Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutia Winanda
Abstrak :
Bifidobacterium usus maternal merupakan faktor penting yang mempengaruhi kolonisasi Bifidobacterium pada usus neonatus. Kolonisasai bakteri tersebut penting pada neonatus karena dapat mempengaruhi kesehatan dan sistem imunnya di masa yang akan datang, dengan demikian faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Bifidobacterium usus maternal penting untuk diketahui. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa diet tinggi lemak dapat mempengaruhi jumlah Bifidobacterium usus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara asupan lemak total dan rasio asupan asam lemak omega-6 terhadap omega-3 dengan jumlah Bifidobacterium usus maternal pada kehamilan trimester ketiga. Lima puluh dua ibu hamil (33-37 minggu) pada 10 puskesmas kecamatan Jakarta Timur ikut serta pada penelitian potong lintang ini. Asupan lemak total dan rasio asupan asam lemak secara berurutan dinilai dengan metode 2-day repeated 24 hours food recall dan SQFFQ. Jumlah Bifidobacterium usus dianalisa menggunakan quantitative real-time PCR. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif lemah antara asupan lemak total dengan jumlah Bifidobacterium usus maternal pada kehamilan trimester ketiga. Namun belum dapat membuktikan adanya korelasi yang bermakna antara rasio asupan asam lemak omega-6 terhadap omega-3 dengan jumlah Bifidobacterium usus maternal pada kehamilan trimester ketiga.
Bifidobacterium colonization in neonates is crucial because it has a large effect on their health and immunity in the future, thus factors that influenced the maternal gut Bifidobacterium became important to known because maternal gut Bifidobacterium is the most important factor to determined the initial colonization. Dietary intervention studies have shown that high fat diet can dramatically changed the nurmbers of gut Bifidobacterium. The aim of this study was to examine the correlation between total dietary fat intake and the ratio of essential fatty acids with the numbers of maternal gut Bifidobacterium on third trimester of pregnancy. Fifty two pregnant women (33?37 weeks) from 10 district primary health care in East Jakarta were enrolled in this cross sectional study. Dietary fat intake and the ratio of essential fatty acids was assesed with 2-day repeated 24 hours food recall and SQFFQ, respectively. Maternal gut Bifidobacterium was analysed by quantitative real-time PCR. This present study have shown that total dietary fat intake have a weak positive correlation with maternal gut Bifidobacterium in third trimester of pregnancy. Hormonal and immunological changes in pregnancy is the possible explanation to this phenomenon. This study have not been able to prove a correlation between omega-6 to omega-3 fatty acid ratio with maternal gut Bifidobacterium.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Juwita Nelwan
Abstrak :
Latar belakang: Obat kotrimoksazol dan rifampisin telah lama diketahui memiliki efek anti mikotik. Peran kedua antimikroba ini terhadap candida belum diteliti, sehingga dirasa perlu untuk diteliti sehingga dapat dimasukkan dalam pedoman tatalaksana medis berbasis bukti untuk pasien HIV dan tuberkulosis. Metode: Studi prospektif pada pasien HIV dan tuberkulosis dengan metode quasi-experiment, dilakukan di poliklinik HIV dan Poliklinik Paru pada bulan Oktober 2009-Agustus 2011. Pada tiap pasien dilakukan pemeriksaan kumur rongga mulut sebanyak dua kali untuk melihat adanya kolonisasi Candida, yang diidentifikasi menggunakan Saboraud Dextrose Agar dan ChromAgar. Kumur dilakukan sebelum pasien diberikan obat kotrimoksazol untuk profilaksis PCP dan obat rifampisin untuk TB, kumur kedua dilakukan dua minggu setelah pengobatan. Proporsi, jenis dan jumlah kolonisasi kandida dirongga mulut pasien dibandingkan sebelum dan setelah pengobatan. Hasil: Didapatkan total 86 orang pasien