Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kasus penomenia pada balita di Kelurahan Argasari selama 6 bulan terakhir masih tinggi yaitu sebanyak 176 orang. Penelitian ini termasuk penelitian analitik menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional."
610 JKKI 6:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizki Zahrotul Hayati
"Kecoak merupakan salah satu vektor mekanik dalam menyebarkan patogen seperti E. coli, dan Salmonella sp., yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Gangguan saluran pencernaan yang paling sering terjadi adalah diare baik itu disertai atau tanpa disertai mual, muntah, dan sakit perut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecoak berdasarkan spesies dan kondisi lingkungan dengan keluhan gangguan saluran pencernaan pada masyarakat di permukiman kumuh Kecamatan Kalideres. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 106 masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh Kecamatan Kalideres. Penangkapan kecoak dilakukan dengan menggunakan plastik dan sarung tangan steril, dan identifikasi menggunakan morfologi kecoak. Data terkait kondisi lingkungan dan keluhan gangguan saluran pencernaan diperoleh dari wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara faktor risiko kecoak baik Periplaneta americana dan Blatta orientalis dengan keluhan gangguan saluran pencernaan (p=0,855). Hasil lain terkait kondisi lingkungan menunjukkan bahwa kondisi tempat sampah (OR=2,605; 95%CI: 1,160-5,850) dan kondisi dapur (OR= 3,40; 95%CI: 1,503-7,727) mempunyai hubungan yang signifikan dengan keluhan gangguan saluran pencernaan yang dialami masyarakat di permukiman kumuh Kecamatan Kalideres. Walaupun tidak ditemukannya hubungan yang signifikan, risiko kecoak dalam membawa dan menyebarkan patogen dengan mengontaminasi makanan atau minuman sehingga menyebabkan gangguan kesehatan tetap perlu diperhatikan.

Cockroaches, as a mechanical vector in spreading pathogens such as E. coli and Salmonella sp., can cause gastrointestinal disorder. The most common gastrointestinal disorder is diarrhea with or without nausea, vomiting, and abdominal pain. This study aims to determine the relationship of cockroaches based on species and environmental conditions with gastrointestinal disorders in communities at the slum areas of Kalideres Sub-district. The study design using cross-sectional. The sample in this study were 106 people living in the slum areas of Kalideres Sub-district. Cockroach capture was carried out using sterile plastic and gloves, and identification using cockroach morphology. Data related to environmental conditions and complaints of gastrointestinal disorders were obtained from interviews and observations. This study showed no relationship between the risk factors of cockroaches, both Periplaneta americana and Blatta orientalis, with gastrointestinal disorder complaints (p = 0.855). Other results related to environmental conditions showed that the trash condition (OR = 2.605; 95% CI: 1,160-5,850) and kitchen conditions (OR = 3.40; 95% CI: 1,503-7,727) had a significant relationship with gastrointestinal disorder complaints experienced by people in the slum settlements of Kalideres Sub-district. Although no significant relationship was found, the risk of cockroaches carrying and spreading pathogens by contaminating food and water causing health problems remains a concern."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athena Anwar
"Pneumonia adalah penyakit infeksi yang merupakan penyebab utama kematian pada balita di dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa kematian balita di Indonesia mencapai 15,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita di Indonesia.
Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan menggunakan data Riskesdas 2013. Kriteria sampel adalah balita (0 ? 59 bulan) yang menjadi responden Riskesdas 2013. Variabel dependen adalah kejadian pneumonia balita, sedangkan variabel independennya adalah karakteristik individu, lingkungan fisik rumah, perilaku penggunaan bahan bakar, dan kebiasaan merokok. Penetapan kejadian pneumonia berdasarkan hasil wawancara, dengan batasan operasional diagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dan/atau dengan gejala pneumonia dalam periode 12 bulan terakhir. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria adalah 82.666 orang.
Hasil menunjukkan bahwa faktor risiko yang paling berperan dalam kejadian pneumonia balita adalah jenis kelamin balita (OR = 1,10; 95% CI = 1,02 ? 1,18), tipe tempat tinggal (OR = 1,15; 95% CI = 1,06 ? 1,25), pendidikan ibu (OR = 1,20; 95% CI = 1,11 ? 1,30), tingkat ekonomi keluarga/kuintil indeks kepemilikan (OR = 1,19; 95% CI = 1,10 ? 1,30), pemisahan dapur dari ruangan lain (OR = 1,19; 95% CI = 1,05 ? 1,34), keberadan/kebiasaan membuka jendela kamar (OR = 1,17; 95% CI = 1,04 ? 1,31), dan ventilasi kamar yang cukup (OR = 1,16; 95% CI = 1,04 ? 1,30).
Disimpulkan bahwa faktor sosial, demografi, ekonomi dan kondisi lingkungan fisik rumah secara bersama-sama berperan terhadap kejadian pneumonia pada balita di Indonesia.

