Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Agra Syafiquddin Yusuf
"ABSTRAK
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang utama dalam sistem peradilan pidana sehingga dapat dipastikan selalu terdapat pemeriksaan saksi dalam setiap pembuktian perkara pidana. Saksi berfungsi sebagai pihak yang dengan keberadaannya dan keterangannya di dalam sebuah perkara akan membuat terang sebuah perkara. Pera mpasan atas sebuah aset hasil tindak pidana korupsi dewasa ini dapat dilakukan dengan 2 dua pendekatan yaitu penyidikan dan penuntutan secara in personam dan secara in rem. Pendekatan penyidikan dan penuntutan secara in personam menggunakan instrumen pidana dalam melakukan perampasan aset sedangkan in rem akan menggunakan instrumen perdata dalam melakukan perampasan sebuah aset. Terhadap saksi yang dipidana atas asetnya akan menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini ditinjau dengan perspektif penyidikan dan penuntutan in personam dan in rem. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum tertulis.Kata kunci: Keterangan saksi, penyidikan, penuntutan, in personam dan in rem.

ABSTRACT
The statements of witnesses is one of the main evidences in the criminal justice system so that there can always be witnesses in every criminal proceeding. The witness serves as a party whose existence and information in a case will shed a light of the said case. Deprivation of an asset of corruption today can be done with 2 two approaches investigation and prosecution in personam and in rem. In personam investigation and prosecution approach uses criminal instruments in asset deprivation while in rem will use civil instruments in deprivation of an asset. Against the witnesses convicted of his assets will be the subject matter in this study which will be reviewed with perspectives of investigation and prosecution in personam and in rem. This study uses normative juridical research, by studying literature on written legal materials.Keyword The statements of witnesses, investigation, prosecution, in rem and in personam."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Dewi HTP
"Perkembangan teknologi modern membawa perubahan dalam dunia hukum, salah satu diantaranya yakni penggunaan audio visual (teleconference) dalam memberikan keterangan (kesaksian) di depan persidangan perkara pidana. Di satu sisi, penggunaan fasilitas ini merupakan terobosan positif dalam peradilan pidana di Indonesia, namun di sisi lain menimbulkan banyak kontroversi karena penyelenggaraan audio visual (teleconference) dalam pemeriksaan saksi tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), akan tetapi kenyataannya sarana tersebut dipakai untuk memeriksa saksi dalam persidangan perkara pidana diantaranya dalam perkara tindak pidana korupsi, pelanggaran HAM berat pasca jajak pendapat di Timor-Timur, dan perkara tindak pidana terorisme. Berangkat dari hal tersebut, penulis berusaha mengkaji mengenai pemanfaatan audio visual (teleconference) di persidangan dalam perkara pidana sebagai alat bukti keterangan saksi.
Dari data yang penulis peroleh, dalam praktek persidangan diijinkannya penggunaan audio visual (teleconference) dalam pemeriksaan saksi karena untuk menguji kebenaran dari keterangan saksi itu sendiri. Selain itu, dengan telah terbentuknya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang memberikan pilihan bagi saksi dalam memberikan kesaksiannya yang tidak harus hadir ke pengadilan tetapi dapat melalui sarana elektronik (Pasal 9). Pemeriksaan saksi melalui audio visual (teleconference) pada prinsipnya merupakan komunikasi langsung secara interaktif dimana para pihak satu sama lain dapat berdialog (tanya/jawab) walaupun masing-masing berada di tempat yang berbeda dan dapat bertatap muka meskipun melalui monitor/layar, dengan demikian keterangan saksi yang disampaikan melalui teknologi audio visual (teleconference) di depan persidangan pada dasarnya adalah sama dengan keterangan saksi yang diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Selain itu penggunaan audio visual (teleconference) juga telah memenuhi asas-asas umum yang berlaku pada hukum acara pidana.
Dengan demikian keterangan saksi melalui audio visual (teleconference) dapat dijadikan alat bukti yang sah sebagai alat bukti keterangan saksi, sepanjang saksi tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai saksi, harus mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu (Pasal 160 ayat (3) jo. Pasal 185 ayat (7) KUHAP); dinyatakan secara lisan melalui alat komunikasi audio visual (teleconference) di muka sidang pengadilan (merupakan perluasan dari Pasal 185 ayat (1) KUHAP); Isi keterangan harus mengenai hal yang saksi lihat, dengar, dan alami sendiri, serta menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 angka 27 KUHAP) dan Keterangan saksi tersebut saling bersesuaian satu sama lain (Pasal 185 ayat (6) KUHAP). Penggunaan teknologi audio visual (teleconference) dalam pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan memang masih menimbulkan beberapa kendala selain kendala teknis juga kendala karena belum ada kesamaan pandangan dalam menyikapi penggunaan audio visual (teleconference) ini, untuk itu pemerintah segera merevisi KUHAP terutama yang berkaitan dengan hukum pembuktian.