terdiri dari 40 orang pasien HIV dan 46 orang pasien TB. Kolonisasi awal pada pasien HIV 57,5% dan 19,5% pada pasien TB, sebagian besar adalah candida albicans baik pada pasien HIV maupun TB (82,6% vs. 77,8%). Dua minggu mendapat kotrimoksazol pada pasien HIV dan rifampisin pada pasien TB didapatkan penurunan kolonisasi menjadi 47,5% vs. 12,5%). Penurunan ini bermakna pada kedua kelompok pasien, kotrimoksazol OR 0,2 (0,05-0,93; p<0,04) dan rifampisin 0,21 (0,08-0,58; p<0,01). Didapatkan juga penurunan jumlah hitung koloni secara absolut. Simpulan: Kotrimoksazol dan rifampisin menurunkan kolonisasi Candida rongga mulut pasien HIV dan TB pada pemakaian selama dua minggu ......Background: Cotrimoxazole and rifampicin are known as a broadspectrum antibiotics that have also antimicotic effect. However, limited data is available. This study aimed to provide data on role of these antibiotics to Candida species. Methods: A quasi experimental prospective study among HIV and tuberculosis patient in HIV and TB clinic, evaluated from Ocotber 2009 and August 2011. Each patient received two times oral rinse, before and within 2-weeks cotrimoxazole treatment for HIV and rifampicin treatment for TB. Proportion, species and number of colonization were compared. Hasil: Of 86 patients, 40 were HIV seropositive patients and 46 were TB patients. HIV-seropositive patients was 57.5% colonized with candida and 19.5% for TB patients; in majority was C.albicans (82.6% vs. 77.8%). During 2-weeks treatment, colonization was decreased to 47.5% among HIV patients received cotrimoxazole and 12.5% in TB patients received rifampicin. The proportion of colonization reduced significantly during cotrimoxazole 0.2 (95%CI 0.05-0.93; p<0.04) and rifampicin 0.21 (95%CI 0.08-0.58; p<0.01). Number of colonization was also reduced. Conclusions: Cotrimoxazole and rifampicin reduced Candida colonization in HIV and TB patients within two weeks exposure.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fullarini Stopiati Kukuh Lakutami
Abstrak :
Pendahuluan : Kerusakan paru yang luas dan riwayat pemakaian antibakteri jangka panjang merupakan faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian kolonisasi jamur. Kedua hal ini terjadi pada pasien TB paru MDR. Meningkatnya kasus TB MDR di Indonesia akan meningkatkan risiko terjadinya kolonisasi jamur di paru. Penelitian ini untuk mengetahui profil kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR. Metode : Penelitian potong lintang terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh dari TB paru MDR dari tahun 2009-2015, yang kontrol ke Poli TB MDR RSUP Persahabatan selama bulan November-Desember 2015. Dengan menggunakan teknik consecutive sampling maka ditentukan sebanyak 61 subjek yang kemudian dilakukan induksi sputum. Hasil sputum induksi kemudian dilakukan pemeriksaan sputum jamur langsung dan biakan jamur dalam media Saboraud Dextrose Agar. Hasil : Subjek berusia antara 19-76 tahun. Dari 61 pasien , kelompok usia terbanyak antara usia 35-50 tahun sebnayak 28 orang (45,9%) diikuti usia kurang dari 35 tahun 23 orang (37,7%) dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang (16,01%). Sebanyak 28 orang (45,95) IMT normal, 17 orang IMT berlebih dan 16 orang (26%) IMT kurang. Sebanyak 28 subjek (45,9%) mempunyai riwayat merokok. Spektrum kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR adalah 42 orang (68,9%) kolonisasi jamur positif dengan 29 orang (47,5) spesies C. albicans, 6 (9,8%) kombinasi C. albicans dan C. tropicalis, 2 orang (3,3%) masing-masing As flavus dan kombinasi C. albicans dan C. krusei serta masing-masing 1 orang (1,6%) spesies C. tropicalis, C. parapsilosis dan kombinasi C. albicans+C. parapsilosis. Kesimpulan: Kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR tinggi dan harus diawasi dan harus dievaluasi untuk membedakan antara kolonisasi atau penyakit serta diobati untuk meningkatkan