Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Maulina
Abstrak :
ABSTRAK
Mangiferin merupakan salah satu senyawa derivat xanton yaitu C-glikosilxanton yang berpotensi dikembangkan menjadi agen pengkelat besi namun bioavailabilitas pada pemberian secara oral sangat rendah dan kelarutannya kurang baik. Preparasi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat diharapkan dapat meningkatkan bioavailabilitas mangiferin karena dengan memperkecil ukuran mangiferin akan memperbesar luas permukaan dan meningkatkan interaksi dengan pelarut sehingga kelarutan akan meningkat. Nanopartikel juga dapat menghantarkan senyawa obat dengan baik sampai ke unit-unit kecil dalam tubuh, meningkatkan distribusi, serta obat tepat target, sehingga meningkatkan efek terapetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai parameter farmakokinetik nanopartikel kitosan-alginat mangiferin yang diberikan secara oral pada tikus. Penelitian dilakukan pada tikus jantan Sprague-Dawley yang diberi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin sebesar 50 mg/kgBB secara oral. Darah diambil dari vena ekor pada 0; ½; 1; 2; 3; 4; 4½; 5; 5½ dan 6 jam setelah pemberian oral. Hati dan jantung diambil pada jam ke 4 dan 6 setelah pemberian oral. Analisis kadar mangiferin pada plasma, hati dan jantung menggunakan HPLC. Parameter farmakokinetik telah dihitung. Konsentrasi maksimum nanopartikel kitosan-alginat mangiferin dalam plasma mencapai 634,65 ± 10,37 ng/mL dengan Tmax 4 jam setelah pemberian oral dan waktu paruh eliminasi (t1/2) adalah 6,45 ± 0,15 jam. Konsentrasi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin di jantung dan di hati pada jam keempat dan keenam setelah pemberian oral berturut-turut adalah 753,16 ± 93,48 ng/mL, 1976,55 ± 40,06 ng/mL, 1998,81 ± 72,25 ng/mL, dan 3562,81 ± 189,28 ng/mL. Peningkatan kadar mangiferin pada kelompok nanopartikel kitosan-alginat mangiferin di plasma, jantung dan hati menunjukkan bentuk nanopartikel kitosan-alginat mangiferin memiliki absopsi yang lebih baik dibanding kelompok mangiferin. Preparasi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin dapat mempengaruhi profil farmakokinetik mangiferin pada plasma dan distribusinya pada hati dan jantung tikus.
ABSTRACT
Mangiferin is one of the xanthone derivative compounds, namely C-glicosylxanthones which has the potential to be developed into an iron chelating agent but the bioavailability of oral administration is very low, and its have poor solubility. The preparation of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles are expected to increase the bioavailability of mangiferin because by reducing particle size it will increase the surface area and increase interaction with the solvent so that solubility will increase. Nanoparticles can also deliver medicinal compounds well to small units in the body, increase distribution, and target drugs, thereby increasing therapeutic effects. The purpose of this study was to determine the various pharmacokinetic parameters of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles given orally in rats. The study was conducted on Sprague-Dawley male rats were given 50 mg/ kgBW of chitosan-alginate mangiferin orally. Blood samples were taken from the tail vein at 0; ½; 1; 2; 3; 4; 4½; 5; 5½ and 6 hours after oral administration. Heart and liver organs are taken at the fourth and sixth hour after oral administration. Analysis of mangiferin levels in plasma, liver, and heart using HPLC. The pharmacokinetics parameters were calculated. The maximum concentration of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles in plasma reached 634.65 ± 10.37 ng/mL with Tmax 4 hours after oral administration, and the apparent elimination half-life (t1/2) was 6,45 ± 0,15 hours. Concentrations in the heart and liver in the fourth and sixth hours after oral administration were 753,16 ± 93,48 ng/mL, 1976,55 ± 40,06 ng/mL, 1998,81 ± 72,25 ng/mL, and 3562,81 ± 189,28 ng/mL. Increased concentrations of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles in plasma, heart, and liver showed that chitosan-alginate mangiferin nanoparticles had good absorption. Preparation of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles can affect the pharmacokinetic profile of mangiferin in plasma and its distribution to the liver and heart of rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Suryo Wijaya
Abstrak :
