Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Slamet Subandrio Moechdi
1987
S17734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oliver, Richard L.
New York: McGraw-Hill , 1996
658.834 2 OLI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gordon, Leland J.
New York: American Book , 1950
339.4 GOR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Atsushi, Miura
Tokyo: International House of Japan, 2014
658.843 ATS r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Happy Susanto
Jakarta : Visimedia, 2008
381.34 HAP h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Lenggogeni
Abstrak :
Suatu segmen baru yang dikenal dengan istilah metroseksual muncul dikota-kota yang ada di seluruh dunia saat ini, termasuk di Jakarta. Mereka adalah kelompok pria yang memiliki sifat narsistis dan gaya hidup hedonis dan kerap melakukan perawatan penampilannya ke salon, menjaga bentuk badan melaluifitness centre, fashion-oriented dan suka bersosialisasi melalui cafe, club. Salon sebagai bentuk jasa pelayanan yang mendukung gaya hidup metroseksual merupakan salah satu kebutuhan utama bagi pria metroseksual ini untuk mendukung penampilan mereka. Selain memperbaiki penampilannya ke salon pria metroseksual juga menginginkan adanya kepuasan emosional pada saat melakukan perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku pria metroseksual ini secara umum dalam memilih salon dan melakukan perawatan di salon mengetahui atribut atribut apa saja yang dipentingkan oleh mereka sehingga bisnis salon yang akan membidik target pasar metroseksual ini dapat memetakan implikasi pemasaran yang tepat. Studi akhir ini menggunakan dua pendekatan yaitu penelitian ekploratori dan penelitian deskriptif. Populasi target adalah pria metroseksual yang berada di Jakarta dan metode convinience judgmental sampling. Indepth interview yang dilakukan menghasilkan 11 atribut yang mempengaruhi pria metroseksual dalam memilih salon, dan 15 fasilitas salon yang sering digunakan. Secara demografis, mayoritas pria metroseksual berusia 20-29 tahun, belum menikah, berpendidikan Sl, mahasiswalpelajar dan karyawan swasta. Sedangkan secara psikografis, pria metroseksual terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu happy active man, conventional dan trend follower, dimana yang terbanyak adalah happy active man. Dalam mengenali kebutuhannya, alasan utama pria metroseksual adalah ingin memperoleh penampilan yang lebih baik, terutama dengan memotong rambut dan creamhath. Selain karena keinginannya sendiri, pria metroseksual pergi kesalon juga karena pengaruh dari orang lain, misalnya ternan dan pacar, serta karena adanya trend yang berkembang di lingkungan sekitarnya, juga informasi di majalah. Informasi mengenai salon biasanya diperoleh pria metroseksual melalui ternan (word of mouth), selanjutnya sebelum memutuskan untuk memilih salon, pria metroseksual juga mengevaluasi pelayanan yang disediakan di salon tersebut. Bagi pria metroseksual, keputusan untuk memilih salon kebanyakan berasal dari diri sendiri, dan anggaran yang dikeluarkan untuk sekali ke salon rata-rata Rp 50.000-Rp 250.000. Aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah potong rambut, creamhath dan cuci blow. Selain melakukan berbagai aktivitas terse but, pria metroseksual juga menyukai salon yang memutar musik terutama jazz, pop dan instrument Top 40. Sebagian besar dari pria metroseksual juga menyukai desain ruangan salon yang modern minimalis. Dari keseluruhan dimensi (citra salon, pegawai, fasilitas, lokasi dan ruangan, kenyamanan, harga) atribut yang paling dipentingkan metroseksual secara garis besar terletak pada beberapa faktor yaitu skill dari hairdresser dan capster, kenyamanan saat melakukan perawatan, pelayanan yang baik dari para pegawai salon dimana mereka ingin diperlakukan secara personal dan one to one. Dari hasil analisa crosstah kelas sosial, umur dan kebutuhannya terhadap salon, kelompok metroseksual yang paling banyak membutuhkan jenis perawatan di salon yaitu pria metroseksual dari kelompok usia 30 - 39 tahun yang berasal dari kelas sosial AI. Jenis perawatan rambut yang paling dibutuhkan paling banyak adalah potong rambut. Maka berdasarkan hasil penelitian ini saran yang diberikan untuk pengusaha salon yang akan membidik segmen metroseksual sebaiknya adalah pria metroseksual dengan usia 30- 39 tahun dari kelas sosial AI dengan produk utama adalah potong rambut, creambath, refleksi, facial dan cuci blow, dengan tarif harga berkisar dari Rp I 00.000- Rp. 500.000 dan program diskon berdasarkan waktu dan paket perawatan, desain interior ruangan modern minima/is, jenis musik jazz dan instrumen, pendekatan promosi mc!alui word of mouth melalui peningkatan pelayanan dan mutu yang yang diperoleh dari pengembangan pelatihan pada hairdresser dan capster serta peningkatan product knowledge melalui keiikutsertaan hairdresser pada acara, seminar dan roadshow serta kompetisi dibidang tata rambut yang sering diadakan oleh produsen produk rambut. Untuk kelancaran produktivitas di salon dapat dilakukan sistem booking agar menghindari antrian pelanggan pada hari libur atau weekend. Record sytem juga dapat dilakukan untuk mengingatkan kembali pelanggan datang terutama pada pelanggan yang melakukan perawatan khusus. Keterbatasan penelitian ini adalah periode pelaksanaan penelitian ini hanya dilakukan Juni sampai September sehingga hanya memperoleh perilaku konsumen selama kurun waktu tersebut sedangkan perilaku konsumen dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dan pertanyaan pada screening harusnya dibuat lebih sempeit terutama yang menyangkut frekuensi aktivitas responden agar dapat mengurangi bias untuk mengkategorikan responden sebagai pria metroseksual. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah menggali pertanyaan lebih dalam pada setiap aspek sehingga dapat mengetahui perilaku pria metroseksual dalam memilih salon lebih spesifik, melakukan penelitian yang membahas lebih dalam bagaimana pendekatan peinasaran secara psikografis pada pria metroseksual.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Rahmania, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Perum Pegadaian sebagai lembaga keuangan non bank yang termasuk kelompok lembaga keuangan non bank yang bersifat besar, formal dan urban merupakan satu-satunya lembaga keuangan di Indonesia yang beroperasi dengan hukum gadai. Selama peijalanannya lembaga ini sudah beberapa kali mengalami perubahan yang mendasar.

Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia, sektor perbankan mengalami guncangan yang cukup parah. Namun pada masa ini Perum Pegadaian hadir sebagai solusi altematif pendanaan bagi kreditor. Saat itu suku bunga kredit sangat tinggi ditambah lagi dengan proses permintaan kredit yang sangat rumit.

Perum Pegadaian memiliki beberapa keunggulan dibandingkan lembaga perbankan lainnya. Selain merupakan satu-satunya lembaga yang beroperasi dengan hukum gadai, Pegadaian juga memiliki prosedur pengajuan dan pengucuran kredif yang sangat mudah, praktis, dan cepat. Tantangan yang saat ini sedang dihadapi Perum Pegadaian adalah bagaimana mempertahankan posisi sebagai perusahaan yang terdepan di bidangnya dan tetap melakukan perbaikan yang berkesinambungan walaupun hingga kini Pegadaian masih memonopoli industri jasa gadai di Indonesia

Dalam bisnis jasa, kualitas pelayanan merupakan kunci keberhasilan suatu usaha. Dengan memberikan kualitas pelayanan yang prima kepada pelanggan akan membuat tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan meningkat pula. Pelanggan yang puas akan cenderung melakukan pembelian berulang atau bisa dibilang bahwa pelanggan tersebut akan loyal pada suatu perusahaan. Pelanggan yang loyal ini akan memberikan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Karena bukan saja pelanggan tersebut akan langsung memilih perusahaan ini untuk memenuhi kebutuhannya tapi juga bisa menjadi seseorang yang mengajak orang lain untuk menggunakan jasa Pegadaian.

Pada penelitian ini akan diketahui kualitas jasa pegadaian yang diberikan Perum Pegadaian sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas perusahaan dan agar dapat terus berbenah diri. Penulis melakukan analisis tentang seberapa besar tingkat kesenjangan kualitas jasa Perum Pegadaian dibandingkan dengan ekspektasi nasabahnya. Metode penelitian yang dipergunakan adalah memakai penelitian kuantitatif yang berbentuk deskriptif. Bentuk kuesioner yang dipergunakan untuk kualitas pelayanan merupakan adaptasi dari kuesioner SERVQUAL yang dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990).

Model SERVQUAL menyajikan model konseptual mengenai kualitas jasa yang menjelaskan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesenjangan anatra nasabah dengan pihak perusahaan. Khusus pada penelitiah ini kesenjangan yang diteliti adalah kesenjangan antara harapan dengan jasa yang diterima pelanggan atau disebut sebagai Gap 5.

Metodologi yang dilakukan adalah dengan metode survey, dimana kuesioner akan dibagikan pada minimal seratus nasabah Perum Pegadaian. Calon responden tersebut disyaratkan harus sudah menjadi nasabah Perum Pegadaian DKI Jakarta selama sebih dari 12 bulan. Penyebaran kuesioner dilakukan pada sepuluh Kantor Cabang dari sekitar 40 Kantor Cabang di DKI Jakarta, yang dipilih secara acak.