kualitas hidup pasca pengobatan TB MDR. ...... Introduction : Extensive lung damage and long term history of using antibacterial drugs are a risk factor that increase the incidence of fungal colonization. Both of these occurred in patients with pulmonary MDR TB. The increasing cases of MDR TB in Indonesia will increase the risk of fungal colonization in the lung. This study is to determine the profile of fungal colonization in post MDR TB patients. Methods: This cross sectional study included patients who had been cured by the doctor in 2009-2015 and came to MDR Clinic from November-Desember 2015 in Persahabatan Hospital to check up. Sixty one patients were decided by consecutive sampling. From each patient, sputum induction for sputum fungal smear and fungal culture using Sabaraud Dextrose Agar. Results: The age range of patients are between 19 to 76 years old. Out of 61 patients, among those group 45,9% are between the age of 35-50 years , 37,7% below the age 35 years old and 16,4% above age 50 years old. Twenty eight patients have normal body mass index, 17 patients are overweight and 16 patients are underweight. Number of patients who have smoking history are 45,9%. The spectrum of positive fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients were 42 subjects (68.9%) consist of 29 subjects (47.5%)were Candida albicans, 6 subjects (9.8%) were combination of C. albicans and C. tropicalis, 2 subjects (3.3%) respectively were Aspergillus flavus and combinations of C. albicans and C. krusei. The others were C. tropicalis, C. parapsilosis and C. albicans + C. parapsilosis combination were 1 subject (1.6%) respectively. Conclusion: Fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients is high and should be monitored and must be evaluated to distinguish between colonization and disease and treated to improve quality of life post-treatment of MDR TB.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Selvi Nafisa Shahab
Abstrak :
Latar Belakang: Bakteri resistan multiobat (MDR) dapat dibawa oleh pasien yang baru masuk perawatan inap dan menjadi sumber penyebaran di rumah sakit hingga menyebabkan. Namun, pemeriksaan deteksi bakteri MDR pada awal perawatan belum menjadi standar. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan media cair selektif yang digunakan dalam kultur bakteri untuk mengetahui prevalensi kolonisasi bakteri MDR pada pasien saat admisi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Untuk mengembangkan media cair selektif, dilakukan uji stabilitas cakram carbapenem. Cakram carbapenem yang paling stabil digunakan untuk suplementasi media cair untuk bakteri batang Gram negatif resistan carbapenem (CR-GNB). Media cair selektif yang digunakan adalah tryptic soy broth (TSB) yang ditambahkan cakram antibiotik yang sesuai dengan bakteri resistan yang akan diperiksa. Media kemudian menjalani uji limit deteksi dan uji spesifisitas. Saat admisi rawat inap, subjek menjalani pengambilan spesimen dan pengisian kuesioner. Spesimen skrining yang digunakan adalah swab tenggorok, swab pusar, swab rektal, swab nasal, dan swab ketiak. Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil uji stabilitas, cakram imipenem adalah yang paling stabil. Media cair selektif yang digunakan untuk CR-GNB, Enterobacterales penghasil beta-lactamase spektrum luas (ESBL-PE), dan Staphylococcus aureus resistan methicillin (MRSA) adalah TSB dengan vancomycin-imipenem (limit deteksi < 1,5×10-1 CFU/mL), vancomycin-cefotaxime (limit deteksi < 1,5×10-1 CFU/mL), dan cefoxitin (limit deteksi 1,5×100 CFU/mL), berurutan. Dari 100 pasien yang diikutsertakan dalam penelitian, prevalensi kolonisasi bakteri MDR saat admisi rawat inap adalah 63%. Faktor yang berhubungan dengan kolonisasi bakteri MDR adalah riwayat penggunaan alat medis invasif dan komorbiditas, sedangkan faktor yang berhubungan dengan kolonisasi CR-GNB adalah riwayat penggunaan