Latar belakang: Tubuh kita hanya dapat mengekskresi zat besi secara terbatas sehingga apabila seseorang mengalami peningkatan zat besi, zat besi bebas akan menumpuk di jaringan dan menyebabkan kondisi iron overload dan memicu produksi ROS, yang dapat memicu disfungsi organ, salah satunya ginjal. Saat ini telah terdapat tiga macam agen kelasi besi untuk mengatasi iron overload. Namun, ketiga agen kelasi tersebut mahal dan memiliki berbagai efek samping. Berdasarkan penelitian yang sudah ada, mangiferin merupakan senyawa yang dapat mengkelasi besi, mengikat radikal superoksida (yang didismutasi oleh enzim superoxide dismutase), dan memiliki efek samping yang sedikit. Namun, mangiferin memiliki bioavailabilitas yang rendah. Saat ini dikembangkan beberapa teknologi untuk meningkatkan bioavailabilitas obat, salah satunya adalah dengan menggunakan nanopartikel kitosan-alginat sebagai nanocarrier. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosanalginat terhadap aktivitas SOD pada ginjal tikus yang diberi besi berlebih. Metode: Penelitian menggunakan organ ginjal tikus Sprague-Dawley dari penelitian sebelumnya yang terbagi menjadi lima kelompok uji: Kelompok N, IO, IO+M50, IO+MN50, dan IO+MN25. Homogenat sampel direaksikan dengan menggunakan InvitrogenTM SOD Colorimetric Activity Kit. Data diperoleh dengan membaca absorbansi dari hasil reaksi melalui metode spektrofotometri yang hasilnya kemudian dibagi dengan protein jaringan. Hasil: Kadar SOD ginjal tikus pada kelompok IO+MN25 memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan kelompok IO dan serupa dengan kelompok IO+M50 (p>0,05) Simpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak berpengaruh terhadap aktivitas SOD pada ginjal tikus yang diberi besi berlebih. ......Background: Our body can only excrete a limited amount of iron. Therefore, if iron amount in-body exceeds the excretion limit, non-transferrin-bound iron will increase and piles up in body tissues causing iron overload which triggers ROS production, which later induce organ dysfunctions, e.g. kidney dysfunction. Currently, there are three types of iron chelators to treat iron overload. But, those iron chelators are expensive and cause many adverse effects. Researchers find out that mangiferin is able to chelate iron, scavenge radical superoxides (which is dismutated by superoxide dismutase), and has less adverse effects. However, mangiferin has a low oral bioavailability. Many technologies are being developed to increase oral bioavailability of a medicine, one of them is by using chitosanalginate nanoparticles as nanocarriers. Objective: The aim of this research is to analyze the effect of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles treatment towards kidney superoxide dismutase (SOD) activity of iron-induced rats. Methods: This research uses kidneys of iron-induced Sprague-Dawley rats from the last experiment which were grouped into five groups: N, IO, IO+M50, IO+MN50, IO+MN25. Sample homogenates are reacted with InvitrogenTM Superoxide Dismutase (SOD) Colorimetric Activity Kit. The data is collected by reading the absorbance of reaction results with spectrophotometry and dividing the spectrophotometry data by total tissue protein. Results: Kidney SOD activity level in IO+MN25 group tends to be higher than IO group and similar to IO+M50 group (p>0,05). Conclusion: The treatment of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles does not affect kidney superoxide dismutase (SOD) activity of ironinduced rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Margi Astuty
Abstrak :
Senyawa fenolik yang terkandung dalam ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) memiliki sifat antibakteri yang dapat menahan pertumbuhan bakteri . Isolasi senyawa fenolik dilakukan dengan pelarut etanol. Sebelumnya telah dilakukan penelitian dengan penggunaan ekstrak jahe sabagai pengawet susu pasteurisasi. Dari penelitian tersebut, didapatkan bahwa penggunaan ekstrak jahe mampu menahan pertumbuhan bakteri pada susu pasteurisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe sebagai pengawet susu segar. Variasi yang dilakukan adalah bentuk sediaan ekstrak jahe yaitu, irisan jahe, sari rimpang jahe, oleoresin, dan mikropartikel kitosan alginat yang dimuati ekstrak jahe. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah kandungan total fenol, efisiensi enkapsulasi mikropartikel, loading, jumlah bakteri, serta organoleptis pada susu segar. Kandungan total fenol tertinggi yaitu 513.23 mg GAE/g pada oleoresin. Sementara untuk matriks alginat-oleoresin sebesar 499.68 mg GAE/g, mikropartikel kitosan?oleoresin dan mikropartikel kitosan oleoresin tersalut alginat sebesar 39.09 mg GAE/g, sari rimpang jahe 2.13 mg GAE/g, dan terendah pada irirsan jahe sebesar 0.214 mg GAE/g. Efisiensi enkapsulasi mikropartikel kitosan-oleoresin, kitosan-oleoresin tersalut alginat dan alginat-oleoresin masing-masing sebesar 76.16%, 76.16% dan 97.36%. Persentase efisiensi enkapsulasi berbanding lurus dengan nilai loading pada mikropartikel, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah bakteri antar sediaan. Selain itu sediaan dalam bentuk mikropartikel tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap warna, aroma, dan rasa dari susu segar. Sehingga sediaan dengan bentuk mikropartikel kitosan alginat dapat digunakan sebagai bentuk sediaan pengawet susu segar. ...... Phenolic compounds contained in extracts of Red ginger Rhizome (Zingiber officinale var. Rubrum) has antibacterial properties which can hold the growth of bacteria. Isolation of phenolic compound was done with ethanol as solvent. Previous research have been used ginger extract for pasteurized milk preservatives. From these research, it was found that the use of ginger extract able to hold the growth of bacteria in pasteurized milk.. This research aims to know the influence of the addition of ginger extract as a preservative fresh milk. Variation is done by preparation of ginger extract become sliced ginger, extract ginger, oleoresin, and chitosan alginate microparticle loaded with extract from ginger. The results obtained in this research is the content of total phenols, microparticles, encapsulation efficiency of loading, the number of bacteria, as well as organoleptis on fresh milk. The higest of content of total phenols is 513,23 mg GAE/g on oleoresin. Second is an alginat-oleoresin matrix of 499,68 mg GAE/g, and then microparticles chitosan ? oleoresin and microparticles chitosanoleoresin coating alginat of 39,089 mg GAE/g, ginger rhizome extract with 2,13 mg GAE/g, and the lowest at slice of ginger amounted to 0,214 mg GAE/g. Encapsulation efficiency of microparticles chitosan-oleoresin, microparticles chitosan-oleoresin coating alginate and matrix alginate-oeloresin each of 76,16%, 76,16% and 97,36%. Percentage of efficiency encapsulation is directly proportional to the value of loading on microparticles, but has no effect against a significant number of bacteria between preparations. In addition preparations in the form of microparticles have no significant influence against the color, aroma, and flavor of fresh milk. So the preparations with a alginat Chitosan microparticles form can be used as a form of preservative material of fresh milk.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel Alexander Eduard George
Abstrak :

Latar belakang: Kondisi besi berlebih dalam tubuh dapat terjadi karena besi yang masuk mengalami peningkatan atau salah satu komponen ekskresi besi mengalami gangguan. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien talasemia, terutama yang mendapat transfusi darah secara rutin. Transfusi darah rutin dapat menyebabkan kondisi kelebihan besi dan akumulasi besi pada berbagai organ, termasuk limpa. Oleh karena itu, pasien membutuhkan obat kelasi besi, tetapi harganya mahal dan banyak efek samping. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa mangiferin memiliki efek mengikat besi, namun bioavailabilitasnya rendah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat sebagai obat kelasi besi.

Metode: Limpa tersimpan dari dua puluh lima tikus jantan Sprague-Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu tikus normal (N), tikus yang diberi besi berlebih (KN), tikus yang diberi mangiferin 50 mg/kgBB (M50), tikus yang diberi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat 50 mg/kgBB (MN50), dan tikus yang diberi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat 25 mg/kgBB (MN25). Perlakuan pada hewan coba dilakukan selama 28 hari. Setelah 28 hari, tikus dikorbankan dan organ limpa diambil untuk pengukuran kadar besi pada limpa. Pengukuran menggunakan spektrofotometer serapan atom dengan panjang gelombang 248,3 nm.

Hasil: Dari pengukuran, rata-rata kadar besi organ limpa (µg Fe/g jaringan) pada kelompok M50 (1200,80±126,05), kelompok MN50 (918,38±427,63), dan kelompok MN25 (645,73±178,89). Ketiga kelompok tersebut tidak berbeda signifikan dengan kelompok KN. Namun, terdapat perbedaan signifikan antara kelompok M50 dan MN25 (p=0,006).

Kesimpulan: Mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kg BB dapat menurunkan kadar besi di limpatikus yang diberi besi berlebih lebih baik dari mangiferin saja.