Pneumonia is an infectious disease which is a major cause of mortality in children under five years of age in the world. National Basic Health Research 2007 reported that infant mortality in Indonesia has reached 15.5%. The objective of the study was to identify the determinant factors related to Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia Pneumonia among Children Under Five Years of Age in Indonesia Athena Anwar, Ika Dharmayanti the incidence of pneumonia in children under five years of age in Indonesia.
The research design was cross sectional, using National Basic Health Research 2013 data. Sample criteria were children under five years of age (0 ? 59 months). The dependent variable was the incidence of pneumonia among children under five years of age, while the independent variables were individual characteristics, physical environment of house, types of fuel used, and smoking habit. There were 82,666 samples that fulfilled the study criteria.
The result showed that determinant factors contributing to the incidence of pneumonia in children were sex (OR = 1.10; 95% CI = 1.02 ? 1.18), residence (urban/rural) (OR = 1.15; 95% CI = 1,06 ? 1,25), maternal education (OR = 1.20; 95% CI = 1.11 ? 1.30), household poverty index quintile (OR = 1.19; 95% CI = 1.10 ? 1.30) , kitchen separation (OR = 1.19; 95% CI = 1.05 ? 1.34), window availability in bedroom (OR = 1.17; 95% CI = 1.04 ? 1.31), and bedroom ventilation (OR = 1.16; 95% CI = 1.04 ? 1.30).
This study concluded that social factors, demographic, economic levels and the physical environment of house simultaneously contributed to the incidence of pneumonia in children under five of age.
"
Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dewi Shafira
"ISPA masih menjadi tantangan besar di Indonesia karena menjadi salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang serta menjadi penyakit dengan kunjungan puskesmas sekitar 40%-60% di seluruh kalangan umur. Kasus ISPA juga selalu masuk kedalam 10 jenis penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah dan Paparan asap rokok dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Srengseng Sawah. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi potong lintang dengan jumlah responden 115 rumah tangga. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara kuesioner. Uji statistik yang digunakan yaitu uji kai kuadrat dan uji regresi logistik ganda. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat tiga variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian ISPA diantaranya yaitu luas ventilasi (p-value = 0.001), kepadatan hunian (p-value = 0.037) dan jumlah anggota keluarga yang merokok ( p-value = 0.044). Analisis multivariat menunjukkan luas ventilasi merupakan faktor risiko dominan yang mempengaruhi kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng Sawah (p-value = 0.000; OR =5.465). Peningkatan terhadap kesadaran masyarakat terkait perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan kualitas lingkungan perlu dilakukan.

ARI is still a big challenge in Indonesia. It is one of the main causes of death in developing countries and a disease with around 40%-60% of health center visits in all ages. Cases of ARI are always included in the 10 most common types of diseases in the working area of the Puskesmas Srengseng Sawah Village, Jagakarsa. The purpose of this study was to determine the relationship between the physical environment of the house and exposure to cigarette smoke with the incidence of ARI in the working area of the Srengseng Sawah Health Center. This research was conducted using a quantitative method with a cross-sectional study design with a total of 115 households as respondents. Data collection was carried out using observation techniques and questionnaire interviews. The statistical test used is the chi-square test and the multiple logistic regression test. The results of statistical tests show that there are two variables that have a significant relationship with the incidence of ARI including ventilation area (p-value = 0.001), occupancy density (p-value = 0.037), and number of family members who smoke (p-value = 0.044). Multivariate analysis showed that ventilation area was the dominant risk factor influencing the incidence of ARI in the working area of the Puskesmas Srengseng Sawah (p-value = 0.000; OR =5.465). It is necessary to increase public awareness regarding clean and healthy living behavior and environmental quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Ravie Cahyadi
"Laporan Praktik Keinsinyuran meneliti terkait dengan baterai Valve Regulated Lead Acid (VRLA) yang disebabkan suhu ambient (lingkungan) yang melebihi batas komponen baterai dan lingkungan berdebu yang berpotensi terjadinya short circuit pada cadangan energi baterai, sehingga dapat mempercepat umur komponen. Berdasarkan permasalahan kegagalan baterai VRLA menggunakan Metode Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control (HIRADC) pada penelitian ini yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga mutu elektrifikasi operasi prasarana dan sarana pada komponen energi cadangan (baterai), sehingga dapat mencegah kegagalan sistem kelistrikan dengan tujuan dapat mitigasi risiko-risiko yang terjadi pada kerusakan baterai. Kondisi baterai yang terdapat diruangan back of house (BOH) tidak memiliki perlindungan yang lebih tinggi dari IP4X, sehingga semua panel tidak terlindungi dari debu. BOH mempunyai sirkulasi udara ruangan yang tidak memadai karena tidak ada aliran udara yang baik dan ventilasi udara dalam kondisi terbuka. Kondisi ruangan BOH menyebabkan panel dan peralatan Listrik rentan terhadap gangguan. Baterai VRLA beroperasi pada suhu -20 sampai dengan 50oC. kisaran suhu yang disarankan untuk beroperasi berada pada suhu 20 sampai dengan 30oC (derajat celcius), namun ketika di ukur suhu baterai menggunakan infrared thermogun didapatkan suhu senilai 82oC (derajat celcius).

The Engineering Practice Report examines related to Valve Regulated Lead Acid (VRLA) batteries caused by ambient temperatures (environments) that exceed the limits of battery components and dusty environments that have the potential for short circuits in the battery energy reserve, so that it can accelerate the life of components. Based on the problem of VRLA battery failure, using the Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control (HIRADC) Method in this study which was carried out in order to maintain the quality of electrification of infrastructure and facilities in the backup energy component (battery), so that it can prevent electrical system failure with the aim of mitigating the risks that occur in battery damage. The condition of the battery in the Back of House (BOH) room does not have protection higher than IP4X, so all panels are not protected from dust. BOH has inadequate room air circulation because there is no good airflow and air ventilation is open. The condition of the BOH room causes the panels and electrical equipment to be susceptible to interference. VRLA batteries operate at temperatures of -20 to 50oC (degress celcius). The recommended temperature range for operation is at 20 to 30oC, but when measuring the temperature of the battery using an infrared thermogun, a temperature of 82oC (degrees celcius) is obtained.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library