Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulfadhly Sanusi
Abstrak :
Undang-undang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini yaitu UU No. 23 Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan pengelolaan manajemen pendidikan menengah yaitu dari kabupaten/kota ke pemerintah daerah provinsi yang tentunya menimbulkan banyak implikasi bagi daerah-daerah di kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pembagian urusan pemerintahan harus dilandasi prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta tujuan strategis nasional. Namun, penyelenggaraan pendidikan menengah tidak sepenunya sesuai dengan kriteria yang ditentukan undang-undang. Sehingga terdapat beberapa masalah dan hambatan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif dengan melihat doktrin, yurisprudensi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, digunakan tipologi deskriptif dan jenis data sekunder. Serta dilakukan wawancara kepada informan dan narasumber sebagai validasi data. Terdapat 2 rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama terkait kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang kedua terkait implementasi terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros dari pelaksanaan pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari Kabupaten ke Provinsi. Dalam implementasi pengalihan kewenangan ini, menuai berbagai macam masalah seperti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros mulai dari efisiensi keberadaan cabang dinas yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Pendidikan Provinsi, jalur koordinasi yang sangat panjang, hilangnya peran Dinas Pendidikan Provinsi sebagai koordinator dan pengawas lintas Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, dan persoalan keuangan yang selalu terlambat dalam pencairannya baik dana bantuan operasional sekolah hingga gaji dan tunjangan guru yang sering dikeluhkan beberapa SMA di Kabupaten Maros. Oleh karena itu, diperlukan perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur terkait pengaturan manajemen penyelenggaraan pendidikan menengah. ......The Regional Government Law currently in effect is Law no. 23 of 2014 has transferred the management authority of secondary education management, namely from districts/cities to provincial regional governments, which of course has many implications for regions in districts/cities. According to Law Number 23 of 2014, the division of government affairs must be based on the principles of accountability, efficiency and externality as well as national strategic objectives. However, the implementation of secondary education is not entirely in accordance with the criteria determined by law. So that there are several problems and obstacles in its implementation. This study uses a normative juridical methodology by looking at doctrine, jurisprudence, and applicable laws and regulations. In addition, descriptive typology and secondary data types are used. As well as conducting interviews with informants and sources as data validation. There are 2 formulations of the problem raised in this study, the first is related to the authority of the Provincial Government and the Regency/City Regional Government in implementing primary and secondary education. Province. In implementing this transfer of authority, it reaped various problems such as in South Sulawesi Province and Maros Regency starting from the efficiency of the existence of service branches which are extensions of the Provincial Education Office, very long coordination paths, the loss of the role of the Provincial Education Office as coordinator and supervisor across districts / Cities in South Sulawesi, and financial problems that are always late in disbursing both school operational assistance funds to teacher salaries and allowances which are often complained of by several high schools in Maros Regency. Therefore, it is necessary to amend Law no. 23 of 2014 which regulates management arrangements for the implementation of secondary education.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cahya Febriana
Abstrak :
Penggunaan tanah tanpa izin yang berhak menjadi permasalahan bagi pemegang hak atas tanah. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengosongan atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak dan mengapa pemilik hak atas tanah mengajukan permohonan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya kepada Pemerintah Daerah serta bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dalam lingkup wilayah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan pengosongan tanah atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya dan warga perseorangan atau badan hukum dapat memilik penyelesaian dengan pengajukan permohonan bantuan pengosongan kepada Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan kewenangan pengosongan, Pemerintah Daerah harus melaksanakan urusan pemerintahan sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. ......The use of land without the right of permission is a problem for holders of land rights. The Regional Government has the authority to settle based on Law Number 51 of 1960 concerning the Prohibition of Use of Land without Rightful Permissions or Proxies. What is the authority of the Regional Government to carry out the emptying of land use without the right of permission and why the owner of land rights applies for land emptying for use without permission that is entitled or authorized to the Regional Government and how the Regional Government is responsible for the implementation of authorization to use land without permission who has the right or power. The research was carried out by juridical-normative method in the scope of territory in the Jakarta Special Capital Region. Based on the results of the study, the Regional Government has the authority to carry out land emptying for land use without a entitled permit based on Law Number 51 of 1960 concerning Prohibition of Use of Land without Rightful Permits or Proxies and individuals or legal entities may have a settlement by submitting an application for vacant assistance to the Regional Government. In implementing the authority for evacuation, the Regional Government must carry out government affairs in accordance with the authority stipulated in Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Shahabi Sakri
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah transportasi darat masih banyak terjadi di wilayah DKI Jakarta. Dua di antaranya adalah kemacetan lalu lintas dan rendahnya penggunaan angkutan umum. Kemacetan di wilayah DKI Jakarta diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti padatnya penduduk yang beraktivitas di wilayah DKI Jakarta, tingginya penggunaan kendaraan pribadi, serta padatnya arus perjalanan pada waktu dan tempat yang sama. Faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan masalah kedua yakni rendahnya penggunaan angkutan umum. Menuju tahap akhir Pola Transportasi Makro pada tahun 2020, pembangunan sistem transportasi darat di wilayah DKI Jakarta diharapkan dapat mengatasi masalah transportasi yang ada. Penulis mencoba meneliti bagaimana kewenangan; bentuk upaya; serta bagaimana sebaiknya upaya ke depannya yang dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah DKI Jakrta dalam mengendalikan masalah transportasi di wilayah DKI Jakarta. Penulis menggunakan metode penelitian atau pendekatan yuridis-normatif. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Dari penelitian ini Penulis menyimpulkan bahwa kewenangan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam mengendalikan masalah transportasi di DKI Jakarta sangat besar. Oleh karena itu, sebaiknya Pemerintah Daerah DKI Jakarta meningkatkan pelayanan dan memperbaiki sarana dan prasarana angkutan umum agar menarik pengguna jalan dalam menggunakan angkutan umum ketimbang kendaraan pribadi sesuai dengan arahan pengembangan sistem transportasi.