Background: Iron overload is a condition caused by increased intake or disruption of the excretion process. Thalassemia is one of the causes of iron overload, especially transfusion-dependent thalassemia (TDT). Transfusion-dependent thalassemia can cause iron overload and iron accumulation in several organs, including the spleen. Therefore, the patients also need iron chelator to excrete excessive iron, but it is expensive and has many side effects. The previous study shows mangiferin could act as an iron chelator but has low bioavailability. Therefore, we conducted this experimental study to compare mangiferin and mangiferin in chitosan-nanoparticle as an iron chelating agent.

Methods: Spleens from twenty five male Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups, which are normal (N), negative control (KN), mangiferin 50 mg/kgBW (M50), mangiferin in chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW (MN50), and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW (MN25). After 28 days, rats were sacrificed and the spleen were taken to measure the iron level using atomic absorbance spectrophotometer at 248,3 nm wavelength. 

Results: From the measurement, the mean of iron level in spleen (µg Fe/g tissue) of M50 group (1200,80±126,05), MN50 group (918,38±427,63), and MN25 group (645,73±178,89). In this study, those three groups did not significantly different with negative control group (KN). But, there was a significant difference between M50 and MN25 groups (p=0,006).

Conclusion: Mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kg BW decreases the iron level in spleen of the iron overload rats better than mangiferin only.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Trienty Batari Gunadi
Abstrak :
ABSTRACT
Kanker kolorektal memiliki insidensi yang cukup tinggi dan pilihan kemoterapinya memiliki banyak efek samping sehingga perlu dicari antikanker yang potensial dengan efek samping sistemik yang minimal. Mangostin yang terkandung di dalam Garcinia mangostana Linn. terbukti memiliki potensi sebagai antikanker pada beberapa penelitian. Akan tetapi, kekurangan mangostin apabila diberikan peroral yaitu dapat didegradasi pada suasana asam seperti oleh asam lambung. Oleh karena itu, dibutuhkan formulasi sesuai agar mangostin mencapai kolon dengan meminimalisasi degradasi di lambung. Formulasi bentuk mikropartikel dapat meningkatkan absorpsi sedangkan enkapsulasi oleh kitosan-alginat dapat mencegah degradasi mangostin di lambung dan meningkatkan pelepasan di kolon. Akan tetapi, formulasi ini perlu dievaluasi keamanannya pada saluran pencernaan hewan coba dengan mengevaluasi histopatologi pada organ yang terlibat dengan absorpsi, metabolisme, dan ekskresi yaitu hati, ginjal, lambung, dan usus halus. Sebanyak 24 mencit BALB/c betina dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok normal yang diberikan air, kelompok kontrol pelarut yang diberikan larutan gom arab (emulgator), dan kelompok mikropartikel mangostin yang dienkapsulasi kitosan-alginat (MMKA) 2 dan 5 g/KgBB (mengandung mangostin 74,8 dan 187 mg/KgBB), diberikan sekali. Setelah 14 hari, mencit yang masih hidup diterminasi dan organnya (hati, ginjal, lambung, usus halus) diambil untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi yang mengevaluasi gambaran degenerasi jaringan, nekrosis, perdarahan, dan infiltrasi sel radang. Perbedaan bermakna (p<0,05) ditemukan pada derajat kerusakan organ usus pada masing-masing perbandingan kelompok dosis MMKA 2 dan 5 g/KgBB dengan kelompok normal dan kontrol pelarut. Hasil ini mengindikasikan bahwa mikropartikel mangostin yang dienkapsulasi kitosan-alginat tidak menimbulkan perubahan histopatologis yang bermakna pada hati, ginjal, dan lambung, kecuali pada usus halus (p=0,002).
ABSTRACT
Colorectal cancer has high incidence and its chemotherapy has many side effects so it is necessary to find a new potential anticancer agent with minimal systemic side effects. Mangostin, contained in Garcinia mangostana Linn., has been predicted in several studies as a potential anticancer agent but it has a disadvantage if administered orally which is degraded in acidic environment such as stomach acid. Therefore, suitable formulation to minimize mangostin degradation in the stomach is necessary. Microparticle formulation improves absorption while chitosan-alginate encapsulation prevents mangostin release in the stomach instead release it in the colon. However, it is necessary to evaluate chitosan-alginate encapsulated mangostin microparticle (CAMM) safety in mice digestive tracts. This study aims to evaluate the histopathological changes of organs involved in absorption, metabolism, and excretion including the liver, kidney, stomach, and small intestine. Twenty four female BALB/c mice were divided into 4 groups: normal (water), control (Arabic gum solution), and 2 doses of CAMM (2 and 5 g/KgBW containing 74,8 and 187 mg/KgBW mangostin, respectively), given once at day 1. After 14 days, the survived mice were then sacrificed and its organs were taken to do histopathological examination which evaluates tissue degeneration, necrosis, hemorrhage, and inflammatory cells infiltration. Significant difference (p<0.05) was found in the small intestine between each doses of 2 and 5 g/KgBW CAMM groups compared to normal and control groups. The results indicate that chitosan-alginate encapsulated mangostin microparticles does not exert significant histopathological changes in the liver, kidney, and stomach except in the small intestine (p=0.02).
