Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
S Nugroho Hadisumarto
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian Rancangan Analitik dengan Studi Kros-seksional tentang Penilaian aktivitas koagulasi darah pada pender ita APTS. Penelitian dilakukan di RS Jantung Harapan Kita selama periode 1 Februari 1993 sampai dengan 1 Agustus 1993 . Didapatkan 46 penderita APTS yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 37 kasus laki-laki (80,4%) dan 9 kasus wanita (19,6%) dengan umur rata-rata 57,37 ± 11,73 tahun. Sebagai kelompok kontrol didapat 25 APS penderita yang terdiri dari 20 kasus laki-laki (80%) dan 5 kasus wanita (20%) dengan umur rata-rata 57,88 ± 7,33 tahun. Pada analisa bivariat dengan uji T tidak terdapat perbedaan yang bermakna yaitu nilai PT dan APTT pada kelompok APTS dengan APS. Sedang nilai MR pada kelompok APTS dan kontrol terdapat dibanding perbedaan yang bermakna yaitu 75,39 ± 17,54 detik 106,48 ± 23,47 detik (p<0,05), nilai MR pender ita APTS terlihat jelas memendek dimana hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas koagulasi (hiperkoagulasi). Pemendekan nilai MR didapat pada 43 kasus APTS (93,4%) dibanding 3 kasus APS (12%). Dengan uji Kai Kwadrat terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara kedua kelompok ini (p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa penderita APTS mempunyai peluang untuk memdapatkan hasil pemendekan MR 7,8 kali lebih besar dibanding penderita APS. Dari segi diagnostik adanya peningkatan aktivitas koagulasi pada penderita APTS dengan pemeriksaan MR mepunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi yaitu 93,4% dan 88X sehingga cukup baik sebagai pemeriksaan penunjang. Akhirnya dengan analisis statistik regresi logistik ganda didapatkan faktor risiko merokok mempunyai peranan bermakna terhadap peningkatan aktivitas koagulasi. Sedangkan hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes melitus pada keadaan iskemik akut tidak terlihat mempunyai peranan yang bermakna terhadap peningkatan aktivitas koagulasi.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Hestiningtyas Arini Djohansjah
Abstrak :
Latar Belakang : Kemoterapi sitostatika dilaporkan meningkatkan aktivitas koagulasi (D-dimer meningkat) dan mengubah hypercoagulable state menjadi hiperkoagulasi. Hypercoagulable state adalah suatu kondisi yang berpotensi untuk terjadinya trombosis (misal pada pasien kanker) yang ditandai dengan perubahan aktivitas koagulasi pra trombin (peningkatan fragmen protrombin 1-2 atau kompleks TAT) dengan D-dimer yang normal. Hiperkoagulasi ditandai dengan PT dan aPTT memendek sementara fibrinogen dan D-dimer meningkat. Insidens kemoterapi menimbulkan trombus pertahun sekitar 11 %. Insidens tromboemboli vena pada pasien yang dirawat inap yang mendapat kemoterapi pada populasi Thailand ttinggi, terutama pada pemberian terapi. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai insidens TEV pada pasien kanker limfoma yang menjalani kemoterapi di Indonesia. Tujuan Penelitian : Menilai aktivitas koagulasi (D-dimer) dan sistem koagulasi (PT,aPTT, fibrinogen) pada pasien limfoma non Hodgkin yang mendapatkan kemoterapi R-CHOP Metode Penelitian : Penelitian pre dan post prospektif pada pasien limfoma non Hodgkin yang menjalani kemoterapi dengan rejimen R-CHOP secara consecutive sampling di Ruang Rawat Inap Gedung A RSCM dan Ruang Rawat Inap RS Kanker Dharmais. Penelitian dilakukan pada April-Juni 2019. Pasien diambil darah dengan parameter aktivitas koagulasi (D-dimer) dan system koagulasi (PT, aPTT, fibrinogen). Analisis data untuk melihat perubahan rerata pre dan post kemoterapi dilakukan uji t berpasangan (distribusi normal) dan uji Wilcoxon (tidak terdistribusi normal). Hasil Penelitian : Sebanyak 33 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Terdapat peningkatan D-dimer secara bermakna (p : 0.046), pemendekkan PT (0.048) dan aPTT ( <0.001) secara bermakna, disertai penurunan kadar fibrinogen namun tidak signifikan secara statistika Kesimpulan : Peningkatan D dimer secara bermakna, disertai pemendekkan PT dan aPTT secara bermakna, sedangkan fibrinogen mengalami penurunan walaupun tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan kecenderungan pasien mengalami status hiperkoagulasi
