Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulfadhly Sanusi
Abstrak :
Undang-undang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini yaitu UU No. 23 Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan pengelolaan manajemen pendidikan menengah yaitu dari kabupaten/kota ke pemerintah daerah provinsi yang tentunya menimbulkan banyak implikasi bagi daerah-daerah di kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pembagian urusan pemerintahan harus dilandasi prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta tujuan strategis nasional. Namun, penyelenggaraan pendidikan menengah tidak sepenunya sesuai dengan kriteria yang ditentukan undang-undang. Sehingga terdapat beberapa masalah dan hambatan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif dengan melihat doktrin, yurisprudensi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, digunakan tipologi deskriptif dan jenis data sekunder. Serta dilakukan wawancara kepada informan dan narasumber sebagai validasi data. Terdapat 2 rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama terkait kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang kedua terkait implementasi terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros dari pelaksanaan pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari Kabupaten ke Provinsi. Dalam implementasi pengalihan kewenangan ini, menuai berbagai macam masalah seperti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros mulai dari efisiensi keberadaan cabang dinas yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Pendidikan Provinsi, jalur koordinasi yang sangat panjang, hilangnya peran Dinas Pendidikan Provinsi sebagai koordinator dan pengawas lintas Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, dan persoalan keuangan yang selalu terlambat dalam pencairannya baik dana bantuan operasional sekolah hingga gaji dan tunjangan guru yang sering dikeluhkan beberapa SMA di Kabupaten Maros. Oleh karena itu, diperlukan perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur terkait pengaturan manajemen penyelenggaraan pendidikan menengah. ......The Regional Government Law currently in effect is Law no. 23 of 2014 has transferred the management authority of secondary education management, namely from districts/cities to provincial regional governments, which of course has many implications for regions in districts/cities. According to Law Number 23 of 2014, the division of government affairs must be based on the principles of accountability, efficiency and externality as well as national strategic objectives. However, the implementation of secondary education is not entirely in accordance with the criteria determined by law. So that there are several problems and obstacles in its implementation. This study uses a normative juridical methodology by looking at doctrine, jurisprudence, and applicable laws and regulations. In addition, descriptive typology and secondary data types are used. As well as conducting interviews with informants and sources as data validation. There are 2 formulations of the problem raised in this study, the first is related to the authority of the Provincial Government and the Regency/City Regional Government in implementing primary and secondary education. Province. In implementing this transfer of authority, it reaped various problems such as in South Sulawesi Province and Maros Regency starting from the efficiency of the existence of service branches which are extensions of the Provincial Education Office, very long coordination paths, the loss of the role of the Provincial Education Office as coordinator and supervisor across districts / Cities in South Sulawesi, and financial problems that are always late in disbursing both school operational assistance funds to teacher salaries and allowances which are often complained of by several high schools in Maros Regency. Therefore, it is necessary to amend Law no. 23 of 2014 which regulates management arrangements for the implementation of secondary education.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siwi Sulistyaningtyas
Abstrak :
Tesis ini menjelaskan mengenai pembagian kewenangan dalam pelaksanaan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh di daerah sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Permukiman dan dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kewenangan Pemerintah Pusat diwujudkan dalam program penanganan kumuh yaitu Kota Tanpa Kumuh, sedangkan kewenangan Pemerintah Daerah adalah menyiapkan dokumen pendukung kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Namun dalam hal pengaturan kedepannya, pembagian kewenangan antara pemerintah Pusat, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kedepannya tidak berdasarkan pada luasan kumuh, tetapi disesuaikan kepada kebutuhan dari daerah itu sendiri.