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Dwi Haryanto
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi penumpukan zat besi di tubuh sering terjadi pada pasien talasemia yang bergantung pada transfusi darah. Kelebihan zat besi dapat memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) sehingga terjadi disfungsi organ. Limpa adalah salah satu organ yang terdampak dan dapat terjadi splenomegali yang dapat berujung pada splenektomi. Terapi kelasi besi diperlukan untuk mengurangi akumulasi zat besi. Mangiferin memiliki properti antioksidan sehingga dianggap dapat menjadi obat alternatif terapi kelasi. Namun, rendahnya bioavailibilitas mangiferin menghambat pengembangan dan aplikasi klinisnya. Penghantaran obat menggunakan nano-carrier menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki bioavailibilitas mangiferin. Penelitian ini menganalisis kadar mangiferin biasa dibandingkan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat pada limpa tikus Sprague-Dawley. Metode: Penelitian menggunakan data dari tiga kelompok homogenat organ limpa tikus Sprague-Dawley tersimpan yang diinduksi kelebihan besi. Kelompok dibagi menjadi limpa yang diberi mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB, mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB, serta mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB. Kadar mangiferin pada limpa diukur menggunakan HPLC. Hasil: Kadar rata-rata mangiferin pada organ limpa tikus Sprague-Dawley (ng/g jaringan) pada kelompok M50K (686,1±168,55), kelompok M50NP (924,6±253,63), dan kelompok M25NP (683,75±240,52). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelomok tersebut. Kesimpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak meningkatkan kadar mangiferin pada limpa tikus Sprague-Dawley dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dan tidak ada perbedaan bermakna antara kadar mangiferin pada pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB dibanding dosis 25 mg/kgBB. ......Introduction: Iron overload in the body often occur in transfusion-dependent thalassemia patients. This condition can trigger the formation of reactive oxygen species (ROS) resulting in organ dysfunction. Spleen is one of the organs affected and it can lead to splenomegaly which leads to splenectomy. Iron chelation therapy is required to reduce iron accumulation. Mangiferin has antioxidant properties, therefore, it is considered as an alternative medicine for iron chelation therapy. However, the low bioavailability restricts the development and clinical application of mangiferin. Drug delivery using nano-carriers is an option to increase the bioavailability of mangiferin. This study analyzed the levels of conventional mangiferin compared to mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles in the spleen of Sprague-Dawley rats. Method: This study used data from three groups of spleen organ homogenate storage of Sprague-Dawley rats induced by iron overload. The groups were divided into spleens which were given conventional mangiferin 50 mg/kgBW, mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 50 mg/kgBW, and mangifeirn in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kgBW. Spleen mangiferin levels were measured using HPLC. Result: The mean level of mangiferin in the spleen organs of Sprague-Dawley rats (ng/g tissue) in the M50K group (686,1±168,55), M50NP group (924,6±253,63), and M25NP group (683,75±240,52). There was no significant difference in the three groups. Conclusion: Administration of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles did not increase the spleen mangiferin levels in Sprague-Dawley rats compared to conventional mangiferin and there was no significant difference between mangiferin levels in spleen after the administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticles between doses of 50 mg/kgBW and 25 mg/kgBW.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Mardhiyah
Abstrak :