antibiotik. Kesimpulan: Prevalensi kolonisasi bakteri MDR pada pasien saat admisi rawat inap di RSCM tahun 2022 adalah 63% yang berhubungan dengan riwayat penggunaan alat medis invasif dan komorbiditas. ......Background: Multidrug-resistant (MDR) bacteria could be carried by newly admitted patients and become a source of spread in the hospital amd causing infections. However, the detection of MDR bacteria on admission has not been a standard. Therefore, we developed selective liquid media to culture MDR bacteria to get the prevalence of MDR bacteria colonization in patients on admission in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Method: To develop selective liquid media, we performed carbapenem disc stability testing. The most stable carbapenem disc was used to supplement the liquid media in detecting carbapenem-resistant Gram-negative bacilli (CR-GNB). Selective liquid media used for the detection was tryptic soy broth (TSB) with added antibiotics based on the target bacteria. We performed a limit detection test and specificity test on the developed media. While admitted to the hospital, we took samples from subjects and interviewed them to fill out a questionnaire. The specimens used for this study were throat swabs, navel swabs, rectal swabs, nasal swabs, and armpit swabs. Results: Based on the stability test, imipenem disc was the most stable. Selective media used for CR-GNB, extended-spectrum beta-lactamase-producing Enterobacterales (ESBL-PE), and methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) were TSB with vancomycin-imipenem (detection limit < 1,5×10-1 CFU/mL), vancomycin-cefotaxime (detection limit < 1,5×10-1 CFU/mL), dan cefoxitin (detection limit 1,5×100 CFU/mL), respectively. Of 100 patients included in the study,the prevalence of MDR bacteria colonization on admission was 63%. Factors associated with MDR bacteria colonization were the recent use of invasive medical devices and comorbidity, while a factor associated with CR-GNB colonization was the recent use of antibiotics. Conclusion: Prevalence of MDR bacteria colonization in patients on admission in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in 2022 was 63% and was associated with the recent use of invasive medical devices and comorbidity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Khaliya
Abstrak :
Pengalaman dijajah Jepang selama 35 tahun sejak 1910 hingga 1945 telah menjadi memori kelam bagi sebagian masyarakat Korea Selatan, khususnya para mantan Ilbongun Wianbu. Terkait dengan permasalahan mantan Ilbongun Wianbu, sudah dilakukan beberapa pembicaraan tingkat pemerintah yang intinya pemerintah Korea Selatan meminta Jepang untuk memberikan kompensasi yang layak bagi para mantan Ilbongun Wianbu. Namun, ketika kompensasi yang diberikan oleh pihak Jepang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Korea Selatan, maka pengalaman kelam yang dialami oleh para mantan Ilbongun Wianbu tidak hanya menjadi pembicaraan publik di tahun 1990-an, tapi juga disajikan dalam bentuk karya sastra. Melihat kenyataan ini, penulis mengangkat permasalahan penelitian dalam artikel ini tentang bagaimana pandangan masyarakat Korea Selatan sekarang terkait dengan pengalaman Ilbongun Wianbu. Penelitian ini menggunakan metode kajian budaya dengan pendekatan memori publik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi pandangan dan ingatan masyarakat Korea Selatan yang tinggal di Indonesia dan Korea Selatan, tentang Ilbongun Wianbu yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Korea Selatan mengenai masalah Ilbongun Wianbu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ilbongun Wianbu dalam memori publik di Korea Selatan telah menjadi potret masa lalu yang kelam yang membangun harapan masyarakat Korea Selatan khususnya terhadap pemerintah Korea Selatan untuk menangani kasus Ilbongun Wianbu dengan seadil-adilnya melelaui pemerintah Korea Selatan.