ABSTRACT
Many land transportation problems are still occurring in the DKI Jakarta area, two of them being traffic congestions and poor utilisation of public transport. Several factors contribute to the congestion in the DKI Jakarta area, such as high population density who are active in the DKI Jakarta area, persistent use of private vehicles, and high flow of travel at the same time and place. These factors are closely related to the second mentioned problem which is the unpopular use of public transport. As we are heading towards the final stage of Pola Transportasi Makro in 2020, the development of the land transportation system in the DKI Jakarta area is expected to resolve these existing problems. This study will examine how the authority of, actions taken and possible recommendations to be implemented by the Regional Government of DKI Jakarta in order to subdue transportation problems within this region. Juridicial-normative approach is applied as study method for secondary data as study data source. From this study the author concluded that the Regional Government of DKI Jakarta possesses wide authority in controlling transportation problems in DKI Jakarta. Therefore, the Regional Government of DKI Jakarta should improve services, public transport facilities and infrastructure in order to attract road users in using public transport rather than private vehicles, in accordance with the direction of the development of the transportation system.

 

 

 

2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahruddin
Abstrak :
Tesis ini membahas kebijakan publik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang dalam usaha mengembangkan Kawasan industri. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh, pentingnya mengembangkan kawasan industri guna membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta untuk meningkatkan ekonomi daerah. penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi sejauh mana kebijakan yang telah dilakaukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten Karawang melalui Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2004 terhadap pengembangan kawasan industri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III yaitu implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu Komunikasi, sikap, sumber-sumber, dan struktur birokrasi. Pokok masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah kebijakan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang dalam mengembangkan kawasan industri dan permasalahan apa yang menghambat kebijakan tersebut. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang mengacu pada konsep George C. Edwards III, disimpulkan bahwa hambatan yang dihadapi adalah kurang efektifnya komunikasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan terbatasnya sarana dan prasarana kerja. Untuk pengembangan kawasan industri melalui penciptaan iklim investasi yang baik, pemerintah daerah segera melakukan deregulasi berbagai peraturan yang menghambat investasi dan debirokratisasi dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik dan memuaskan dunia usaha dan masyarakat.