Mangiferin berpotensi menjadi agen pengkelat besi. Namun, rendahnya bioavailabilitas mangiferin membatasi kemampuan mangiferin sebagai agen pengkelat. Sistem penghantaran obat nanopartikel yang terenkapsulasi dalam kitosan-alginat diketahui mampu meningkatkan bioavailabilitas obat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kadar mangiferin konvensional dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat pada organ ginjal. Data penelitian diperoleh dari homogenat organ ginjal tersimpan tikus Sprague-Dawley yang diinduksi besi berlebih. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu diberikan mangiferin konvensional 50 mg/kgBB (MK50), mangiferin nanopartikel kitosan-alginat 50 mg/kgBB (MN50), dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat 25 mg/kgBB (MN25). Pengukuran kadar mangiferin dilakukan dengan menganalisis plasma menggunakan alat HPLC dan mengacu pada metode Estuningtyas. Berdasarkan pengukuran, rata-rata kadar mangiferin di organ ginjal (ng/g) antara lain sebesar 5368.5±1407,52 ng/g (MK50), 4757.78±1420,32 ng/g pada (MN50), dan 4448.06±1938,95 ng/g (MN25). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan. Pemberian mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB maupun 25 mg/kgBB tidak meningkatkan kadar mangiferin di ginjal tikus dibandingkan dengan pemberian mangiferin konvensional dosis 50 mg/kgBB. Selain itu, kadar mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB tidak lebih tinggi dibandingkan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB di ginjal. ......Mangiferin has potential to be an iron chelating agent. However, the low bioavailability of mangiferin limits its ability as a chelating agent. The nanoparticle drug delivery system encapsulated in chitosan-alginate is known as an option to increase drug bioavailability. Therefore, this study aimed to analyze the levels of conventional mangiferin and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle in the kidney. Data were obtained from stored kidney homogenates of iron overload Sprague-Dawley rat model. Rats were divided into three treatment groups, namely conventional mangiferin 50 mg/kgBW (MK50), mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW (MN50), and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW (MN25). The measurement of mangiferin levels was carried out by plasma analysis using HPLC tool and referring to the Estuningtyas method. The average levels of mangiferin in kidneys (ng/g) are 5368.5±1407,52 (MK50 group), 4757.78±1420,32 (MN50 group), and 4448.06±1938,95 (MN25 group). However, there was no significant difference between the treatment groups. The administration of mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW or 25 mg/kgBW did not increase mangiferin levels in the rat kidney compared to conventional mangiferin 50 mg/kgBW. In addition, the levels of mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW were not higher than mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili Ekawati
Abstrak :
Pendahuluan: Infeksi virus hepatitis B kronis adalah salah satu faktor utama sirosis yang dapat berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Vaksin Hepatitis B (mengandung HBsAg) yang tersedia saat ini digunakan untuk pencegahan, diberikan dengan cara injeksi yang memiliki kelemahan: dapat menyebabkan rasa sakit, mengurangi kepatuhan pasien, membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi dan tidak dapat diterapkan dalam vaksinasi massal, sehingga perlu dilakukan pengembangan vaksin dengan pemberian secara oral. Tujuan: Mengkarakterisasi enkapsulasi kitosan alginat sebagai penghantar kombinasi HBcAg dan HBsAg sebagai kandidat vaksin oral hepatitis B. Metode: Formula vaksin dibuat dengan metode gelasi ionik. Ada dua formulasi yaitu mikropartikel HBcAg (MPS) dan mikropartikel kombinasi HBcAg and HBsAg (MPC). Parameter yang diuji meliputi loading efikasi, karakteristik partikel, respons imun IgA hari ke-51, dan IgG hari ke-21, 35, dan 51. Hasil: Loading efikasi MPS dan MPC sebesar 82,5±9,57 dan 75,0±11,78%. Ukuran rata-rata partikel (Zaverage), indeks polidispersitas/PdI, dan potensial zeta dari MPS dan MPC adalah 4869 ± 739 nm dan 8712 ± 2110 nm; 0,32 ± 0,032 dan 0,37 ± 0,088; -7,50 ± 1,82 mV dan; -2.10 ± 1,59 mV. Hasil kadar IgA hari ke-51 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan dengan rincian sebagai berikut: 61679, 69736, 62789, 72622, dan 70214 ng/mL berturut-turut untuk kelompok normal, HBcAg tanpa enkapsulasi, MPS, kombinasi HBcAg dan HBsAg, serta MPC. Sedangkan untuk kadar IgG tertinggi diperoleh pada sampel serum hari ke-21. Kesimpulan: Berdasarkan parameter loading efikasi, PdI, zeta potensial, dan ukuran partikel, serta FTIR dapat disimpulkan bahwa kombinasi HBcAg dan HBsAg dapat dienkapsulasi dalam MP kitosan alginat. ......Introduction: Chronic hepatitis B virus infection is one of the main factors of cirrhosis that can develop into hepatocellular carcinoma. The Hepatitis B vaccine (containing HBsAg) currently available for prevention and administration given by injection which has disadvantages: it can cause