Background : Cytostatic chemotherapy is reported to increase coagulation activity (increased D-dimer) and change the hypercoagulable state into hypercoagulation. Hypercoagulable state is a condition that has the potential for thrombosis (for example in cancer patients) characterized by changes in prethrombin coagulation activity (increase in prothrombin fragments 1-2 or TAT complex) with normal D-dimers. Hypercoagulation is characterized by PT and aPTT shortening while fibrinogen and D-dimer are increasing. The incidence of chemotherapy causes thrombus annually about 11%. The incidence of venous thromboembolism in hospitalized patients receiving chemotherapy in the high Thai population, especially in the administration of therapy. To date there have been no reports of TEV incidence in lymphoma cancer patients undergoing chemotherapy in Indonesia. Objectives : Assess the activity of coagulation (D-dimers) and coagulation systems (PT, aPTT, fibrinogen) in non-Hodgkins lymphoma patients receiving R-CHOP chemotherapy Methods : Pre and post prospective studies in non-Hodgkins lymphoma patients undergoing chemotherapy with the R-CHOP regimen by consecutive sampling in the Inpatient Room of Building A RSCM and the Inpatient Room of Dharmais Cancer Hospital. The study was conducted in April- June 2019. Patients were taken blood with parameters of coagulation activity (Ddimer) and coagulation system (PT, aPTT, fibrinogen). Data analysis to see changes in mean pre and post chemotherapy was performed paired t test (normal distribution) and Wilcoxon test (not normally distributed). Results: A total of 33 patients were included in this study. There was a significant increase in D-dimer (p: 0.046), PT shortening (0.048) and aPTT (<0.001) significantly, accompanied by a decrease in fibrinogen levels but not statistically significant Conclusion : D significantly increased dimer, accompanied by significant shortening of PT and aPTT, whereas fibrinogen decreased even though it was not statistically significant. This shows the tendency of patients to experience hypercoagulable state
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Adhyanisitha
Abstrak :
Latar belakang: Koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan komplikasi dari sepsis yang ditandai oleh perdarahan dan trombosis mikrovaskular dan berkaitan erat dengan terjadinya disfungsi organ multipel. KID terjadi akibat ketidakseimbangan antara sistem koagulasi dengan sistem fibrinolisis. Plasminogen activator inhibitor type 1 (PAI-1) merupakan protein fase akut yang berperan penting penekanan sistem fibrinolisis. Peningkatan PAI-1 pada sepsis diketahui memiliki korelasi dengan luaran yang buruk. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar PAI-1 dengan kejadian KID dan kematian pada pasien sepsis anak. Metode: Penelitian analitik prospektif dilakukan pada 35 subjek sepsis yang dirawat di PICU, Instalasi Gawat Darurat serta Ruang perawatan anak RS Cipto Mangunkusumo antara bulan Januari-April 2015. Pengukuran kadar PAI-1 dilakukan pada hari pertama dan keempat sejak sepsis ditegakkan. Pemeriksaan profil koagulasi sistemik dilakukan pada hari keempat sepsis. Diagnosis KID overt menggunakan skor KID berdasarkan International Society of Thrombosis and Haemostasis. Subjek diikuti sampai hari ke 28 perawatan untuk menilai luaran kematian. Hasil: Kadar PAI-1 lebih tinggi secara bermakna pada sepsis berat. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar PAI-1 hari keempat dengan hari pertama pada KID non overt (95,25 (SB 46,57) ng/mL vs 60,36 (SB 37,31) ng/mL, p=<0,001) dan subjek hidup (82,47 (SB 44,43) ng/mL vs 58,39 (SB 32,98) ng/mL, p=0,021). Terdapat perbedaan kadar PAI-1 hari keempat dengan hari pertama pada subjek KID overt (111,25 (SB 32,93) ng/mL vs 96,26 (SB 52,84) ng/mL) dan subjek meninggal (99,33 (SB 47,53) ng/mL vs 128,58 (SB 37,12) ng/mL), namun tidak bermakna secara statistik. Korelasi kadar PAI-1 dengan skor KID adalah r = 0,606 (p = <0,001). Simpulan: Kadar PAI-1 mengalami penurunan yang bermakna pada hari keempat sepsis dibanding hari pertama pada subjek yang mengalami KID non-overt dan subjek yang bertahan hidup. Sedangkan pada subjek yang mengalami KID overt dan subjek yang meninggal, kadar PAI-1 hari keempat sepsis tetap tinggi. Terdapat korelasi kuat berbanding lurus antara kadar PAI-1 dengan skor KID.