This thesis is about public policy by the Regional Government of Karawang in order to develop the industrial region. The research was conducted because of the importance of developing industrial region in order to provide new job opportunities and business opportunities and also to increase the economic development in the region. This thesis was trying to evaluate the previous policy which has been implemented by the Regional Government of Karawang by the Local Regulation Number 19/2004 on Industrial Region Development. The research used qualitative research method by the model which was developed by George C. Edwards III mentioned that policy implementation is influenced by four variables, communication, attitude, resources, and structure of bureaucracy. The main problem which was analyzed in the research is about the policy which has been implemented by the Regional Government of Karawang in order to develop the industrial region and also the problems which have impeded the policy. According to the analysis result and study related to the concept of George C. Edwards III, the conclusion could be taken that the obstacles happened because lack of effective communication, lack of qualified human resources, and lack of working facility and infrastructure. In order to develop the industrial region by creating a good investment situation, the local government immediately made deregulation in some regulations which impeded the investment and also simplified the bureaucracy in order to create a good public service which could satisfy business and society need.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26361
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Pratama
Abstrak :
Satu hal yang terpenting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Di Indonesia, salah satu urusan pemerintahan serentak diserahkan ke daerah pedalaman kerangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah bidang administrasi kependudukan. Kewenangan penanganan masalah kependudukan diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 juga dalam UU No. 24 Tahun 2003 Jo. UU No. 23 Tahun 2006. Kewenangan dalam penunjukan pejabat struktural di sektor kependudukan di daerah berdasarkan revisi undang-undang administrasi kependudukan dimiliki secara mutlak oleh pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri kemudian membuat mekanismenya lebih detail dengan dikeluarkannya Permendagri No. 76 Tahun 2015. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan di daerah yang banyak mengepalai daerah melakukan proses pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan norma-norma tersebut menghasilkan pelayanan administrasi kematian terhalang. metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan materi literatur dan wawancara. Solusi terkait masalah pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan Permendagri No. 76 Tahun 2015 adalah memberikan surat peringatan kepada kepala daerah untuk membatalkan keputusan ini dan di beberapa area ditambahkan dengan sanksi penghentian jaringan. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali mengenai peraturan tentang administrasi kependudukan, apakah kewenangan ini diperlukan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah dilaksanakan secara dekonsentrasi melalui instansi vertikal atau kembalinya kewenangan daerah dalam mengangkat pejabat secara struktural ......One of the most important things in implementing regional autonomy is the division of authority between the central and regional governments. In Indonesia, one of the governmental affairs that is simultaneously transferred to the interior areas in the framework of implementing regional autonomy is the field of population administration. The authority to handle population problems is regulated in Law No. 23/2014 as well as in Law No. 24 of 2003 Jo. UU no. 23 of 2006. The central government has absolute authority to appoint structural officials in the population sector in the regions based on the revision of the population administration law. The Minister of Home Affairs then made the mechanism more detailed with the issuance of Permendagri No. 76 of 2015. This raises various problems in the regions where many head the regions carry out the process of appointing structural officials who are not in accordance with these norms resulting in obstructed death administration services. The writing method used in this writing is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interview materials. Solutions related to the problem of appointing structural officials that are inconsistent with Permendagri No. 76 of 2015 is to provide a warning letter to the regional head to overturn this decision and in several areas it was added with network termination sanctions. Therefore it is necessary to revisit the regulations regarding population administration, whether this authority is required to be fully owned by the central government whose implementation in the regions is carried out in a deconcentrated manner through vertical agencies or the return of regional authority in appointing officials structurally.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizkytia
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam hubungan dan kerjasama dengan luar negeri. Penelitian ini memiliki bentuk penelitian yuridis normatif-empiris dengan metode analitis data kualitatif dengan sifat penelitan deskriptif. Kewenangan pemerintah daerah di Indonesia dalam melakukan hubungan dan kerjasama dengan luar negeri terdapat pada kerjasama yang hubungan hukumnya bersifat keperdataan saja, selain itu dalam menjalankan kewenangannya tersebut pemerintah daerah tetap harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan teknis yang berlaku. Dalam pelaksanaannya tidak sedikit pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan dan peraturan teknis yang terkait. Sehingga disarankan bahwa pihak terkait seperti Kementerian Dalam Negeri perlu lebih mengintensifkan sosialisasi kepada seluruh pemerintah daerah tentang kewenangannya tersebut, Kementerian Luar Negeri sebaiknya melakukan koordinasi yang baik dengan pihak KBRI atau Konsulat Jenderal/Konjen RI (KJRI) di luar negeri agar diperoleh kesamaan pemahaman yang benar mengenai kewenangan pemerintah daerah di Indonesia dalam melakukan hubungan dan kerjasama dengan luar negeri, pemerintah daerah juga harus lebih mengoptimalkan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang telah dibentuk yang berkaitan dengan hubungan dan kerjasama pemerintah daerah dengan luar negeri, serta dilakukan pengawasan dan evaluasi yang lebih intensif baik dari pemerintah daerah itu sendiri, maupun kementerian atau instansi lain yang terkait. This thesis describes about the authority of local government in Indonesia on relations and cooperation with foreign. It has the method of the research, qualitative analytical data, and descriptive as well. The authority of local government in Indonesia to conduct relations and cooperation with foreign law relations of a cooperation, beside that normative-juridical form of empirical as in non-legal relations of public law or only on the cooperation that is private local governments still must comply with laws and regulations. In the implementation was not a little local governments that do not run the authority in accordance with legislation and relevant technical regulations. So it is recommended that the relevant parties such as the Ministry of Home Affairs needs to further intensify the socialization to all local government authorities, the Ministry of Foreign Affairs should have good coordination with the Embassy or Consulate General (Consul General) RI abroad in order to obtain a correct understanding of common authority local governments in Indonesia in conducting relations and cooperation with foreign countries, local governments should also optimize the regional work units that have been established relating to the relationship and cooperation with foreign governments, and conducted surveillance and more intensive evaluation of both local government itself, as well as ministries or other relevant agencies.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library