pain, reduce patient compliance, requires higher production costs, and cannot be applied in mass vaccination, it is necessary to develop a vaccine by giving orally. Objective: Characterizing chitosan alginate encapsulation as a combination carrier of HBcAg and HBsAg as a candidate for oral hepatitis B vaccine. Method: The vaccine formula was prepared by the ionic gelation method. There are two formulations, namely HBcAg microparticles (MPS) and combination of HBcAg and HBsAg (MPC) microparticles. The parameters tested included loading efficacy, particle characteristics, immune response IgA on day 51, and IgG on days 21, 35, and 51. Results: Loading efficacy of MPS and MPC were 82.5 ± 9.57 and 75.0 ± 11.78%. The mean particle size (Zaverage), polydispersity index/PdI, and zeta potential of MPS and MPC were 4869 ± 739 nm and 8712 ± 2110 nm; 0.32 ± 0.032 and 0.37 ± 0.088; -7.50 ± 1.82 mV and -2.10 ± 1.59 mV. The results of IgA levels on day 51 showed no significant difference between treatment groups with the following details: 61679, 69736, 62789, 72622, and 70214 ng/mL for the normal group, HBcAg without encapsulation, MPS, combination of HBcAg and HBsAg, and MPC. Meanwhile, the highest IgG levels were obtained on the 21st day of serum sample. Conclusion: Based on parameters the loading efficacy, PdI, zeta potential, and particle size, as well as FTIR, it can be concluded that the combination of HBcAg and HBsAg can be encapsulated in MP chitosan alginate.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Athalia
Abstrak :
Bromelain merupakan campuran enzim proteolitik dan substansi non enzimatik lainnya yang dapat ditemukan di batang, buah, dan jaringan daun tanaman dari famili Bromeliaceae, yang termasuk spesies nanas, yang banyak digunakan sebagai obat yang diberikan secara oral untuk pengobatan sistemik dari inflamasi, hal terkait pembekuan darah, serta pengobatan terapeutik. Enkapsulasi akan menjaga stabilitas dan pelepasan bromelain sehingga dapat meningkatkan bioavabilitas dari bromelain sehingga dapat diserap pada usus halus. Objektif pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula mikroenkapsulasi untuk senyawa bromelain sehingga enzim tetap terjaga dan aktivitas enzimatiknya tidak menurun. Pada penelitian ini, polimer yang digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah kitosan dan juga alginat. Kompleks polielektrolit yang terbentuk antara kitosan dengan alginat telah banyak digunakan untuk mengenkapsulasi senyawa bioaktif sehingga dapat rilis secara perlahan di saluran pencernaan. Pembentukan matriks kitosan-alginat untuk mengenkapsulasi bromelain dilakukan dengan metode gelasi ionotropik. Dengan metode enkapsulasi ini, hasilnya menunjukkan bahwa bromelain dapat dienkapsulasi dengan baik dalam matriks kitosan dan alginat dengan loading capacity tertinggi sebesar 12,23% dan efisiensi enkapsulasi tertinggi sebesar 59,05%. Matriks dikarakterisasi menggunakan Fourier-transform Infrared Spectroscopy (FTIR), yang menunjukkan adanya interaksi antara bromelain dengan kitosan dan alginat, dan Differential Scanning Calorimetry (DSC) yang menunjukkan adanya keberadaan bromelain dalam matriks kitosan-alginat dan ikatan ionik antara bromelain dengan kitosan dan alginat. Bromelain dilepaskan perlahan dalam saluran pencernaan, terutama pada usus halus dengan pelepasan kumulatif maksimal sebesar 92,70%. ......Bromelain is a mixture of proteolytic enzymes and other non-enzymatic substances found in the stem, fruit, and leaf tissues of plants from the family Bromeliaceae, which belongs to the pineapple species, and is widely used as an orally administered drug for systemic treatment of inflammation, blood clotting, as well as a therapeutic treatment. Encapsulation will maintain the stability and release of bromelain to increase the bioavailability of bromelain so that it can be absorbed in the small intestine. This research aims to obtain a microencapsulated formula for bromelain compounds so that the enzyme is maintained and its enzymatic activity does not decrease. In this study, the polymers used for microencapsulation were chitosan and alginate. The polyelectrolyte complex formed between chitosan and alginate has been widely used to encapsulate bioactive compounds so that they can be released slowly in the digestive tract. Chitosan-alginate matrix formation to encapsulate bromelain was carried out by the ionotropic gelation method. With this encapsulation method, the results showed that bromelain could be well encapsulated in chitosan and alginate matrices with the highest loading capacity of 12.23% and the highest encapsulation efficiency of 59.05%. The matrix was characterized using Fourier-transform Infrared Spectroscopy (FTIR), which showed the interaction between bromelain and chitosan and alginate, and Differential Scanning Calorimetry (DSC), which showed the presence of bromelain in the chitosan-alginate matrix and ionic bonds between bromelain and chitosan and alginate. Bromelain is released slowly in the gastrointestinal tract, especially in the small intestine, with a maximum cumulative release of 92.70%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Bagus Yoga Satriadinatha