This thesis describes about the division of authority in the implementation of improving the quality of a residential slums in the region in accordance with law no. 1 in 2011 about the development of a residential and compared with law no. 23 years 2014 on regional government. This research using methods juridical empirical. The result showed that central government authority embodied in the program of slum such city without slum, while governance regions supporting prepare their activities implemented by the central government. But in terms of the future, the division of authority of the central government, provincial government, and local governments city district future not based on the slum space, but adjusted to the needs of the itself.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Pratama
Abstrak :
Satu hal yang terpenting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Di Indonesia, salah satu urusan pemerintahan serentak diserahkan ke daerah pedalaman kerangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah bidang administrasi kependudukan. Kewenangan penanganan masalah kependudukan diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 juga dalam UU No. 24 Tahun 2003 Jo. UU No. 23 Tahun 2006. Kewenangan dalam penunjukan pejabat struktural di sektor kependudukan di daerah berdasarkan revisi undang-undang administrasi kependudukan dimiliki secara mutlak oleh pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri kemudian membuat mekanismenya lebih detail dengan dikeluarkannya Permendagri No. 76 Tahun 2015. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan di daerah yang banyak mengepalai daerah melakukan proses pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan norma-norma tersebut menghasilkan pelayanan administrasi kematian terhalang. metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan materi literatur dan wawancara. Solusi terkait masalah pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan Permendagri No. 76 Tahun 2015 adalah memberikan surat peringatan kepada kepala daerah untuk membatalkan keputusan ini dan di beberapa area ditambahkan dengan sanksi penghentian jaringan. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali mengenai peraturan tentang administrasi kependudukan, apakah kewenangan ini diperlukan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah dilaksanakan secara dekonsentrasi melalui instansi vertikal atau kembalinya kewenangan daerah dalam mengangkat pejabat secara struktural ......One of the most important things in implementing regional autonomy is the division of authority between the central and regional governments. In Indonesia, one of the governmental affairs that is simultaneously transferred to the interior areas in the framework of implementing regional autonomy is the field of population administration. The authority to handle population problems is regulated in Law No. 23/2014 as well as in Law No. 24 of 2003 Jo. UU no. 23 of 2006. The central government has absolute authority to appoint structural officials in the population sector in the regions based on the revision of the population administration law. The Minister of Home Affairs then made the mechanism more detailed with the issuance of Permendagri No. 76 of 2015. This raises various problems in the regions where many head the regions carry out the process of appointing structural officials who are not in accordance with these norms resulting in obstructed death administration services. The writing method used in this writing is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interview materials. Solutions related to the problem of appointing structural officials that are inconsistent with Permendagri No. 76 of 2015 is to provide a warning letter to the regional head to overturn this decision and in several areas it was added with network termination sanctions. Therefore it is necessary to revisit the regulations regarding population administration, whether this authority is required to be fully owned by the central government whose implementation in the regions is carried out in a deconcentrated manner through vertical agencies or the return of regional authority in appointing officials structurally.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Febriana
Abstrak :
Penggunaan tanah tanpa izin yang berhak menjadi permasalahan bagi pemegang hak atas tanah. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengosongan atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak dan mengapa pemilik hak atas tanah mengajukan permohonan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya kepada Pemerintah Daerah serta bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan kewenangan pengosongan tanah atas pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dalam lingkup wilayah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan pengosongan tanah atas pemakaian tanah tanpa izin yang berhak berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya dan warga perseorangan atau badan hukum dapat memilik penyelesaian dengan pengajukan permohonan bantuan pengosongan kepada Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan kewenangan pengosongan, Pemerintah Daerah harus melaksanakan urusan pemerintahan sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. ......The use of land without the right of permission is a problem for holders of land rights. The Regional Government has the authority to settle based on Law Number 51 of 1960 concerning the Prohibition of Use of Land without Rightful Permissions or Proxies. What is the authority of the Regional Government