Background: Sepsis-induced disseminated intravascular coagulation (DIC) is characterized by massive bleeding and microvascular thrombosis and it is closely related to the development of multiple organ dysfunctions. The imbalance between activation of coagulation system and inhibition of the fibrinolysis system in sepsis leads to the development of DIC. The acute-phase protein, plasminogen activator inhibitor type 1 (PAI-1) is a key element in the inhibition of fibrinolysis. Elevated levels of PAI-1 have been related to worse outcome in sepsis. Objective: To investigate the relationship between plasma PAI-1 level and clinical outcome in children with sepsis. Methods: A total of 35 children with sepsis admitted to Cipto Mangunkusumo hospital between January and April 2015 were enrolled to this analitic prospective study. Plasma PAI-1 was measured on day 1 and 4 since sepsis was diagnosed. Systemic coagulation profile was measured on day 4. The Diagnosis of overt DIC was made using the International Society of Thrombosis and Haemostasis scoring system. Subjects were followed up until death or 28 days of care. Results: PAI-1 levels were significantly higher in severe sepsis. There were significant difference between PAI-1 levels on day 4 compared to day 1 in non- overt DIC subjects (95.25 (SB 46.57) ng/mL vs 60.36 (SB 37.31) ng/mL, p=<0.001) and survivors (82.47 (SB 44.43) ng/mL vs 58.39 (SB 32.98) ng/mL, p=0.021). There were no significant difference between PAI-1 levels on day 4 compared to day 1 in overt DIC subjects (111.25 (SB 32.93) ng/mL vs 96.26 (SB 52.84) ng/mL) and nonsurvivors (99.33 (SB 47.53) ng/mL vs 128.58 (SB 37.12) ng/mL). The correlation observed between PAI-1 and DIC score was r=0.606 (p= < 0.001). Conclusions: There were significant decrease of PAI-1 levels on day 4 compared to day 1 in non-overt DIC subjects and survivors. Meanwhile, in overt DIC subjects and nonsurvivors there were no differences. PAI-1 levels were positively correlated with DIC score.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arles
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian secara before and after terhadap pasien HD kronik antara bulan Mei 1997 - Juli 1997 di Subbagian Ginjal Hipertensi, SMF llmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sistem koagulasi akibat hemodialisis. Setelah melalui proses eksklusi terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sistem koagulasi, diteliti 30 subyek yang terdiri dari 20 laki-laki (66,6%) dan 10 perempuan (33,3%). Umur termuda 13 tahun dan tertua 71 tahun dengan rerata 45,5; 13,5 tahun. ......A before and after study has been conducted on chronic HD patients between May 1997 - July 1997 in the Hypertension Kidney Subdivision, SMF llmu Internal Medicine FKUI / Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital. This study aims to determine the changes in the coagulation system as a result of hemodialysis. After going through the process of exclusion of factors that can affect the coagulation system, 30 subjects consisting of 20 male (66.6%) and 10 female (33.3%). The youngest age is 13 years old and the oldest is 71 years old with an average of 45.5; 13.5 years.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarpramita Darmaputri
Abstrak :
Latar belakang. Coronavirus disease-2019 (COVID-19) memiliki spektrum penyakit yang sangat luas dari gejala ringan sampai berat, hingga kematian. Reaksi inflamasi berat akibat dari COVID-19 ini menimbulkan gangguan hemostasis yang disebut dengan COVID-19 associated coagulopathy. Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil koagulasi pada pasien dalam pemantauan (PDP) ataupun terkonfirmasi COVID-19 serta hubungannya terhadap mortalitas 30-hari pasien. Metode. Studi ini merupakan studi kohort retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama Maret 2020 hingga Juni 2020. Sebanyak 106 subjek yang sesuai kriteria inklusi dianalisis dari data rekam medis. Dilakukan pengambilan data berupa data demografik, klinis atau hemodinamik pasien, profil koagulasi saat subjek ditentukan sebagai PDP atau terkonfirmasi COVID-19, pemberian terapi tromboprofilaksis heparin, dan status mortalitas 30 hari setelah admisi. Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package of Social Science (SPSS) versi 24.0. Profil koagulasi subjek penyintas 30 hari dibandingkan dengan subjek yang mengalami mortalitas. Variabel profil koagulasi yang bermakna kemudian dianalisis dengan analisis bivariat dan regresi logistik multivariat. Hasil. Pada kelompok yang mengalami mortalitas 30-hari ditemukan adanya peningkatan jumlah leukosit (p: 0,022), penurunan kadar trombosit (p: 0,016), dan waktu protrombin (PT) dan waktu activated partial thromboplastin time (APTT) yang lebih panjang (p: 0,002 dan p: 0,018) dibandingkan pada kelompok penyintas 30-hari. Tidak ditemukan perbedaan fibrinogen dan d-Dimer yang bermakna secara statistik. PT merupakan suatu profil koagulasi tunggal yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30-hari dengan odds ratio (95% CI) sebesar 1,407 (1,072 – 1,846), nilai p: 0,014. Simpulan. Terdapat hubungan antara faktor koagulasi pasien COVID-19 dengan mortalitas 30 hari di RSCM, khususnya PT yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas 30-hari. .......Background. Coronavirus disease-2019 (COVID-19) has a very broad spectrum of disease from mild to severe symptoms, to death. The severe inflammatory reaction as a result of COVID-19 infection causes a hemostasis disorder called COVID-19 associated coagulopathy. This study aims to assess the coagulation profile of patients under monitoring (PDP) or confirmed COVID-19 and its relationship with 30-day mortality. Method. This retrospective cohort study was conducted at RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) from March 2020 to June 2020. A total of 106 subjects who met the inclusion criteria were analyzed from medical record data. Data were collected in the form of patient demographic, clinical or hemodynamic data, coagulation profile when the subject was determined as PDP or confirmed as COVID-19, administration of heparin thromboprophylaxis therapy, and mortality status 30 days after admission. Statistical calculations were performed using the Statistical Package of Social Science (SPSS) version 24.0. We compared the coagulation profiles of the survivor group in contrast to the non-survivor group. Significant coagulation profile variables were analyzed using bivariate analysis and multivariate logistic regression. Results. There was elevated number of leukocytes (p: 0.022), reduced platelet levels (p: 0.016), and longer prothrombin time (PT) as well as activated partial thromboplastin time (APTT) (p: 0.002 and p: 0.018, consecutively) in non-survivor group. There were no statistical differences in fibrinogen and d-Dimer levels in both groups. Additionally, PT is a single coagulation profile which predicted 30-day mortality with an odds ratio (95% CI) of 1.407 (1.072 - 1.846), and p value: 0.014. Conclusion. This present study shows abnormal coagulation results are associated with 30-day mortality in COVID-19 patients at RSCM. Prolonged PT was an independent predictor for 30-day mortality in COVID-19 patients
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tita Tri Yolandini
Abstrak :

Industri batik menghasilkan limbah cair dalam volume besar yang saat ini proses pengolahannya masih sangat buruk. Pada penelitian ini dilakukan upaya pengolahan limbah cair batik dengan metode koagulasi-flokulasi, ozonasi tunggal, dan kombinasi ozonasi sebelum koagulasi-flokulasi (pra-ozonasi) dan ozonasi setelah koagulasi-flokulasi (post-ozonasi). Pada keempat metode dioptimasi pada beberapa parameter yaitu pH awal, dosis koagulan, dan waktu bubbling ozon untuk memperoleh degradasi maksimum limbah cair batik. Koagulan yang digunakan adalah koagulan PAC yang memiliki rentang pH kerja yang lebih luas dibanding koagulan lain. Pada proses koagulasi-flokulasi tunggal dengan pH 4 dan dosis koagulan 300 ppm diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 84,55%, 99,24%, dan 98,50%. Pada proses ozonasi tunggal dengan pH 4 dan waktu bubbling 4 menit diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 9,52%, 6,78%, dan 0,15%. Pada kombinasi ozonasi sebelum koagulasi-flokulasi dengan pH 4, dosis koagulan 200 ppm dan waktu bubbling ozon 4 menit diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 83,41%, 98,77%, dan 98,01%. Pada kombinasi ozonasi setelah koagulasi-flokulasi dengan pH 4, dosis koagulan 300 ppm dan waktu bubbling ozon 4 menit diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 83,36%, 99,31%, dan 99,23%.