Dari hasil kuesioner akan dihitung kesenjangan yang terjadi pada kualitas pelayanan di perusahaan ini. Kesenjangan ini terjadi jika terdapat selisih antara ekspektasi nasabah dengan persepsi nasabah. Setelah diketahui dimensi mana saja yang mengalami kesenjangan maka langkah selanjutnya adalah memetakan atribut-atribut kualitas pelayanan agar dapat diketahui prioritas dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan. Masing-masing dimensi akan dianalisa untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan. Selanjutnya melakukan analisis regresi untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi persepsi, value, kepuasan pelanggan, citra perusahaan dan loyalitas.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dengan melakukan pemetaan pada Diagram Kartesius diketahui bahwa dari 22 atribut SERVQUAL yang dianalisis, dua diantaranya berada di Kuadran A, sebelas atribut berada di Kuadran B, tujuh atribut berada di Kuadran C, dan dua atribut berada di Kuadran D.

Dari hasil penelitian ini temyata diketahui bahwa masih terdapat kesenjangan antara harapan nasabah dengan pelayanan yang diterima di Perum Pegadaian hal ini terlihat pada analisis bahwa masih adanya selisih antara nilai kepentingan dan kinerja. Dari lima dimensi SERVQUAL yang dianalisis pada penelitian ini, kesenjangan yang terjadi mulai dari yang paling besar hingga paling kecil adalah Reliability Tangibles, Assurance, Responsiveness kemudian Empathy.

Faktor-faktor pembentuk kepuasan pelanggan pada penelitian di Perum Pegadaian DKI Jakarta ini adalah persepsi dan penanganan keluhan. Sedangkan faktor-faktor pembentuk loyalitas pada penelitian ini adalah citra perusahaan (image) dan kepuasan pelanggan.

Langkah awal untuk dapat bersaing di era globalisasi adalah memperkecil kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan nasabah dengan pelayanan yang diberikan. Langkah yang dapat diambil Perum Pegadaian adalah sebaiknya karyawan Perum Pegadaian memakai seragam saat melayani nasabah. Kemudian meningkatkan ketulusan karyawan dalam melayani nasabah dengan cara lebih menanamkan nilai dan budaya perusahaan pada karyawan. Selain itu juga bisa dilakukan dengan program insentif dari perusahaan atau menjalankan program Employee of The Month versi manajemen dan versi nasabah. Dengan begitu nasabah dilibatkan langsung dalam penilaian karyawan. Hal ini demi tercapainya program "Nasabah NoW".

Usaha peningkatan citra bisa dilakukan dengan mengkomunikasikan motto perusahaan pada media elektronik seperti Televisi dan Radio selain pada media cetak. Kemudian penyampaian citra ini juga dilakukan dengan standarisasi suasana cabang. Warna dominan, kata sapaan yang khas Pegadaian bisa menjadi alternatif standarisasi tersebut.

Untuk semakin mempercepat transaksi maka Perum Pegadaian dapat memberlakukan sistem database nasabah dan modernisasi peralatan taksiran barang. Kemudian sebaiknya Pegadaian memiliki suatu sistem penanganan keluhan yang standar sehingga bisa menampung keluhan nasabah dan menjadikannya sebagai feedback bagi perusahaan.

Yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut adalah mengenai bagaimana meningkatkan citra yang dimiliki Perum Pegadaian. Dengan mengetahui faktor yang mempengaruhi citra perusahaan akan membuat perusahaan mengetahui langkah meningkatkan loyalitas. Penelitian secara berkesinambungan mengenai kualitas pelayanan juga sebaiknya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang telah dilakukan.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Samuel Pandhega
Abstrak :
Meskipun terdapat ketertarikan yang besar pada sifat dan peran pemasaran yang menggunakan persepsi jasa (Vargo dan Lusch, 2004), saat ini penelitian terkait merek jasa masih sangat terbatas. Menurut Berry (2000), penelitian mengenai ini masih terbatas pada penelitian kualitatif, bukan kuantitatif. Berdasarkan penelitian terdahulu, riset ini bertujuan untuk mengatasi keterbatasan ini dengan menguji pengaruh persepsi konsumen pada merek jasa terhadap nilai dan loyalitas konsumen. Penelitian mengadopsi penelitian Brodie et al (2010) dengan model yang melibatkan variabel brand image, dan tiga variabel tambahan yang merefleksikan perspektif jasa yang lebih luas, yakni company image, employee trust, dan company trust. Dengan mengambil studi kasus low cost airlines di Indonesia dengan 222 responden, data hasil penelitian diolah menggunakan Structure Equation Modelling. Hasil penelitian menyatakan bahwa brand image merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan loyalitas konsumen. ......Despite considerable interest in the nature and role of marketing using a service perspective (Vargo and Lusch, 2004), nowadays there is limited research about service branding. Based on Berry (2000), current research still tends to be qualitative rather than quantitative. This research aims to close this gap by testing the influence of customer perspective to service brand in customer value?loyalty process. Adopted from Brodie et al (2008), the model includes the traditional influence of brand image plus three additional influences that more fully reflect the broader service perspective (company image, employee trust, and company trust). With sample of 222 airline customers, the analysis shows there is a direct influence of brand image on customers' perceptions of value and customer loyalty.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>