Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salahuddin Luthfie
"Tesis ini membahas tentang dasar pemikiran kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi, tugas dan wewenang kejaksaan di negaranegara lain, dan mekanisme penanganan perkara korupsi di kejaksaan. Tipe penelitian yang dilakukan adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pemikiran kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi harus dilihat dari aspek historis, sosiologis, lingkungan strategis, dan yuridis; peranan jaksa berkaitan dengan penyidikan, ada empat kelompok yang dianut oleh berbagai negara, yaitu: jaksa memiliki wewenang penyidikan tindak pidana, jaksa memiliki wewenang penyidikan tindak pidana tertentu, jaksa tidak memiliki wewenang penyidikan namun diberikan wewenang supervisi penyidikan, jaksa tidak memiliki wewenang penyidikan dan supervisi penyidikan; mekanisme penanganan tindak pidana korupsi di kejaksaan terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap penuntutan, serta tahap upaya hukum dan eksekusi, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh bidang intelijen dan bidang tindak pidana khusus, yang struktur organisasinya berkarakter birokratis, sentralistis, pertanggungjawaban hierarkis dan sistem komando.

This thesis discusses the rationale for the authority of the prosecution service in the investigation of corruption, tasks and powers of the prosecution services in other countries, and mechanisms of corruption cases handling in the prosecution service. This type of research is the juridical-normative. The results of research reveal that the rationale for the authority of the prosecution service in the investigation of corruption should be viewed from the aspect of historical, sociological, strategic environment, and juridical; the role of the prosecutor relating to the investigation, there are four groups adopted by various countries: the prosecutor have the authority to criminal investigations, the prosecutor have the authority of certain criminal investigations, the prosecutor do not have the authority of investigations but given the authority supervising the investigations, the prosecutor do not have the authority to investigations and supervise the investigations; mechanisms of corruption cases handling in the prosecution service consists of four stages, stage of inquiry, investigation, prosecution, legal remedy and execution, and the implementation is done by the intelligence and special crime division, the organizational structure characterized by bureaucratic, centralized, hierarchical accountability and command system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Anggidigdo
"Kejaksaan adalah lembaga pemerintah pelaksanan kekuasaan negara di bidang penuntutan, sedangkan kewenangan penyidikan dimiliki oleh sub slotem kepolisian. Hal inilah yang diamanatkankan dan dicita-citakan oleh Undang-Undang Momor Tahun 1981 (KUHAP). Dalam Praktek sehari-hari kejaksaan tidak hanya melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan, tetapi juga melaksanakan kekuasaan negara dibidang penyidikan tindak pidana tertentu, Ikutnya kejaksaan dalam bidang penyidikan tentunya mempunyal alasan yang kuat sehingga lembaga ini masih diberi kewenangan melakukan penyidikan hingga saat ini.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui apa saja problematika yang dialami oleh kejakeaan dalam hal penyidikan, mengetahui dasar mempertahankan kewenangan penyidikan kejaksaan tetap dan mengetahui pengaruh masuknya sub sisten kejaksaan pada tahap penyidikan dalam hubungannya dengan keterpaduan sistem peradilan pidana. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang didasarkan pada sumber data sekunder berupa peraturan peraturan hukum, keputusan pengadilan, teori bukun dan pendapat para sarjana hukum terkenal. Data yang diperoleh dari kepustakaan dan data yang diperoleh dari lapangan spabila telah terkumpul kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Rormatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan diperoleh Kemudian kualitatif dimaksudkan data yang disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif guna mencari kejolasan masalah yang akan dibahas.
Berdasarkan analisis kualitatif diketahui bahwa masuknya kejaksaan dalam bidang penyidikan sebenarnya telah menyalahi sistem peradilan pidana seperti yang diamanatkan oleh KUKAP (UU No. 8/1981), tetapi hal itu dimaklumi karena penyidikan tindak pindana tertentu yang dilakukan penyidik kepolisian masih kurang sedangkan intensitas yang dilakukan penyidik kejaksaan lebih banyak dan cepat. Berlakunya DU Korupsi yang baru (UU 31/1999 jo 20/2001), adanya Putusan Pengadilan yang menolak kewenangan penyidikan oleh kojaksaan dan terbentuknya Komisi Pemberantas Korupsi (UU No. 30/2002) tidak menghilangkan kewenangan kejaksaan untuk tetap bisa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu. karena kejaksaan masih mempunyai dasar hukum yang tersebar dalan berbagai undang-undang tertulis, dukungan rakyat melalui OPR/KPR serta prosentase putusan pengadilan yang menerima penyidikan kejaksaan lebih banyak daripada yang menolak. Untuk lebih meningkatkan suasana yang kondusif dalam bidang penyidikan perlu diciptakan kerjasana yang harmonia dengan lembaga penyidik tindak pidana tertentu baik penyidik kepolisian maupun penyidik KPTPK. Guna menghapus keraguan apakah lembaga kejaksaan Disa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu atac tidak, disarankan agar kewenangan penyidikan tersebut dipertegas dalam KUMAP, RUU Kejaksaan dan BUU Sisten Peradilan Pidana yang akan datang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library