Batik industry produces large volumes of liquid waste, which is still has very poor treatment nowadays. In this research efforts were made to treat batik wastewater using the coagulation-flocculation, single ozonation, and combination of ozonation before coagulation-flocculation (pre-ozonation) and ozonation after coagulation-flocculation methods (post-ozonation). The methods were optimized for some parameters: initial pH, coagulant dose, and ozone bubbling time to obtain maximum degradation of batik waste water. The coagulant used in this research is PAC coagulant which has wider pH range than other coagulants. In a single coagulation-flocculation process with a pH 4 and 300 ppm PAC, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 84.55%, 99.24%, and 98.50%, respectively. In a single ozonation process with pH 4 and 4 minutes of bubbling time, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 9.52%, 6.78%, and 0.15%, respectively. In the combination of ozonation before coagulation-flocculation with pH 4, 200 ppm PAC and 4 minutes of ozone bubbling time, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 83.41%, 98.77%, and 98.01%. In the combination of ozonation after coagulation-flocculation with pH 4, 300 ppm PAC and 4 minutes of ozone bubbling time, the removal of COD, TSS, and color (Pt-Co) obtained were 83.36%, 99.31%, and 99.23%.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditha Oktariany
Abstrak :
Limbah cair tahu merupakan salah satu sumber pencemaran air yang masih membutuhkan metode pengolahan yang lebih efektif. Dalam penelitian ini, digunakan teknologi ultrafiltrasi membran polisulfon dan pretreatment berupa proses koagulasi-flokulasi dengan koagulan PAC. Pada proses koagulasi - flokulasi dilakukan variasi dosis sebesar 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Sedangkan pada proses ultrafiltrasi, dilakukan variasi tekanan umpan sebesar 0,5 bar, 1 bar, 1,5 bar dan 2 bar. Umpan limbah cair tahu memiliki pH antara 3,8-4, total padatan terlarut TDS antara 850-880 mg/L, total padatan tersuspensi TSS 380-420 mg/L, turbiditas antara 450-530 FAU, dan kandungan zat organik COD antara 5600-6600 mg/L dan BOD 2900 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi koagulasi optimum dicapai ketika dosis PAC 300 ppm dengan penyisihan TSS sebesar 45,7, penyisihan turbiditas 44,8 dan penyisihan COD 26,5, sedangkan tekanan optimum pada ultrafiltrasi dicapai ketika 1,5 bar dengan penyisihan COD 75,5, penyisihan TSS 99,7, penyisihan TDS 41,7 dan penyisihan turbidity 97,7, sedangkan parameter BOD pada kondisi operasi optimum menunjukkan penyisihan hingga 99,6.
