Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tori Rihiantoro
Abstrak :
Terapi musik memiliki manfaat yang besar dalam dunia kesehatan. Beberapa studi telah dilakukan, namun yang berfokus pada pasien koma dan status hemodinamik masih sedikit yang dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap status hemodinamik pada pasien koma. Penelitian ini menggunakan disain quasi experimental one group pre post, dengan teknik consecutive sampling didapatkan sampel sebesar 21 pasien. Analisi deskriptif mengambarkan terjadi penurunan rata-rata MAP sesudah dilakukan terapi musik sebesar 6,80 mmHg, penurunan rata-rata heart rare sesudah terapi musik sebesar 6,76 kali/menit dan terjadi penurunan rata-rata frekuensi pernapasan sesudah terapi musik sebesar 4,08 kali/menit. Hasil analisis bivatiat dengan dependent t test menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terapi musik terhadap MAP (p value = 0,03l), heart rare (p value = 0,015) dan frekuensi pernapasan (p value = 0,000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terapi musik terhadap status hemodinamik pada pasien koma di ruang ICU RSUDAM Propinsi Lampung. Hal ini dapat terjadi karena terapi musik dengan memperdengarkan musik instrumentalia healing sound mampu menciptakan efek relaksasi sehingga mampu menurunkan tingkat kecemasan, stressor dan stimulus-stimulus lain yang berpengaruh buruk terhadap hemodinamik pasien. Efek relaksasi tersebut dapat menurunkan indikator-indikator hemodinamik seperti MAP, heart rare dan frekuensi pernapasan. Penurunan indikator status hemodinamik pada pasien koma dengan cidera kepala dan stroke akan membantu stabilisasi hemodinamik pasien sekaligus membantu proses pemulihan pasien.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Crisman Wise Patuan
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem Monitoring Gelombang Otak adalah salah satu sistem untuk memantau kondisi otak seseorang dengan memanfaatkan metode Neuro Imaging, yaitu EEG.Sistem ini memantau tingkat kesadaran pada manusia berdasarkan gelombang otaknya, seperti pada saat tertidur orang akan cenderung menghasilkan lebih banyak gelombang Delta. Sistem Monitoring Gelombang Otak mampu mengukur perubahan tingkat kesadaran berdasarkan gelombang otak yang diperoleh, yaitu pada saat tidur dihasilkan lebih banyak gelombang delta (19-20 gelombang delta) jika dibandingkan pada saat sadar (13 gelombang delta) dalam waktu 3 menit . Sistem monitoring ini diharapkan mampu untuk memantau kondisi kesadaran pada orang yang mengalami koma berdasarkan gelombang otak delta yang direkam.
ABSTRACT
Brain Wave Monitoring System is a system for monitoring the condition of a person's brain by utilizing the method of Neuro Imaging, which is EEG.Sistem monitor the level of consciousness in humans by brain waves, such as when asleep people will tend to result in more waves of Delta. Brain Wave Monitoring System is capable of measuring changes in the level of consciousness by brain waves are obtained, which at the time generated more sleep delta waves (delta waves 19-20) when compared at the time aware (13 delta waves) within 3 minutes. The monitoring system is expected to be able to monitor the state of consciousness in people who fell into a coma by delta brain waves are recorded.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naila Putri Hanifa
Abstrak :
Tulisan ini membahas mengenai perkembangan Teater Koma pada masa Reformasi pada tahun 1998 hingga 2009. Teater Koma yang berdiri pada tahun 1977 oleh Nano Riantiarno dan 12 pendiri lainnya. Teater Koma memadukan unsur teater tradisional dan modern. Pada masa Orde Baru, teater Koma mendapatkan banyak pelarangan pentas karena dianggap menganggu stabilitas nasional. Pada masa Reformasi salah satu dampak yang dirasakan adalah kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat ini justru membuat Teater Koma menjadi kurang produktif dan mengalami kemunduran. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Teater Koma mempertahankan eksistensinya di era Reformasi pada tahun 19998 hingga 2009. Tulisan ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan telaah yang dilakukan, untuk tetap produktif memproduksi karya-karya baru yang menjadi cermin politik pada masa Reformasi yaitu dalam Trilogi Kisah Republik yang terdiri dari Republik Bagong, Republik Togog, dan Republik Petruk. Teater Koma membuktikan dedikasinya sesuai dengan namanya yaitu, "koma" yang artinya tidak pernah selesai. ......This article discusses the development of the Koma Theater during the Reformation period from 1998 to 2009. The Koma Theater was founded in 1977 by Nano Riantiarno and 12 other founders. Teater Koma combines traditional and modern theater elements. During the New Order era, the Koma theater received many bans from performing because it was considered to disturb national stability. During the Reformation, one of the impacts felt was freedom of opinion. This freedom of expression actually makes Teater Koma less productive and suffers setbacks. The purpose of this paper is to find out how Teater Koma maintained its existence in the Reformation era from 19998 to 2009. This paper uses historical methods with four stages, namely heuristics, criticism, interpretation and historiography. Based on the research conducted, to remain productive in producing new works that became a political mirror during the Reformation period, namely the Trilogy of Acts of the Republic which consisted of the Republic of Bagong, the Republic of Togog, and the Republic of Petruk. Teater Koma proves its dedication to its name, namely, "koma" which means never ending.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Savira Sofandy
Abstrak :
Penelitian ini membahas kategori dan fungsi tindak tutur ilokusi dalam lakon Wabah yang dipentaskan oleh Teater Koma. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam lakon Wabah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Sumber data dalam penelitian ini adalah dialog yang dituturkan oleh tokoh-tokoh pada lakon Wabah yang berdurasi 25:26 menit. Pengumpulan data dimulai dengan melakukan transkripsi data dan mengelompokkan data-data berdasarkan jenis tindak tuturnya. Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur ilokusi Searle (dalam Leech, 1993). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat jenis tindak tutur yang ditemukan, yaitu tindak tutur direktif, asertif, komisif, dan ekspresif. Pada tindak tutur direktif, ditemukan tujuh fungsi komunikatif, yaitu menasihati, mengingatkan, menyuruh, melarang, menuntut, memohon, dan mengajak. Pada tindak tutur asertif, ditemukan dua fungsi komunikatif, yaitu menyatakan dan menyangkal. Pada tindak tutur komisif, ditemukan satu fungsi komunikatif, yaitu berjanji. Lalu, pada tindak tutur ekspresif, ditemukan dua fungsi komunikatif, yaitu mengeluh dan memuji. ......This study discusses the categories and functions of illocutionary speech acts in Teater Koma's drama. This research aims to describe the types of illocutionary acts found in the drama entitled Wabah. This research is qualitative research with a descriptive-analytical approach. The data source in this study is the dialogue spoken by the characters in the drama Wabah, which lasts 25:26 minutes. Data collection begins by transcribing and grouping the data based on the categories of speech acts. This study uses Searle's speech act theory (in Leech, 1993). The results of this study indicate that there are four categories of speech acts found, namely directive, assertive, commissive, and expressive speech acts. In directive speech acts, seven communicative functions are found; advising, reminding, ordering, forbidding, demanding, begging, and inviting. In assertive speech acts, two communicative functions are found; stating and denying. In commissive speech acts, one communicative functions are found; promises. Then, in expressive speech acts, two communicative functions are found: complaining and praising.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Witjahyakarta Widjaja
Abstrak :