to carry out the emptying of land use without the right of permission and why the owner of land rights applies for land emptying for use without permission that is entitled or authorized to the Regional Government and how the Regional Government is responsible for the implementation of authorization to use land without permission who has the right or power. The research was carried out by juridical-normative method in the scope of territory in the Jakarta Special Capital Region. Based on the results of the study, the Regional Government has the authority to carry out land emptying for land use without a entitled permit based on Law Number 51 of 1960 concerning Prohibition of Use of Land without Rightful Permits or Proxies and individuals or legal entities may have a settlement by submitting an application for vacant assistance to the Regional Government. In implementing the authority for evacuation, the Regional Government must carry out government affairs in accordance with the authority stipulated in Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Shahabi Sakri
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah transportasi darat masih banyak terjadi di wilayah DKI Jakarta. Dua di antaranya adalah kemacetan lalu lintas dan rendahnya penggunaan angkutan umum. Kemacetan di wilayah DKI Jakarta diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti padatnya penduduk yang beraktivitas di wilayah DKI Jakarta, tingginya penggunaan kendaraan pribadi, serta padatnya arus perjalanan pada waktu dan tempat yang sama. Faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan masalah kedua yakni rendahnya penggunaan angkutan umum. Menuju tahap akhir Pola Transportasi Makro pada tahun 2020, pembangunan sistem transportasi darat di wilayah DKI Jakarta diharapkan dapat mengatasi masalah transportasi yang ada. Penulis mencoba meneliti bagaimana kewenangan; bentuk upaya; serta bagaimana sebaiknya upaya ke depannya yang dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah DKI Jakrta dalam mengendalikan masalah transportasi di wilayah DKI Jakarta. Penulis menggunakan metode penelitian atau pendekatan yuridis-normatif. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Dari penelitian ini Penulis menyimpulkan bahwa kewenangan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam mengendalikan masalah transportasi di DKI Jakarta sangat besar. Oleh karena itu, sebaiknya Pemerintah Daerah DKI Jakarta meningkatkan pelayanan dan memperbaiki sarana dan prasarana angkutan umum agar menarik pengguna jalan dalam menggunakan angkutan umum ketimbang kendaraan pribadi sesuai dengan arahan pengembangan sistem transportasi.
ABSTRACT
Many land transportation problems are still occurring in the DKI Jakarta area, two of them being traffic congestions and poor utilisation of public transport. Several factors contribute to the congestion in the DKI Jakarta area, such as high population density who are active in the DKI Jakarta area, persistent use of private vehicles, and high flow of travel at the same time and place. These factors are closely related to the second mentioned problem which is the unpopular use of public transport. As we are heading towards the final stage of Pola Transportasi Makro in 2020, the development of the land transportation system in the DKI Jakarta area is expected to resolve these existing problems. This study will examine how the authority of, actions taken and possible recommendations to be implemented by the Regional Government of DKI Jakarta in order to subdue transportation problems within this region. Juridicial-normative approach is applied as study method for secondary data as study data source. From this study the author concluded that the Regional Government of DKI Jakarta possesses wide authority in controlling transportation problems in DKI Jakarta. Therefore, the Regional Government of DKI Jakarta should improve services, public transport facilities and infrastructure in order to attract road users in using public transport rather than private vehicles, in accordance with the direction of the development of the transportation system.

 

 

 

2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andree Igor Sangap Darmawan
Abstrak :
Pelaksanaan kewenangan Pengaturan dan Pengawasan oleh Pemerintah terhadap Penyelenggara Over The Top (OTT) mencakup penetapan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, fasilitasi infrastruktur, promosi dan edukasi terhadap masyarakat,dan pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pengawasan dan pengaturan tersebut meliputi pemantauan, pengedalian, pemeriksaan penelusuran dan pengamanan terhadap Penyelenggaraan Over The Top (OTT). Permasalahan mengenai Pelaksanaan kewenangan Pengaturan dan Pengawasan oleh Pemerintah terhadap Penyelenggara Over The Top (OTT) dikarenakan belum memilikinya peraturan pelaksana khusus terkait penyelenggaraan tersebut sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dalam Penyelenggara Over The Top (OTT). Penyelenggara Over The Top (OTT) yang merupakan Penyelenggara Sistem Elektronik yang memberikan layanan aplikasi atau konten melalui internet dalam pelaksanaannya belum memiliki peraturan yang jelas dan lengkap sehingga permasalahan muncul seperti kedudukan dengan Penyelenggara Telekomunikasi, perlindungan data pribadi dan prosedur pemberiaan sanksi administratif. Terkait dengan metode penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah yuridis normatif mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penilitian sebagai bentuk dari kewenangan pemerintah dalam mengatur dan mengawasi Penyelenggara