Abstrak :
ABSTRAK Komponen dalam fraksi etil-asetat ekstrak perikarp Garcinia mangostana Linn memiliki aktivitas antikanker dalam berbagai cell-line kanker kolon. Enkapsulasi ekstrak ini dalam kitosan alginat dapat mempercepat penghantaran senyawa aktif dalam ekstrak ke situs absorpsinya. Namun, belum terdapat penelitian yang mengevaluasi efek toksisitas senyawa ini pada hati (SGOT dan SGPT), ketika diadministrasi berulang selama 14 hari. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efek toksisitas setelah pemberian berulang selama 14 hari dari pemberian oral mikropartikel ekstrak Garcinia mangostana Linn dilapisi kitosan-alginat. Lima puluh enam mencit BALB/c dibagi menjadi 7 kelompok, termasuk dosis 0.5 gram/kgBB, 1.0 gram/kgBB, 2.0 gram/kgBB, pelarut, kontrol (normal), satelit dosis 2.0 gram/kgBB), dan satelit akuades (kontrol). Setiap tikus diberi ekstrak menggunakan sonde selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada semua parameter toksisitas, kecuali SGOT. Pada parameter ini, kelompok perlakuan dosis tertinggi hingga terendah, menunjukkan kadar SGOT yang lebih tinggi dan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p=0.011). Setelah dilakukan subanalisis berdasarkan jenis kelamin hewan coba, perbedaan nilai SGOT yang signifikan terhadap kontrol hanya terjadi pada kelompok jantan (p=0.033). Akan tetapi, toksisitas ini bersifat reversibel, ditandai dengan tidak bermaknanya perbedaan nilai SGOT antar kelompok satelit (p=0.082). Nilai p untuk parameter SGPT, perubahan massa tubuh, dan massa hati berturut-turut sebesar 0.630, 0.202, dan 0.762. Administrasi harian per oral dari mikropartikel ekstrak perikarp buah manggis selama 14 hari menyebabkan peningkatan SGOT secara bermakna pada hewan coba jantan, dan bersifat reversibel. Administrasi ini tidak menunjukkan sifat toksisitasnya pada parameter lain (SGPT, massa tubuh, dan massa organ hati), baik pada kelompok jantan maupun betina.
ABSTRACT Components in the ethyl-acetate fraction of the Garcinia mangostana Linn pericarp extract have anticancer activity in various colon cancer cell-lines. Encapsulation of this extract in chitosan alginate can accelerate the delivery of active compounds in the extract to its absorption site. However, there are no studies evaluating the toxicity effects of these compounds on the liver (SGOT and SGPT), when administered over and over for 14 days. This study was designed to evaluate the effect of toxicity after 14 days of repeated administration of oral administration of Garcinia mangostana Linn microparticles extract coated with chitosan-alginate. Fifty-six BALB / c mice were divided into 7 groups, including a dose of 0.5 gram / kgBB, 1.0 gram / kgBB, 2.0 gram / kgBB, solvent, control (normal), satellite dose 2.0 gram / kgBB), and aquades satellite (control). Each rat was given extract using intragastric tube for 14 days. The results showed that there were no differences in all toxicity parameters, except SGOT. In this parameter, the highest to lowest dose treatment group showed higher and significant SGOT levels compared to the control group (p=0.011). After sub-analysis based on the sex of the experimental animals, significant differences in SGOT values compared to controls only occurred in the male group (p=0.033). However, this toxicity is reversible, characterized by the insignificant difference in SGOT values between two satellite groups (p=0.082). The p value for the SGPT parameters, changes in body mass, and liver mass respectively were 0.630, 0.202 and 0.762. 14 days repeated daily oral administration of the mangosteen pericarp extract microparticles causes a significant increase in SGOT in male animals, and is reversible. This administration does not show its toxicity in other parameters (SGPT, body mass, and liver mass), both in male and female groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>