The experience of being colonized by Japan for 35 years from 1910 to 1945 is still a dark memory for most of the people of South Korea, especially the former Ilbongun Wianbu. Regarding the former Ilbongun Wianbu issue, several government-level talks have been held, in which the South Korean government asked Japan to provide appropriate compensation for the former Ilbongun Wianbu. However, the compilation of compensation provided by the Japanese was not as expected by South Korea, so the dark experiences experienced by former Ilbongun Wianbu not only became a public conversation in the 1990s, but also helped in the making of literary works. Seeing this reality, the author discusses the problem in this study about how South Korean people`s view is now related to the experience of Ilbongun Wianbu. This study uses a cultural studies method with a public memory approach. The purpose of this study is to reconstruct Ilbongun Wianbu through the views and memories of South Korean people who live in Indonesia and South Korea related to Ilbongun Wianbu and relate it to the South Korea government`s policy regarding Ilbongun Wianbu issue. The results of the research show that Ilbongun Wianbu in the public memory in South Korea has become a dark portrait of the past that builds hopes of the South Korean people, especially towards the South Korean government to handle the Ilbongun Wianbu issue as fairly as possible through the South Korean government.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Prayitno
Abstrak :

Pneumonia karena Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama kematian balita yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi. Penelitian ini bertujuan menilai efektivitas Pneumococcal Conjugate Vaccine-13 (PCV13) dengan imunisasi dasar 2 dosis dan 1 dosis penguat (jadwal 2 + 1).

Penelitian kohort prospektif dilakukan di tiga Kabupaten Nusa Tenggara Barat pada bulan November 2017–Juni 2019. Subjek adalah bayi usia dua bulan, dibagi menjadi kelompok PCV13 dan kontrol. Vaksinasi PCV13 dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTB pada bulan Oktober 2017. Subjek dilakukan usap nasofaring 4 kali saat berusia 2, 4, 12, dan 18 bulan, kemudian spesimen dikultur, diidentifikasi serotipe, dan diuji kepekaannya terhadap antibiotik.

Proporsi S. pneumoniae pada usia 2 bulan adalah 22,9% pada kelompok vaksin dan 19,1% pada kontrol. Evaluasi pada usia 12 bulan menunjukkan kolonisasi S. pneumoniae lebih tinggi dibandingkan usia 2 bulan pada kedua kelompok (chi square, p < 0,01). Kolonisasi S. pneumoniae serotipe vaksin PCV13 (serotipe VT) pada kelompok vaksin menurun pada usia 18 bulan diikuti kenaikan serotipe yang tidak terdapat di vaksin PCV13 (serotipe NVT). Pada kontrol serotipe VT meningkat dengan bertambahnya usia (chi square, p < 0,05). PCV13 menurunkan kolonisasi S. pneumoniae serotipe 6A/6B (serotipe dominan). Pola kepekaan terhadap antibiotik tidak berubah dengan bertambahnya usia pada kedua kelompok. Disimpulkan pemberian PCV13 dengan jadwal 2 + 1 efektif menurunkan kolonisasi S. pneumoniae serotipe VT di nasofaring.

 

Kata kunci:    kepekaan terhadap antibiotik, kolonisasi nasofaring, perubahan serotipe, pneumonia, proporsi


Pneumonia caused by Streptococcus pneumoniae is the leading cause of vaccine-preventable deaths in children under five years old. The study aims to assess the effectiveness of the Pneumococcal Conjugate Vaccine-13 (PCV13) administration with 2 primary doses and 1 booster (2 + 1 schedule).

This prospective cohort study was conducted in three districts of West Nusa Tenggara from November 2017–June 2019. The subjects were 2-month-old babies, divided into the group that was given PCV13 and the control group. PCV13 administered by West Nusa Tenggara Health Office in October 2017. Four nasopharyngeal swabs were collected at the age of 2, 4, 12, and 18 months old. S. pneumoniae was identified by culture and optochin test, then serotyping and antibiotic susceptibility test were performed by multiplex PCR and disk diffusion tools respectively.

The proportion of S. pneumoniae in 2 months old was 22.9% in the vaccine group and 19.1% in the control group. Evaluation in 12 months old showed higher colonization than in 2 months old (chi-square, p < 0.01). Colonization of vaccine-type serotypes in the vaccine group decreased at the age of 18 months followed by an increase in non-vaccine serotype. In the control group, vaccine-type increased with increased age (chi-square, p < 0.05). The PCV13 lowered the 6A/6B serotype (dominant serotype). Antibiotic susceptibility patterns did not change with increased age in both groups. In conclusion, the administration of PCV13 with a 2 + 1 schedule is effective to reduce the colonization of S. pneumoniae vaccine-type serotypes in the nasopharynx.