Over The Top (OTT) diperlukan pembentukan peraturan pelaksana khusus terkait Penyelenggara Over The Top (OTT) sehingga memberikan pengaturan dan pengawasan yang jelas dan lengkap pada Penyelenggara Over The Top (OTT). ......The implementation of the authority of Regulation and Supervision by the Government to the Organizer Over The Top includes policy determination, policy implementation, infrastructure facilitation, promotion and education to the community, and supervision carried out by the Ministry of Communication and Informatics. Such monitoring and arrangements include monitoring, tracking, tracking and securing the Implementation of Over The Top . Problems regarding the implementation of regulatory authority and supervision by the Government to the Organizer Over The Top because it does not have specific implementing regulations related to the implementation so as to cause various problems in the Organizer Over The Top . Over The Top Operator which is an Electronic System Operator that provides application services or content through the Internet in its implementation does not have clear and complete regulations so that problems arise such as the position with the Telecommunication Operator, protection of personal data and procedures for imposing administrative sanctions. Related to the research method used in this study is normative juridical reference to the legal norms contained in the legislation . Based on the results of the study as a form of government authority in regulating and supervising the Organizer Over The Top required the establishment of special implementing regulations related to Over The Top so as to provide clear and complete arrangements and supervision to the Organizer Over The Top.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Tedjo Laksito
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang bagaimana terjadi benturan kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan Permenkominfo 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 tentang Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Nomor 18 Tahun 2009-07/PRT/M/200919/PER.MENKOMINFO/03/2009 ? 3/P/2009) tentang Pedoman Pedoman dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum Normative (yuridis normatif) yang menekankan penelitian pada telaah kaidah/substansi hukum yang menjadi norma dalam peraturan perundang-undangan. Dalam tesis ini ditemukan bahwa permasalahan menara bersama telekomunikasi terkait dengan aspek-aspek lain seperti penerapan prinsip fasilities sharing di industri telekomunikasi yang telah menjadi isu global dan telah diterapkan dibeberapa negara. Sedangkan dari aspek hukum, nuansa otonomi daerah sangat kental mengingat peran pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak implementasi pengaturan menara telekomunikasi. Dalam nuansa otonomi daerah ini yang menonjol adalah perizinan yang kemudian terkait dengan retribusi perizinan. Hal lain yang dirasa menjadi permasalahan penting adalah kedudukan peraturan bersama menteri yang menjadi dasar bagi pengaturan menara bersama di rasa kurang memadai mengingat kedudukannya dalam tata urutan perundangundangan di Indonesia. Disamping itu aspek persaingan usaha juga menjadi isu yang penting.untuk dibahas. Akhirnya tesis ini ditutup dengan kesimpulan dan beberapa saran untuk pelaksanaan penaturan menara telekomunikasi ke depan.
This thesis discusses how the conflict of authority between the government and local governments in the implementation of the Guideline Development 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 Permenkominfo Joint Telecommunication Tower and the Joint Regulation of the Minister of Home Affairs, Minister of Public Works, Ministry of Communications and Information Technology and chief Investment Coordinating Board (No. 18 of 2009-07/PRT/M/2009- 19/PER.MENKOMINFO/03/2009 - 3/P/2009) on Guidelines and Guidelines for Joint Use of Telecommunication Tower. The method used in this thesis is a normative legal research methods (normative), which emphasizes research on the study of rules / legal substance that became the norm in the legislation. In this thesis found that problems related to the telecommunications tower together with other aspects such as application of the principle of sharing fasilities in the telecommunications industry that has become a global issue and has been implemented in several countries. While the legal aspects, the nuances of regional autonomy is very strong considering the role of local government to spearhead the implementation of regulation of telecommunication towers. In the nuances of regional autonomy that stand out are the licensing and permitting fees associated with. Another thing that is felt to be an important issue is the status of joint ministerial regulations which became the basis for setting the tower along with the sense of lack of appropriate, considering its position in the sort order legislation in Indonesia. Besides that aspect of business competition issues penting.untuk also be discussed. Finally, this thesis concludes with a summary and some suggestions for the implementation of the regulation of telecommunications towers in the future.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Galih Pratiwi
Abstrak :
