. Seiring dengan berjalannya waktu, pilihan tindakan Indonesia pun berkembang: dari hanya patuh terhadap rezim kontraterorisme yang berlaku dan menerima bantuan, menjadi aktor yang turut menggerakkan agenda kontraterorisme dalam berbagai forum multilateral. Indonesia bahkan dapat dikatakan sebagai “lead sharper” kebijakan kontraterorisme di Asia Tenggara. Melihat perkembangan Indonesia dalam kebijakan luar negerinya, menarik untuk menilik bagaimana isu kontraterorisme berdinamika dengan kebijakan luar negeri untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan: “Apa bentuk kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kontraterorisme selama 2001-2019? Apa saja faktor yang mempengaruhi pilihan kebijakan tersebut?” Pertanyaan ini akan coba untuk dijawab dengan menggunakan analisis realisme neoklasik dalam tiga pemerintahan di Indonesia. Dengan menjawab pertanyaan tersebut, diharapkan penelitian ini dapat melacak upaya kontraterorisme yang dilakukan Indonesia selama delapan belas tahun ke belakang dan mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan tersebut.

After the 9/11 Tragedy, countries in the international system were asked to support and adopt the Global War on Terror campaign in responding to the threat of terrorism. Indonesia was one of the countries that supported this campaign. Apart from being exposed of the regime in the international system, Indonesia was also facing the threat of terrorism from its domestic sphere. Over time, Indonesia's choice of action has also grown: from only obeying the prevailing counterterrorism regime and receiving assistance, to being an actor who helps move the counterterrorism agenda in various multilateral forums. Indonesia can even be said to be the "lead sharper" of counterterrorism policies in Southeast Asia. Seeing Indonesia's development in its foreign policy, it is interesting to see how the counterterrorism issue is having its dynamic with foreign policy to achieve the country’s goals. Thus, this research seeks to answer the question: “What form of foreign policy was carried out by Indonesia to meet counterterrorism needs during 2001-2019? What were the factors that influenced this policy choice?” These questions will be answered using an analysis of neoclassical realism in Indonesia’s three reign governments. By answering these questions, it is hoped that this research will be able to trace Indonesia's counterterrorism efforts over the past eighteen years and analyze the factors that influenced these choices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine
"Sepanjang sejarah hubungan internasional, kebijakan keamanan selalu berevolusi demi merespons kemunculan ancaman keamanan baru. Di abad ke-21, ancaman keamanan nontradisional berupa terorisme—dengan intifada kedua dan insiden 11 September sebagai titik puncaknya—memicu pergeseran kebijakan keamanan ke arah perang nonkonvensional. Salah satu kebijakan keamanan baru yang dinilai kontroversial adalah pembunuhan yang ditargetkan. Selama penggunaannya sebagai instrumen kontraterorisme, praktik ini menuai banyak kritik yang menganggap kebijakan ini ilegal, imoral, dan inefektif. Namun, tidak sedikit pula pihak yang berupaya mempertahankan legalitas, legitimasi, dan efektivitas praktik tersebut. Atas latar belakang ini, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “bagaimana perkembangan literatur akademis tentang pembunuhan yang ditargetkan dalam konteks kontraterorisme?” Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap 27 literatur akademis terakreditasi internasional yang mengangkat isu ini dengan batasan waktu publikasi dari tahun 2000 sampai Juli 2021. Tulisan ini mengadopsi metode pengorganisasian literatur taksonomi untuk mempermudah penulis dalam mengintegrasikan perspektif interdisipliner dalam tinjauan pustaka ini serta memungkinkan penulis mengidentifikasi tema-tema yang masih kurang berkembang. Dengan menggunakan metode taksonomi, penulis memetakan tulisan-tulisan tersebut menjadi dua kategori: (1) dimensi normatif pembunuhan yang ditargetkan dalam kontraterorisme, yang dibagi menjadi tiga subtema berupa legalitas, legitimasi, dan transformasi faktor-faktor ideasional terkait pembunuhan yang ditargetkan; dan (2) efektivitas pembunuhan yang ditargetkan sebagai instrumen kontraterorisme. Penulis berargumen terdapat tiga masalah yang memunculkan kesenjangan penelitian dalam badan literatur pembunuhan yang ditargetkan, antara lain inkonsistensi fondasi konseptual, perbedaan paradigma kontraterorisme, dan ketimpangan tren pendirian literatur di antara kategori yang berbeda. Tinjauan pustaka ini menemukan enam karakteristik yang menggambarkan perkembangan diskursus akademis tentang pembunuhan yang ditargetkan dalam kontraterorisme: (1) lemahnya fondasi konseptual; (2) kesenjangan metodologis antarkategori; (3) pertentangan paradigma penegakan hukum dan perang; (4) derajat efektivitas yang sangat bervariasi; (5) konsistensi pendirian netral dalam literatur normatif; dan (6) diversifikasi pendirian dalam literatur praktis. Tulisan ini merekomendasikan penguatan kerja sama antara akademisi dan pelaku kebijakan untuk mengonsolidasi kajian tentang praktik ini, perumusan instrumen hukum internasional baru untuk meregulasi pembunuhan yang ditargetkan, identifikasi center of gravity kelompok teror dan hubungannya dengan praktik pembunuhan yang ditargetkan, serta merefleksikan praktik ini bagi kebijakan kontraterorisme Indonesia.

Throughout the history of international relations, security policy continues to evolve in response to emerging new security threats. In the 21st century, terrorism as a nontraditional security threat—with the second intifada and the September 11 attacks as its peaks—shifted the security policy towards nonconventional warfare. Targeted killing is among one of the controversial new security policies. In the course of its implementation as a counterterrorism instrument, this practice has been opposed for its perceived illegality, immorality, and inefficacy. Nevertheless, some scholars attempt to defend the legality, legitimacy, and effectivity of the practice. Against this backdrop, the author formulates the following research question: “how is the development of academic literature on targeted killing in counterterrorism context?” To answer the research question, the author conducts a literature review on 27 internationally accredited academic literature on this topic within the publication period of 2000 to July 2021. This paper adopts a taxonomy methodological approach to enable the author to integrate interdisciplinary perspective into the literatur review as well as to identify underdeveloped thematic categories. By utilizing taxonomy methods, the author divides the literature into two categories: (1) the normative dimension of targeted killing in counterterrorism, divided into three subthemes, namely legality, legitimacy, and ideational transformation of targeted killing; and (2) the effectivity of targeted killing as a counterterrorism instrument. The author argues three main issues gave rise to the research gaps in the body of literature on the topic, namely inconsistent conceptual foundation, differing counterterrorism paradigms, and disparity in the trends of literature stances across categories. The findings of this literature review identify six characteristics that portray the development of the academic discourse on targeted killing in counterterrorism: (1) a weak conceptual foundation; (2) a methodological gap between categories; (3) clashes between law enforcement and armed conflict paradigms; (4) varying degrees of effectivity; (5) consistency of neutral stance in the normative group; and (6) diversified literature stances among practical literature. This paper recommends for an intensification of cooperation between scholars and policymakers to consolidate studies on targeted killing, a formulation of a new international law instrument to regulate targeted killing, an identification of center of gravity in terror group and its relation to targeted killing practices, and a reflection of this practice for Indonesian counterterrorism efforts."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library