 

 

Keywords: antibiotic susceptibility, nasopharyngeal colonization, pneumonia, prevalence, serotype changes

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Purwandari
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian mengenai politik kolonial Francis di Indocina yang dilakukan sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sastra pada tahun 1995 ialah untuk mengetahui bagaimana politik kolonial yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Prancis di Indocina.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi yang ditunjang oleh data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan.

Penelitian mengenai politik kolonial Prancis di Indocina ini menunjukkan bahwa politik tersebut dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Prancis di Indocina, sebagai wiayah kolonialnya, untuk mendukung dan mempertahankan kolonisasi Prancis di wilayah tersebut.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S16391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumewu, Stephany Angelia
Abstrak :
Streptococcus pneumoniaemerupakan bakteri Gram positif yang bersifat patogen pada manusia dan menjadi penyebab Invasive Pneumococcal Diseases (IPD)dengan tingkat kematian yang tinggi. Streptococcus pneumoniae merupakan salah satu flora normal yang terdapat pada saluran pernafasan atas dan nasofaring anak-anak. Kolonisasi merupakan langkah pertama bakteri tersebut melakukan infeksi ke dalam tubuh inang.Kolonisasi lebih dari satu serotipe (multi serotipe/co-colonization) meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan serotipe dan multi kolonisasi bakteri S. pneumoniae dari kultur primer. Sebanyak 150 usapan nasofaring yang diperoleh dari anak-anak diseleksi dengan metode mikrobiologi dan diperoleh sebanyak 67 kultur primer yang diduga mengandung bakteri S. pneumoniae. Sebanyak 67 kultur primer tersebut kemudian diidentifikasi menggunakan pendekatan molekuler, yaitu dengan teknik Polymerase Chain Reaction. Penentuan serotipe dilakukan dengan teknik PCR multipleks. Bakteri S. pneumoniae berhasil diidentifikasi dari 57 kultur primer (38%). Serotipe bakteri S. pneumoniae yang berhasil diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu 19F (9), 6A/B (9), 19A (5), 23F (4), 15B/C (3), 7F (3), sg18 (2), 11A (2), 9V (2), 12F (1), 35F (1), 3 (1), 15A (1), 17F (1), 34 (1), 7C (1), dan 11 sampel kultur primer tidak dapat ditentukan serotipenya. Hasil tersebut juga sama dengan serotipe yang dapat ditentukan dari kultur murni. Hanya ditemukan satu dari 67 kultur primer yang mengandung lebih dari satu serotipe bakteri S. pneumoniae. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, penentuan serotipe dapat dilakukan langsung dari kultur primer tanpa menggunakan kultur murni dan metode PCR multipleks kurang sensitif dalam mendeteksi serotipe minor. ......Streptococcus pneumoniae is a Gram-positive bacteria that are pathogenic to humans and cause Invasive Penumococcal Diseases (IPD) with a high mortality rate. Streptococcus pneumoniae is one of the normal flora found on the upper respiratory tract and nasopharynx of children. Bacterial colonization is the first step to carry out infection in the host’s body. Colonization more than one serotype (multi colonization/co-colonization) increases the likelihood of infection. This study aims to determine the serotype and multiple colonization of S. pneumoniae directly from the primary culture. A total of 150 nasopharyngeal swabs were obtained from children and selected by microbiological methods thus obtained 67 suspected primary cultures of S. pneumoniae. Primary cultures from those 67 samples were identified using molecular approaches, namely Polymerase Chain Reaction technique. Serotypes determination was done by using multiplex PCR. Streptococcus pneumoniae were identified from 57 (38%) primary cultures. Serotypes that were identified in this study, namely 19F (9), 6A/B (9), 19A (5), 23F (4), 15B/C (3), 7F (3), sg18 (2), 11A (2), 9V (2), 12F (1), 35F (1), 3 (1), 15A (1), 17F (1), 34 (1), 7C (1), and 11 primary culture samples were non serotypeable. These results are also similar to that were obtained from pure culture, so serotyping with multiplex PCR can be performed directly from primary culture without the use or pure culture. We could only found one of 67 primary cultures that contains more than one serotypes of S. pneumoniae, so we conclude that multiplex PCR method are less sensitive in detecting minor serotypes.