Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisrina Hanin
Abstrak :
Penelitian ini membahas tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea melalui pendekatan konteks situasi. Empat tata bahasa penanda modalitas intensional bahasa Korea yang dibahas adalah -gess-, -eul geos, -eulge, dan -eullae. Bagi pemelajar bahasa Korea, keempat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut memiliki kerumitan tersendiri saat digunakan dikarenakan kemiripan makna yang dimilikinya. Akan tetapi, belum ditemukan adanya penelitian yang membahas tata bahasa tersebut dalam bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tata bahasa penanda modalitas intensional di dalam korpus drama dan menganalisis konteks situasi yang menggunakan empat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan korpus naskah drama berjudul `Jinsimi Data`. Melalui penelitian ini, dapat diidentifikasi 198 kali kemunculan tata bahasa penanda modalitas intensional, yang dapat diklasifikasikan secara rinci berdasarkan subyeknya. Pada subjek orang pertama, penanda modalitas -gess- muncul sebanyak 66 kali; -eul geos 31 kali; -eulge 64 kali; dan -eullae 4 kali. Sementara pada subjek orang kedua, -gess- muncul sebanyak 16 kali; -eul geos 10 kali; dan -eullae 7 kali. Pada penelitian ini diklasifikasikan 9 konteks situasi menggunakan kalimat deklaratif dan 5 konteks situasi menggunakan kalimat interogatif. This research discusses intentional modality expressed in Korean grammar through context of situation approach. Four of the Korean grammar that express intentional modality that are being discused here are -gess-, -eul geosi-, -eulge(yo), and -eullae(yo). Korean learners face difficulties in distinguishing these expressions due to their own similar meaning. However, research that discuss intentional modality expressed in Korean grammar has not been conducted in Indonesian. The purpose of this research is to identify Korean grammars that express intentional modality inside the drama script and analyze the contexts of situation which use intentional modality marker. The method used in this research is qualitative descriptive method with literature review. The corpus of this research is a script from drama titled `Jinsimi Data`. Through this research, intentional modality`s frequency is identified 198 times according to its subject. In first person subject, -gess- appears 66 times; -eul geos 31 times; -eulge 64 times; and -eullae 4 times. The frequency of intentional modality in second person subject shows that -gess- appears 16 times; -eul geos 10 times; and -eullae 7 times. This research also classified 9 contexts of situation that appear with declarative sentence and 5 contexts of situation that appear with interrogative sentence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Alika Ramadhani
Abstrak :
Dajare merupakan salah satu permainan kata di Jepang yang memiliki bentuk seperti plesetan dari Indonesia yang digunakan sebagai candaan dalam pecakapan sehari-hari. Tetapi, orang Jepang yang mendengarkan dajare sering memberi respon dingin atau tidak tertawa. Sekarang ini, banyak media pop culture yang menyisipkan dajare ke dalam adegan percakapan. Orang asing yang mengartikan dajare sebagai candaan, sulit untuk memahami humor dajare yang diucapkan karena mitra tutur Jepang yang memberi respon dingin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dajare yang digunakan dan alasan dari respon mitra tutur terhadap dajare berdasarkan konteks situasi percakapan. Data diambil dari percakapan salah satu tokoh di gim ‘Uma Musume: Pretty Derby’ dengan metode kualitatif dan teknik simak-catat. Dari hasil analisis, ada enam bentuk dajare yaitu (i) homofoni, (ii) penambahan mora, (iii) pengurangan mora, (iv) penggunaan tanda baca berhenti, dan (v) penggunaan bahasa asing. Selain itu, ditemukan dajare yang mengkombinasikan jenis pembentukan dalam satu ujaran dajare. Berdasarkan konteks situasi, berbagai respon mitra tutur bisa terjadi karena jarak hubungan penutur dan mitra tutur, latar peristiwa pada percakapan yang berlangsung, dan pemahaman mitra tutur terhadap dajare. ......Dajare is a word game in Japan that has a form like plesetan from Indonesia which is used as a joke in everyday conversation. However, Japanese people who listen to dajare often give a cold response or don’t laugh. Nowadays, many pop culture media insert dajare into a conversation scene. Foreigner who interpret dajare as a joke, is difficult to understand the humor of the spoken dajare because the Japanese interlocutor gives a cold response. This study aims to determine the form of dajare used and the reasons for the speech partner’s response to dajare based on situation context. The data is taken from the one of the characters’s conversation in the game ‘Uma Musume: Pretty Derby’using qualitative methods and note-taking techniques. From the results of the analysis, there are six forms of dajare, i.e. (i) homophony, (ii) mora addition, (iii) mora omission, (iv) pause transference, and (v) mix of languages. In addition, it was found there is a dajare that combines types of formation in one speech. Based on the context of the situation, various responses of the interlocutor can occur due to the relationship between the interlocutor, the conversation’s background, and the speech partner in understanding the dajare.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Theodora Prabarini
Abstrak :
Penelitian mengenai interferensi pada pemilihan kata sapaan orang kedua tunggal bahasa Jerman dilakukan di FSUI, Jakarta, pada bulan Oktober 1987 sampai Januari 1988. Penelitian ini dilakukan guna melihat kecenderungan interferensi yang dilakukan responden dalam memilih bentuk kata sapaan orang kedua tunggal Bahasa Jerman. Selain itu juga diteliti pengaruh latar belakang sosial budaya seorang penutur yang mempelajari bahasa asing, terutama segi-segi semantis. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner/angket yang disebarkan baik secara langsung maupun tak langsung. Dari penyusunan kuesioner, penarikan sampel sampai pengolahan data juga dijelaskan.

Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa responden memang sering merancukan pemilihan kata sapaan orang kedua tunggal bahasa Jerman. Interferensi tersebut terlihat ketika responden bertutur sapa baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi kepada kawan bicara yang status sosialnya bervariasi. Penyebab terjadinya interferensi tersebut karena (1) Latarbelakang sosial budaya yang berbeda (2) Kemultibahasaan responden (3) Kurang mengenalnya sistem budaya bahasa asing yang dipelajari (4) Masih sedikitnya pemahaman bahasa asing yang dipelajari.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S14734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library