Wastewater from tofu industry is one of water pollution sources that still require more effective treatment. This study aim to treat wastewater from tofu industry through a combination of coagulation flocculation and ultrafiltration processes. Coagulation flocculation is conducted prior to ultrafiltration process to minimize the effect of fouling on membrane and to improve the performance of ultrafiltration process. Poly aluminum chloride PAC was used as coagulant with doses of 100, 200, 300, 400 and 500 ppm. The wastewater feed has pH, total dissolved solid TDS, total suspended solids TSS, turbidity and chemical oxygen demand in the ranges of 3.8-4, 850-880 mg L, 380-420 mg L, 450-530 FAU and 5600-6600 mg L, respectively. Experimental results showed that the effectiveness of coagulation increased with the addition of coagulant dose until the optimum dose is reached. After coagulation flocculation process, COD, TSS, and turbidity decreased, whereas TDS increased. The optimum dose of the coagulation flocculation process was then used for a combination of coagulation flocculation and ultrafiltration processes. The results shows that optimum coagulation condition was achieved at 300 ppm of PAC dosage and yields 45.7 of TSS penyisihan, 44.8 of turbidity penyisihan and 26.5 of COD penyisihan, while the optimum pressure of ultrafiltration was achieved at 1.5 bar and yields penyisihan of COD by 75.5, penyisihan of TSS by 99.7, penyisihan of TDS by 41.7 and penyisihan of turbidity by 97.7, as for the BOD parameter yields 99.6 penyisihan by doing the ultrafiltration process twice.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Santoso
Abstrak :
Analisis gelombang bekuan dapat mengevaluasi profil reaksi pembentukan bekuan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis gelombang bekuan ini didapatkan dari pemeriksaan masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) tanpa menambah biaya pemeriksaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola gelombang bekuan dan mengetahui nilai max velocity (Min1), max acceleration (Min2), dan max deceleration (Max2) pada pasien hemostasis normal dan hemofilia; serta mengetahui korelasi antara parameter tersebut dengan aktivitas F.VIII/F.IX. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang menggunakan 160 sampel pasien hemostasis normal dan 145 sampel pasien hemofilia di Laboratorium Pusat Departemen Patologi Klinik RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung pada bulan Agustus-Desember 2019. Pada penelitian ini didapatkan titik awal koagulasi pada pasien normal adalah ±30-40 detik dengan fase prekoagulasi pendek dan slope yang lebih curam. Pada pasien hemofilia didapatkan fase prekoagulasi yang lebih panjang dan slope yang lebih landai dengan titik awal koagulasi yang lebih panjang dan bervariasi. Nilai median Min1, Min2, dan Max2 dewasa hemostasis normal didapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan pasien anak. Nilai Min1, Min2, dan Max2 pada pasien hemofilia A dan B juga didapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan pasien hemostasis normal dan didapatkan perbedaan yang bermakna antara parameter Min1, Min2, dan Max2 pada pasien hemostasis normal dengan pasien hemofilia. Korelasi antara parameter Min1, Min2, dan Max2 dengan aktivitas F.VIII didapatkan korelasi sedang (p<0,001), dan Analisis gelombang bekuan dapat bermanfaat untuk skrining pasien hemofilia di fasilitas kesehatan yang memiliki keterbatasan pemeriksan F.VIII dan memberikan gambaran yang lebih lanjut terhadap pasien hemofilia A berat yang memiliki aktivitas F.VIII <1% dan pasien hemofilia A yang dengan atau tanpa inhibitor.