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Lianto Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Korea pada tahun 1930-an memasuki periode awal modernisasi. Pada awal era modern ini, paham-paham yang baru dan asing mengubah kehidupan sosial masyarakat Korea. Masyarakat Korea yang berada di bawah tekanan kolonialisme Jepang berusaha mencari kebahagiaan dengan segala cara. Hal ini menimbulkan sikap materialistis pada masyarakat Korea. Mereka menganggap bahwa kebahagiaan bisa didapatkan melalui materi. Kye Yongmuk sebagai sastrawan yang aktif pada tahun 1930-an menulis karya sastra yang mengandung kritik serta gambaran realita masyarakat Korea pada masa itu. Salah satu karyanya adalah Baekchi Adada. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang gadis muda bisu bernama Adada yang merasa bahwa uang justru membawa kesengsaraan bagi hidupnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui teknik analisis deskriptif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kritik sosial terhadap sikap materialistis dan dehumanis masyarakat Korea yang disampaikan melalui kisah hidup tokoh Adada, percakapan antar tokoh, simbolisme pada nama asli tokoh Adada, serta akhir cerita Baekchi Adada yang digantungkan oleh penulis Kye Yong-muk.
ABSTRACT
Korea in the 1930s entered the early period of modernization. At the beginning of this modern era, new and different understandings changed the social life of Korean society. Korean society under the pressure of Japanese colonialism seeks happiness by all means. This creates a materialistic attitude to Korean society. They assume that happiness can be obtained through matter. Kye Yong-muk as an active writer in the 1930s wrote literary works containing criticism and a picture of the reality of Korean society at that time. One of his works is Baekchi Adada. This story tells the story of a young mute girl called Adada who feels that money brings misery to her life. This research uses qualitative research method through descriptive analysis technique with literature study. The results of this study indicate the existence of social criticism of the materialistic and dehumanistic attitude of Korean society which is conveyed through the life story of Adada, conversation, symbolism in the real name of Adada, and the ending story of Baekchi Adada.
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Iva Novita Sah Bandar
Abstrak :
Latar Belakang : Masalah pada penderita infeksi HIV/AIDS umumnya dimulai pada saat terjadi penurunan hitung CD4, yaitu salah satunya infeksi oleh Candida spp. Penurunan hitung CD4 menyebabkan terjadinya kerusakan keseimbangan ekologi Candida, sehingga menimbulkan peningkatan kolonisasi, yang merupakan awal dari suatu kandidosis. Korelasi antara hitung CD4 dengan peningkatan intensitas kolonisasi Candida pada rongga orofaring penderita infeksi HIV/AIDS belum pernah diteliti sebelumnya. Tujuan : Mengetahui korelasi antara hitung CD4 dengan intensitas kolonisasi Candida pada rongga orofaring penderita infeksi HIV/AIDS, mendapatkan angka proporsi kandidosis orofaring serta mengetahui gambaran spesies Candida yang menyebabkan kandidosis orofaring pada penderita infeksi HIV/AIDS. Metodologi : Studi potong lintang dilakukan pada penderita infeksi HIV/AIDS yang datang dan dirawat di poliklinik dan bangsal perawatan Perjan RSCM, untuk dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, hitung CD4 dan pemeriksaan biakan sekaligus identifikasi spesies Candida dengan media CHROMagar®. Dilakukan pengolahan data untuk mencari proporsi kandidosis orofaring