Masalah : dari tahun ke tahun kasus dengan cedera kepala karena kecelakaan lalu lintas semakin bertambah . Sulit untuk membuat:, diagnosis dan prognosis pasien cedera kepala segera setelah cedera, karena luasnya kerusakan otak tidak bisa dibuktikan. LDH yang merupakan enzim sitoplasma jaringan otak, akan dilepaskan kedalam serum bila terjadi kerusakan jaringan otak. Dengan demikian dapat diprakirakan luasnya kerusakan jaringan otak dengan memeriksa aktivitas LDH serum penderita. Material dan metodologi dilakukan pemeriksaan SKG pada pasien cedera kepala umur 0 - 40 tahun yang masuk IGD Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo, dari bulan Agustus - Oktober '1993. Tidak dimasukkan dalam penelitian ini bila terdapat patah tulang skeletal, banyak luka, komplikasi perdarahan organ dalam tubuh, kesadaran menurun karena alkohol / obat-obatan, riwayat penyakit jantung, hati, ginjal, keganasan diotak, penyakit darah. 48 - 60 jam kemudian, pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah terhadap aktivitas LDH total dan LDH isoenzimnya sambil diperiksa lagi SKG nya. Darah yang lisis dikeluarkan dari penelitian.Pasien cedera kepala segera setelah masuk diklasifikasikan menjadi tiga grup : cedera kepala ringan ( SKG 13 - 15 ), cedera kepala sedang ( SKG 9 - '12 ), cedera kepala berat ( SKG 3 - 8 ). Dan setelah 48 - 60 jam cedera kepala, dilakukan penggolongan serupa. Analisis statistik dilakukan pada data aktivitas LDH total dan LOH isoenzim yang ada, dengan menghitung mean dan standard deviasinya kemudian dikorelasikan dengan masing-masing grup cedera kepala memakai uji Student t. Hasil penelitian sebanyak 143 orang pasien cedera kepala 110 pria, 33 wanita yang memenuhi kriteria dimasukkan kedalam penelitian ini. Terdapat 75 penderita cedera kepala ringan (52,45%), 40 penderita cedera kepala sedang (27,97%) dan 28 penderita cedera kepala berat (19,58%). Setelah 48-60 jam cedera, jumlah penderita yang masuk golongan cedera kepala ringan menjadi 114 orang (79,72%), cedera kepala sedang 12 orang (8,39%), dan cedera kepala berat 17 orang (11,89%). LDH total rata-rata pasien waktu masuk dengan cedera kepala ringan 296,7 u/L (SO 71,1 u/L), cedera kepala sedang 437,4 u/L (SO 226,7 u/L), dan cedera kepala berat 551,2 u/L (SO 342,4 u/L), sedang LDH 1-2-3 rata-rata pada cedera kepala ringan 234,8 (SD 59,7 u/L), cedera kepala sedang 335,1 u/L (SD 144,5 u/L), dan cedera kepala berat 405,7 u/L (SD 258,2 u/L). Setelah 48 -60 jam cedera kepala, LDH total ratarata pada cedera kepala ringan 330,8 u/L (SD 154,6 u/L), cedera kepala sedang 488,7 u/L (SD 194,2 u/L) dan cedera kepala berat 682,6 u/L (SD 346,7 u/L), sedang LDH 1-2-3 rata-rata cedera kepala ringan 265,5 u/L (SD 123,3 u/L), cedera kepala sedang 346,3 (SO 103,8 u/L) dan cedera kepala berat 487,7 u/L (SD 242,2 u/L) .Terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01) aktivitas LOH total dan LOH 1-2-3 (LDH isoenzim otak) antara SKG waktu masuk dan SKG 48 - 60 jam setelah trauma golongan cedera kepala ringan dengan cedera kepala sedang/berat, tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna (p >. 0, 05) antara cedera kepala sedang dengan cedera kepala berat. Kesimpulan aktivitas LDH total dan LDH isoenzim dalam serum dapat dipakai untuk menilai berat ringannya derajat cedera kepala.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1994
T59077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Dini Rahayu
Abstrak :
ABSTRAK
Teater Koma dibentuk pada tahun 1977 oleh N. Riantiarno dan kawankawan. Mereka merupakan salah satu kelompok teater kontemporer Indonesia yang paling sukses. Mereka berniat untuk menciptakan sebuah kelompok teater yang berbeda dari sebelumnya. Dalam Teater Koma unsur gerak, tari dan nyanyi bersatu menjadi sebuah karya yang dibalut dengan cara-cara produksi modern.

Di Indonesia, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai stabilitas nasional turut mempengaruhi perkembangan bidang seni dan budaya pada masanya. Kebebasan berekspresi ditekan dengan tujuan menghindari konflik dalam negeri. Hal ini turut mempengaruhi perkembangan Teater Koma sehingga banyak karya-karyanya yang mendapat masalah karena dianggap bersinggungan dengan kebijakan tersebut.

Seiring berjalannya waktu, para anggota datang dan pergi, Teater Koma mengalami berbagai perkembangan. Meskipun terhadang batu bernama ?kebijakan pemerintah? dalam rangka mewujudkan stabitilas nasional. Namun dengan dukungan seluruh anggota Teater Koma dan segenap seniman dari luar kelompoknya, Terater Koma terus memperjuangkan hak demi terus berkarya.

Teater Koma, sebuah wujud kelompok teater kontemporer yang terus bereksplorasi tanpa henti dengan menggabungkan berbagai unsur modern dengan tradisional. Sampai kapanpun namanya akan tetap ?Koma?.