Clot waveform analysis can be used to evaluate clot formation profile both qualitatively and quantitatively. This waveform may be obtained from activated partial thrombolpastin time (APTT) assay without additional cost. This study aims to determine the clot wave pattern as well as the value of max velocity (Min1), max acceleration (Min2), and max deceleration (Max2) in patients with normal hemostasis and hemophilia; and to determine the correlation between these parameters with F.VIII/F.IX activities. The study was conducted with a cross-sectional design using 160 samples of normal hemostasis patients and 145 samples of hemophilia patients in the Central Laboratory of the Department of Clinical Pathology of Dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital which takes place in August-December 2019. In this study, the starting point of coagulation in normal patients is ± 30-40 seconds with shorter precocagulation phase and steeper slope. In hemophilia patients, longer precoagulation phase and flatter slope was seen with longer and more variable starting point for coagulation. The min1, min2, and max2 value of adult with normal hemostasis are higher than that of children. The min1, min2 and max2 value of hemophilia A and B are also lower than the patients with normal hemostasis. There is a significant difference between min1, min2, and max2 parameters of patients with normal hemostasis and hemophilia patients. Moderate correlation was found between Min1, Min2, and Max2 parameters with F.VIII activity (p <0.001). Clot wave analysis is a very useful tool for screening hemophilia patients in health facilities with limited F.VIII examination and may provides much detailed information of severe hemophilia A patients who have F.VIII activity <1% as well as hemophilia A patients with or without inhibitors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Angie
Abstrak :
Pengolahan limbah air merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh Indonesia, terutama dengan meningkatnya aktivitas industri dan urbanisasi. Limbah air yang tidak diolah dengan baik dapat mengandung polutan berbahaya yang merusak ekosistem dan mengancam kesehatan manusia. Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi masalah pengolahan air adalah metode hybrid ozonation-coagulation. Metode ini dapat mengatasi keterbatasan koagulan dalam mengendapkan senyawa hidrofilik, mengurangi jumlah lumpur yang dihasilkan dan meningkatkan jumlah radikal hidroksil yang terbentuk oleh ozon. Pada penelitian ini, sampel air limbah berasal dari Danau Kenanga Universitas Indonesia sebagai salah sumber daya air yang tersedia. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja penyisihan metode hybrid ozonation coagulation dengan variasi pH dan dosis koagulan terhadap kadar logam besi, kadar logam mangan, kekeruhan, dan total koliform. Variasi pH awal sampel limbah adalah pH 6, 7, dan 8 sedangkan dosis koagulan yang digunakan adalah 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Pada metode hybrid ozonation coagulation dengan variasi terbaik yaitu pH 8 dan dosis koagulan 100 ppm, persentase penyisihan kadar logam besi, kadar logam mangan, kekeruhan, dan total koliform secara berurutan adalah 100%, 11%, 99%, dan 100%. ......Wastewater treatment is a major challenge faced by Indonesia, especially with increasing industrial activities and urbanization. Wastewater that is not treated properly can contain harmful pollutants that damage ecosystems and threaten human health. One of the effective methods to overcome water treatment problems is  the hybrid ozonation-coagulation method. This method can overcome the limitations of coagulants in precipitating hydrophilic compounds, reduce the amount of sludge produced and increase the number of hydroxyl radicals formed by ozone. In this study, wastewater samples came from Lake Kenanga of the University of Indonesia as one of the available water resources. This study was conducted to evaluate the performance of the hybrid ozonation coagulation  method with variations in pH and coagulant dosage on ferrous metal content, manganese metal content, turbidity, and total coliform. The initial pH variation of the waste sample was pH 6, 7, and 8 while the coagulant doses used were 100 ppm, 200 ppm, and 300 ppm. In the hybrid ozonation coagulation method  with the best variation, namely pH 8 and coagulant dose of 100 ppm, the percentage of allowance for ferrous metal content, manganese metal content, turbidity, and total coliform were 100%, 11%, 99%, and 100%, respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Exa Saputra
Abstrak :
ABSTRAK Limbah cair yang dihasilkan oleh industri batik masih mengandung zat warna serta bahan pencemar lain dalam konsentrasi yang sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan kualitas ekosistem perairan jika langsung dibuang tanpa pengolahan. Oleh karena itu, pada penelitian ini, limbah cair batik diolah dengan menggunakan teknik kavitasi hidrodinamika, ozonasi, dan kombinasi keduanya. Oleh karena kandungan bahan pencemar pada limbah cair batik sangat tinggi, maka untuk meningkatkan efektivitas proses pengolahan limbah dilakukan pralakuan dengan menggunakan teknik koagulasi-flokulasi berbasiskan penggunaan koagulan PAC. Setelahnya proses pengolahan limbah utama dilakukan dengan melakukan variasi laju alir sirkulasi limbah pada 2 L/menit, 4 L/menit, dan 6 L/menit. Parameter pH awal limbah juga divariasikan menjadi 4, 7, dan 10 sebagai representasi kondisi asam, netral, dan basa. Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu pada aplikasi teknik kombinasi kavitasi hidrodinamika dan ozonasi yang memberikan persentase penyisihan kadar TSS, COD, warna (Pt-Co), dan TOC sebesar 95,19%; 78,85%; 96,42%; dan 60,56% selama 60 menit.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>