serta mengetahui gambaran spesies Candida yang menyebabkan kandidosis orofaring pada subyek serta uji korelasi sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil : Selama periode September 2004-Januari 2005 terkumpul 60 penderita infeksi H1V/AIDS yang terdiri dari 52 laki-laki (86,7%) dan delapan perempuan (13,3%), dengan kelompok usia terbanyak 20-30 tahun (51 orang, 85%). Transmisi virus HIV terbanyak ditemukan pada pengguna narkoba intavena (45 orang, 75%), diikuti hubungan seksual (11 subyek, 18,3%). Nilai tengah hitung CD4 subyek adalah 100 sel/µl, dengan rentang antara 2-842 sel/µl. Proporsi kandidosis orofaring pada penelitian ini adalah 63,3% (IK 95% = 51,1 - 75,5). Nilai tengah jumlah koloni Candida dari satu sampel kumur adalah 159,5 koloni/100µl dengan rentang 0-900 koloni/100/µl. Dan 59 isolat Candida pada penelitian ini ditemukan 74,58% diantaranya adalah C. albicans. Spesies Candida non C albicans yang ditemukan antara lain C. krusei, C. parapsilosis dan C. tropicalis. Didapatkan korelasi yang bermakna antara hitting CD4 yang rendah dengan jumlah koloni Candida yang tinggi pada rongga orofaring subyek (r = -0,756). Kesimpulan. Terdapat korelasi negatip yang cukup kuat (r = -0,756) antara hitung CD4 dengan intensitas kolonisasi Candida pada rongga orofaring penderita infeksi HIV/AIDS. Proporsi kandidosis orofaring pada penelitian ini adalah sebesar 63,3%, dengan spesies terbanyak yang ditemukan pada rongga orofaring subyek adalah C. albicans. ......Backgrounds: Problems for HIV-infected/AIDS patients usually start at the time when CD4 decreases. One of the problems is Candida spp. infection. The decreasing of CD4 count causes imbalance of Candida ecology and it increases colonization, which is the starting point of candidacies. Correlations between CD4 count and intensity of Candida colonization?s in the oropharynx of HIV-infected/AIDS patients has never been studied before. Objectives: To know the correlations between CD4 count and intensity of Candida colonization?s in the oropharynx of HIV-infected/AIDS patients, to get the proportion of oropharyngeal candidacies (OPC), and to know what kind of Candida species that causes oropharynx candidacies of HIV-infected/AIDS patients. Methods: Cross-sectional study was conducted to HIV-infected Aids patients who came as outpatients and inpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital. The patients were interviewed, physically examined, their CD4 counts were checked, and their mouth rinse samples were taken to be cultured. Candida species was identified in CHROMagar® media. Data were processed to find proportion of OPC and to know the Candida species that causes OPC in the subjects of this study. Correlation test were also performed. Results: From September 2004 until January 2005, 60 HIV-infectedlAIDS patients were included in this study. There were 52 males (86.7%) and eight females (13.3%). Majority of the patients were from 20-30 years age group (51 subjects, 85%). The most frequent transmission was among drug users (45 subjects, 75%) followed by sexual contact (11 subjects, 18.3%). The median of CD4 counts was 100 cells/µi, ranged from 2 to 842 cells/µl. Proportion of the OPC was 63.3% (Cl 95% - 51.1 - 75.5). The median of the Candida colony from mouth rinse samples was 159.5 colonies/100µl ranged from 0 to 900 colonies/100µl. From 59 Candida isolates in this study, 74.58% were C. albicans. Candida non C. albicans species that were found in this study were C krusei, C. parapsilosis and C tropicalis. There was significant correlation between low CD4 counts and high intensity of Candida colonization on the oropharynx of the subjects (r = -0.756). Conclusion: There was strong negative correlation (r = -0.756) between CD4 count and intensity of Candida colonization in the oropharynx of HIV-infected/AIDS patients. Proportion of OPC in this study was 63.3%. The most frequent species found in the oropharynx of the subjects was C. albicans.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>