ABSTRACT
Teater Koma was formed in 1977 by N. Riantiarno and his friends. This is one of the most successful Indonesia contemporary theater group. They created a group of theater which different from the earlier. In Teater Koma, elements of movements, dance and sing united into a masterpiece that wrapped by means of modern theatrical method.

In Indonesia, New Order?s government policy of national stability was also affected art and culture. The freedom of expression was pressured to avoid national conflict. This also affected on the development of Teater Koma, that is why many of its creations got in trouble, because it was collide with the policy.

Over time, members come and go, Teater Koma undergone various developments. Even though they blocked by a rock called ?government policies? in order to achieved national stability. But with all the supports of members and artists, Theater Koma were continuing fight for their rights.

Teater Koma, a form of contemporary theater group that continues to explore endlessly by combining modern with traditional elements. Its name will forever remain "Koma" (In Indonesian the word koma is conjunctive, which means that Teater Koma will always keep on continuing their works).
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42188
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Okyno
Abstrak :
Latar belakang: Penilaian nyeri pada pasien-pasien UPI cukup sulit dikarenakan kendala komunikasi yang mereka dapatkan. Untuk penilaian pada pasien UPI digunakan skala evaluasi seperti Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT). Skala CPOT dikembangkan oleh Gellinas pada tahun 2006, dibuat dalam bahasa Prancis lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris dan sudah dinilai kesahihannya. Pemakaian skala CPOT di UPI RSCM bisa dilakukan, namun jika diterjemahkan akan mempermudah sosialisasi dan pemahaman dalam penilaian skala CPOT. Sebelum suatu alat ukur yang diterjemahkan dapat diterapkan pada populasi, harus dinilai kesahihannya terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah menilai kesahihan CPOT dalam penggunaannya menilai nyeri pada pasien dengan Skala Koma Glagow di bawah 14 di UPI RSCM. Metode: Studi observasional, potong lintang dengan pengukuran berulang dilakukan terhadap pasien yang dirawat di UPI RSCM April ? Mei 2013. Kesahihan BPS dinilai dengan uji korelasi Spearman. Keandalan dinilai dengan Cronbach α dan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Ketanggapan dinilai dengan Besar efek. Hasil: Selama penelitian terkumpul 33 pasien dengan Skala Koma Glasgow di bawah 14 baik terintubasi maupun tidak di UPI RSCM. Skala CPOT memiliki kesahihan yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.145, 0.393 dan ? 0.205 untuk laju nadi, MAP dan skor Ramsay. Keandalan CPOT baik dengan ICC 0.981 (p<0.001) dan nilai Cronbach α 0.893. Ketanggapan CPOT juga baik dengan nilai Besar efek untuk penilaian pagi, siang dan malam adalah 2.11, 2.25 dan 2.33. Kesimpulan: CPOT sahih dalam menilai nyeri untuk pasien dengan skala koma glasgow di bawah 14 di UPI RSCM. ......Background: Assessment of Pain on ICU patient is difficult due to communication problems. To assess pain on ICU patient, we use behavioural scale such like Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT). The CPOT scale was developed in French language and had been translated to English with the validity being checked. Using CPOT in ICU RSCM is doable, but if the scale is translated to Indonesian language, the understanding and socialization will be much better.However this scale must be validated before it?s use in RSCM population. The aim of this study is to validate CPOT scale in its use to assess pain on patients with Glasgow Coma Scale below 14 in ICU RSCM. Method: An Observational, cross sectional, repeated measures was done to patients hospitalized in the ICU Cipto Mangunkusumo Hospital from April to May 2013. Validation was assessed by Spearman Correlation test while reliability was analyzed using Cronbach α and intraclass correlation coefficient (ICC). Responsiveness was assessed by Effect Size Results: A total of 33 patients with Glasgow Coma Scale below 14 either intubated or not were included in this study. The CPOT Scale has a good validation with significant correlation 0.145, 0.393 and -0.205 respectively for heart rate, MAP and Ramsay score. CPOT Scale has good reliability with ICC score 0.981 (p<0.001) and Cronbach α 0.893. Responsiveness for CPOT is also good with Effect Size on morning, afternoon and evening assessment are 2.11, 2.25 and 2.33 respectively. Conclusion: CPOT scale is valid to assess pain on patients with Glasgow Coma Scale below 14 in ICU RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library