The development of modern technology to bring a change in the legal world, one of them the use of audio visual/teleconference to give testimony in the trial of criminal cases. On the one hand, the use of this facility is a positive breakthrough in criminal justice in Indonesia, but on the other hand caused much controversy due to the implementation of audio visual/teleconference in the examination of witnesses is not regulated in Criminal Procedure Code (KUHAP), but the fact means may be used to examine witnesses in the trial of criminal cases including cases of corruption, gross human rights violations after the popular consultation in Timor-Timur, and terrorism. Departing from this, the authors tried to examine the use of audio visual/teleconference in proceedings in criminal cases as evidence the testimony of witnesses.
From the data the authors obtained, in a trial practice in allowing the use of audio visual/teleconference in the examination of witnesses as to test the truth of the witness testimony itself. In addition, the formation has Law of Indonesia Number 13 Year 2006 on Witnesses and Victims Protection that provides an option for witnesses to provide testimony that does not have to present to the court but can be by electronic means (Article 9). Examination of witnesses through the audio visual/teleconference in principle is a direct interactive communication where the parties can engage in dialogue with one another (question / answer), although each are in different places and can even come face to face through the monitor/screen, with the statement witnesses are delivered via audio visual technologies (teleconference) before the trial is essentially the same as set forth in the statements of witnesses that the provisions of Article 184 paragraph (1) Criminal Procedure Code (KUHAP).
In addition, the use of audio visual/teleconference also meets the general principles that apply to criminal procedure. Thus, the statements of witnesses through the audio visual/teleconference can be used as valid evidence as evidence the witnesses testimony, all witnesses are to meet the requirements as a witness, took the oath or affirmation must be first (Article 160 paragraph (3) jo. Article 185 paragraph (7) Criminal Procedur Code/KUHAP); expressed verbally through audio visual means of communication (teleconference) before the trial court (an extension of Article 185 paragraph (1) Criminal Procedure Code/KUHAP); content information must be on the witness see, hear, and experience, and state the reason of his knowledge of it (Article 1 number 27 Criminal Procedur Code/KUHAP) and the witness are compatible with each other (Article 185 paragraph (6) Procedur Code/KUHAP). The use of audio visual technologies (teleconference) in the examination of criminal cases in court is still causing some problems in addition to the technical constraints because there is no obstacle too common view in addressing the use of audio visual/teleconference, for the government to revise the Procedur Code/KUHAP, especially relating to the law proof.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30089
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hartati
"Pada bulan Agustus 2011, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 65/PUU-VIII/2010. Putusan ini memperluas cakupan makna saksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga timbul pertanyaan: (1) bagaimana perluasan makna saksi menurut putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, (2) bagaimana pengaruh perluasan makna saksi terhadap para penegak hukum dalam proses peradilan pidana, (3) apakah perluasan makna saksi berpengaruh terhadap KUHAP yang akan datang. Untuk menjawab pertanyaan ini dilakukan penelitian dengan metode yuridis normatif. Data yang digunakan menitikberatkan pada data sekunder, dengan data primer yang diperoleh dari wawancara sebagai data pendukung. Datadata yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif.
Hasil yang diperoleh bahwa, Mahkamah Konstitusi telah memperluas cakupan makna saksi, namun tidak memberikan batasan perluasan tersebut. Penilaian relevansi keterangan saksi tetap diserahkan kepada para penegak hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi lebih menekankan pada tujuan agar semua saksi menguntungkan yang diajukan tersangka/terdakwa dipanggil dan diperiksa. Setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi ini, para penegak hukum masih menggunakan dasar KUHAP dalam memeriksa saksi. Dalam prakteknya, terhadap saksi yang menguntungkan tersangka/terdakwa, para penegak hukum selalu memeriksanya.
Relevansi keterangan saksi tersebut terhadap perkara yang diperiksa diserahkan kepada hakim di persidangan. KUHAP yang akan datang tidak perlu mengikuti perluasan makna saksi sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi karena Rancangan KUHAP telah memberikan peluang untuk memeriksa saksi-saksi yang memberikan keterangan di luar batasan melihat sendiri, mengalami sendiri, mendengar sendiri, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 17 ayat (1), tanpa mengubah pengertian saksi seperti yang tercantum dalam KUHAP. Disamping itu, sudah ada penambahan alat-alat bukti, sehingga dapat mempermudah pembuktian.

In August 2011, the Constitutional Court issued a ruling Number 65/PUUVIII/2010. This ruling expands the scope of the meaning of a witness contained in Law Number 8 of 1981 on Criminal Proceedings Act (Criminal Procedure Code), which raised the questions: (1) how the expansion of the meaning of a witness by the Constitutional Court ruling, (2) how the influence of expanding the meaning of a witness against law enforcement officials in the criminal justice process, (3) whether the expansion of the meaning of a witness influent the next Criminal Procedure Code. To answer this question, the research done by the method of juridical normative. The data used is focused on secondary data, with primary data obtained from interviews as supporting data. The data obtained were analyzed by descriptive-analitic with qualitative approach.
The results obtained that, the Constitutional Court has expanded the scope of the meaning of a witness, but did not give the limits of the expansion. Assessment of relevance of the statements of witnesses remains handed over to law enforcement. Ruling of the Constitutional Court emphasized the goal of keeping all the favorable witnesses presented by suspect / defendant are called and examined. After the release of this Constitutional Court ruling, the law enforcement agencies still use the Criminal Procedure Code in examining witnesses. In practice, a favorable witnessess presented by suspects / defendants, law enforcement is always examined.
The relevance of these witnesses to be examined cases submitted to the judge in the trial. Criminal Procedure Code which will come no need to follow the expansion of the meaning of a witness in the ruling of Constitutional Court because the draft of Criminal Code has provided an opportunity to examine witnesses who testify outside the limits that the witness must see, suffered, or hear themselves, as provided in the Explanation of Article 17 paragraph (1), without changing the sense of a witness as stated in the Criminal Procedure Code. In addition, there are additional evidences, so burden of proof more easily.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30307
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library