Terdapat ketidakjelasan pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan peraturan daerah (Perda) yang dilakukan melalui harmonisai, evaluasi dan/atau fasilitasi. Secara sifat dan tujuan pengawasan tersebut merupakan hal yang sama sehingga dalam pelaksanaannya dapat menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi tidak efektif. Penelitian yuridis normatif ini, dilakukan dengan pendekatan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan daerah. Hasil penelitian menunjukan, terdapat dualisme rezim pengaturan mengenai pembentukan Perda serta terdapat perbedaan kekuatan mengikat dari harmonisai dengan evaluasi/fasilitasi yang menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu, permasalahan terkait sumber daya Perancang juga menyebabkan rancangan Perda yang disusun masih memiliki kualitas yang rendah. Pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan Perda sebaiknya dilakukan dengan penguatan pengawassan yang bersifat preventif. Oleh karena itu, untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan regulasi yang mengatur mengenai pembentukan Perda, khususnya terkait pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat. Penegasan peran Perancang, serta peningkatan kemampuan Perancang juga menjadi hal strategis terciptanya Perda yang harmonis. ......There is vagueness in the division of authority over the central government's supervision of the regional regulation's formation through harmonization, evaluation, or facilitation. The similarity of the authority's nature and purpose causes ineffectiveness. This normative juridical research analyzes the synchronization between regulations about the formation of regional law. The study discovered that there is a dualism of the regulatory regime regarding the formation of Regional Regulations. It also has found differences in the law binding power of harmonization and evaluation/facilitation causes ineffective and inefficient supervision. Besides that, problems of Perancang's resources also causing the draft of regional regulations to still have low quality. Strengthening preventive control by the central government can create harmonious regional regulations that are in line with higher laws and regulations is the best form of supervision to be carried out for now. So there, it is necessary to refine the regulations about the formation of regional regulations, particularly related to the division of supervisory authority of the central government. The participation of legal drafter (Perancang) and an ability enhancement of legal drafter is also a strategic matter to create a harmonious regional regulation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahruddin
Abstrak :
Tesis ini membahas kebijakan publik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang dalam usaha mengembangkan Kawasan industri. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh, pentingnya mengembangkan kawasan industri guna membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta untuk meningkatkan ekonomi daerah. penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi sejauh mana kebijakan yang telah dilakaukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten Karawang melalui Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2004 terhadap pengembangan kawasan industri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III yaitu implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu Komunikasi, sikap, sumber-sumber, dan struktur birokrasi. Pokok masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah kebijakan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang dalam mengembangkan kawasan industri dan permasalahan apa yang menghambat kebijakan tersebut. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang mengacu pada konsep George C. Edwards III, disimpulkan bahwa hambatan yang dihadapi adalah kurang efektifnya komunikasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan terbatasnya sarana dan prasarana kerja. Untuk pengembangan kawasan industri melalui penciptaan iklim investasi yang baik, pemerintah daerah segera melakukan deregulasi berbagai peraturan yang menghambat investasi dan debirokratisasi dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik dan memuaskan dunia usaha dan masyarakat.
This thesis is about public policy by the Regional Government of Karawang in order to develop the industrial region. The research was conducted because of the importance of developing industrial region in order to provide new job opportunities and business opportunities and also to increase the economic development in the region. This thesis was trying to evaluate the previous policy which has been implemented by the Regional Government of Karawang by the Local Regulation Number 19/2004 on Industrial Region Development. The research used qualitative research method by the model which was developed by George C. Edwards III mentioned that policy implementation is influenced by four variables, communication, attitude, resources, and structure of bureaucracy. The main problem which was analyzed in the research is about the policy which has been implemented by the Regional Government of Karawang in order to develop the industrial region and also the problems which have impeded the policy. According to the analysis result and study related to the concept of George C. Edwards III, the conclusion could be taken that the obstacles happened because lack of effective communication, lack of qualified human resources, and lack of working facility and infrastructure. In order to develop the industrial region by creating a good investment situation, the local government immediately made deregulation in some regulations which impeded the investment and also simplified the bureaucracy in order to create a good public service which could satisfy business and society need.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26361
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>