Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Achmad Fadli
"Tesis ini menganalisa terkait dorongan gerakan sosial dalam mendorong negara merevisi UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 di Indonesia. Penelitian ini memberikan sebuah kontribusi bukan hanya Koalisi 18+ sebagai sebuah gerakan sosial yang memiliki aktivitas diorganisasi dalam memperjuangkan terciptanya kebijakan yang mengubah suatu situasi sosial politik yang ada. Namun juga keberpihakan Presiden Joko Widodo dan Eva Kusuma Sundari (anggota DPR RI Fraksi Partai PDIP) dalam mendorong upaya revisi batas usia perkawinan pada UU Perkawinan tersebut sebagai suatu peluang politik yang mendukung aksi dari gerakan sosial dalam hal ini Koalisi 18+. Penelitian ini menggunakan teori gerakan sosial Macionis (1999) untuk melihat entitas Koalisi 18+ sebagai sebuah gerakan sosial di Indonesia. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kepada narasumber yang menjadi kunci dari penelitian ini, serta pengumpulan data-data sekunder berupa dokumen dan laporan-laporan terkait. Hasil penelitian ini menunjukan Koalisi 18+ sebagai sebuah gerakan sosial telah berhasil mendorong upaya revisi batas usia perkawinan di Indonesia, keberhasilan ini didukung oleh peluang-peluang politik yang hadir dari Presiden Joko Widodo serta Eva Kusuma Sundari yang memiliki kekhawatiran yang sama dengan apa yang diperjuangkan oleh Koalisi 18+. Penelitian ini menunjukkan bahwa dorongan Koalisi 18+ relevan dengan teori gerakan sosial yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini, serta keberhasilan Koalisi 18+ didukung oleh peluang politik yang mendorong keberhasilan suatu gerakan sosial.
This thesis analyzes the impetus of social movements in pushing the state to revise the Marriage Law No. 1 of 1974 in Indonesia. This research provides a contribution not only to the 18+ Coalition as a social movement that has organized activities in fighting for the creation of policies that change an existing socio-political situation. However, the President Joko Widodo and Eva Kusuma Sundari (members of the Indonesian Parliament from PDIP period 2014-2019) are also taking sides in pushing for efforts to revise the age limit for marriage in the Marriage Law as a political opportunity to support the actions of social movements, in this case the 18+ Coalition. This study uses the social movement theory of Macionis (1999) to view the 18+ Coalition entity as a social movement in Indonesia. Data collection techniques were carried out by in-depth interviews with informants who were the key to this research, as well as collecting secondary data in the form of related documents and reports. The results of this study show that the 18+ Coalition as a social movement has succeeded in encouraging efforts to revise the age limit for marriage in Indonesia, this success is supported by the political opportunities presented by President Joko Widodo and Eva Kusuma Sundari who have the same concerns as what the The 18+ Coalition. This research shows that the encouragement of the 18+ Coalition is relevant to the social movement theory that forms the basis of the theory in this research, and the success of the 18+ Coalition is supported by political opportunities that drive the success of a social movement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Anisa Anggunningtyas Pramesty
"Penelitian ini membahas advokasi perlindungan hak-hak anak sebagai respon legalisasi perkawinan bagi anak perempuan dalam UU No. 1 Tahun 1974. UU tersebut mengatur batas usia perkawinan perempuan pada usia 16 tahun, yang masih dikategorikan sebagai usia anak. Angka perkawinan anak yang tinggi di Indonesia dan ketiadaan respon pemerintah merevisi kebijakan telah menggerakan masyarakat sipil mengupayakan advokasi. Kelompok masyarakat sipil yang dimaksud adalah Koalisi 18+. Penelitian ini menjawab pertanyaan tentang bagaimana peran Koalisi 18+ mengadvokasi kenaikan batas umur pernikahan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam kurun waktu 2014-2019. Pertanyaan penelitian akan dijawab menggunakan teori Aktivisme Politik oleh Pippa Norris. Menggunakan pendekatan kualitiatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur, ditemukan bahwa proses advokasi kebijakan dilakukan melalui tiga jalur yaitu, Uji Materi, pengajuan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu), dan pengajuan Revisi Undang-Undang dengan menargetkan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan. Dengan ini, Koalisi 18+ dapat dikategorikan sebagai agensi, tepatnya agensi modern. Adapun strategi yang dilakukan merupakan mixed action strategies, sementara target advokasi Koalisi 18+ dikategorikan sebagai state-oriented, karena pergerakannya ditujukan kepada tiga lembaga negara sekaligus (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Keberhasilan Koalisi 18+ ditandai dengan dikabulkannya permohonan uji materi 2017-2018 dan disahkannya UU No. 16 Tahun 2019. Beberapa faktor yang signifikan pada keberhasilan ini yaitu, peluang politik, aliansi dengan aktor di dalam pemerintahan yang pro-perubahan, dan framing isu. Meskipun begitu, keberadaan Eva Kusuma Sundari sebagai gatekeeper perubahan UU dalam pemerintahan, menjadi faktor keberhasilan utama.
This study discusses the protection of children's rights as a response to the legalization of girls marriage in Law No. 1 of 1974. The law regulates age limit for women at 16 years, which still categorized as child age. The high rate of child marriage in Indonesia and the lack of government's response to policy revisions have moved civil society to seek advocacy. The civil society group in question is Koalisi 18+. This study addresses the question of Koalisi 18+ role in advocating increase of women's legal age for marriage in Law No. 1 of 1974 on Marriage throughout 2014-2019. Research questions will be answered with the theory of Political Activism by Pippa Norris. Using a qualitative approach with in-depth data collection methods and literature studies, it was found that the policy advocacy process was carried out through three channels, Judicial Review, submission of Regulations in Lieu of Law (Perppu), and submission of Law Revisions targeted Article 7 paragraph (1) and paragraph (2) of the Marriage Law. With this, Koalisi 18+ can be categorized as an activism agency, a modern agency. The strategy adopted is a mixed action strategy, while the Koalisi 18+ targeted three state institutions at once (executive, legislative, and judicial), proofing it as state-oriented activism. The success of the 18+ Coalition marked by the granting of the 2017-2018 judicial review and the establishment of Law no. 16 of 2019. Some of the significant factors for this success are political opportunities, alliances with prochange actor in government, and issues framing. Even so, the existence of Eva Kusuma Sundari as a gatekeeper for changes to laws in the government, became the main success factor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library