Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marliana K. Ishak Devi
Abstrak :
Penduduk merupakan pelaku penting dalam upaya Hankam Negara untuk meningkatkan Ketahanan Nasionalnya karena ciri-ciri dan perilakunya dapat mempengaruhi upaya Hankam, dilihat dari :
A. Kependudukannya.
1. Jumlah dan pertumbuhannya terus meningkat Kenaikannya tidak diikuti dengan pertambahan jumlah kebutuhan penduduk secara seimbang sehingga sering menimbulkan berbagai masalah yang mengganggu Ketahanan Nasional.
2. Berdasarkan komposisi umur, jenis kelamin dan usia reproduksi, jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki. Hal ini menunjukkan tingkat fertilitas masih cukup tinggi.
3. Kelompok usia muda lebih banyak dibanding kelompok usia tua, berarti masih,menunjukkan lagu pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup tinggi.
4. Persebaran penduduk, kepadatannya dan persebaran angkatan kerjanya tidah merata untuk setiap wilayahnya, sehingga sering menimbulkan kerawanan kerawanan di berbagai bidang.
5. 78% angkatan kerjanya berpendidikan SD ke bawah, sehingga sumber daya manusianya kurang bisa diproduktifkan dalam pembangunan. B. Pertahanan Keamanan Negaranya.
Penduduk yang ditempatkan ke dalam unsur-unsur Hankam masih belum memenuhi persyaratan seperti pada:
1. Masih sulit diperoleh dari penduduk yang mampu menggunakan segala jenis perlengkapan militer untuk AL, AU, Artileri dan Havaleri (ADJ,
2. Penduduk yang mampu menggunakan senjata dengan kondisi yang ada dan dapat menghancurkan musuh di garis dapan yang dipersiapkan untuk Infantri (AD) masih langka/sulit diperoleh.
3. POLRI, berasal dari penduduk berkualitas yang mampu melayani logistik, personil dan lain-lain.
4. Rakyat terlatih, cadangan dan Perlindungan Masyarakat, semua berasal dari penduduk yang berkualitas.
5. Hasil seleksi langsung dari penduduk, banyak calon yang gagal pada tes Kesamaptaan dan Kesehatan. C. Ketahanan Nasionalnya.
Dari delapan Gatra (Asta Gatra) sebagai unsur-unsur Ketahanan Nasional masih terdapat kendala-kendala yang dapat mengancam kelangsungan Hidup Bangsa dan Negara Indonesia. Oleh sebab itu, ciri-ciri dan perilaku penduduk serta sosialisasinya dalam kecintaan terhadap tanah air (Bela Negara) harus ditata kembali agar mampu mendukung upaya Hankam Negara dalam rangka meningkatkan Ketahanan Nasional.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Parwata
Abstrak :
Program pemberdayaan masyarakat merupakan program nasional untuk membantu penduduk miskin atau penduduk yang jatuh miskin akibat dari terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bantuan ini diwujudkan dalam bentuk modal usaha sebagal modal bergulir (Revolping Fund). Dalam kaitan dengan program tersebut, maka penelinan ini berlujuan untuk mengetahui tentang ; kinerja pcngelolaan program pemberdayaan masyarakat, besamya peningkatan pendapatan, derajat hubungan fungsional antara bantuan modal usaha terhadap varian pendapalan serta unmk mengetahui pcngaruh program pemberdayaan masyarakat terhadap kondisi ketahanan nasional. Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Utama Kecamatan Cimahi Selatan Kabupaten Bandung. Sebagai responden penelitian adalah masyarakat miskin penerima bantuan dengan jumlah sampel sebanyak 60 lrepala keluarga (KK) yang diambil dengan teknik simpcl random sampling. Adapun lcegiatan pengumpulan data di Iapangan dilakukan mclalui ; observasi, wawancara, studi pustaka dan menyebarkan kuesioner. Sedangkan analisa data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan program pcmberdayaan masyarakat belum dapat terlaksana secara optimal yang disebabkan oleh singkatnya waktu sosialisasi program sehingga masyarakat yang menjadi kelompok sasaran (larger groups) belum memahami maksud dan tujuan dari lcehadiran program sehingga proses revolping fund yang mcnjadi tema program tidak dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan dari segi pendapatan masyarakat miskin penerima bantuan menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pendapatan sebesar 46,4%, akan tezapi kondisi tidak berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan terutama daya beli yang tidak mengalami pcningkatan. Demikian juga dihadapkan dengan standar garis kerniskinan (poverry line), tingkat pendaparan masih berada di bawah garis kemiskinan. Ditinjau dari besamya derajat hubungan fungsional antara bamuan modal usaha terhadap Varian tingkat pendapatan menunjukkan derajat hubungan yang "kuat" dengan nilai koelisicn korelasi Produc! Momem (r) sebesar 0,6743 dan koefisien determinasi (rl) = 0,4547, artinya bahwa Varian pendapatan responden, 45,27 % ditentukan oleh varian modal usaha yang diterima dan sisanya 54,53 % ditentukan oleh faktor lain. Sedangkan dinnjau dari perspcktif ketahanan nasional, kehadiran program pemberdayaan masyarakat tidalc mcmberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan kondisi lcetahanan nasional.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Proyek Pusat Publikasi Pemerintah, 1976
346 IND k I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lemhannas RI, 2007
R 320.12 LEM r
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
Abstrak :
Perkembangan perdebatan sistem kepartaian di Indonesia, adalah antara yang ingin mempertahankan sistem multipartai banyak partai saat ini dengan pihak yang ingin memiliki jumlah partai politik (parpol) yang lebih sederhana. Ini adalah perdebatan lama, sejak pendirian Republik Indonesia antara Presiden Soekarno yang menginginkan sistem partai tunggal dengan Wapres Bung Hatta yang ingin sistem banyak partai dengan mengeluarkan Maklumat No.X Tahun 1945. Akan tetapi pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bentuk sistem kepartaian di Indonesia saat ini, apakah sistem kepartaian saat ini sudah benar dan efektif, bagaimana derajat keterbelahannya (fragmentasi). Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menganalisis pengukuran sistem kepartaian yang efektif. Perspektif teori yang digunakan adalah model Laakso-Taagepera (1979) dan Indeks Rae (1970) beserta klasifikasi model Coppedge (1999), Duverger (1954) dan Sartori (1976). Tujuan penelitian ini adalah berusaha mengetahui sistem kepartaian yang lebih menjamin efektivitas kepartaian, sehingga tidak terperangkap pada jumlah parpol yang hanya bersifat formal legal atau aspek jumlah (numerologi) riil parpol yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan meneliti hasil pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004. Penelitian ini menemukan : (1) berdasarakan hasil pemilu 1999 bercorak multipartai moderat (nilai ENPP 4.72) dan derajat fragmentasi 0.79, sedangkan berdasarkan hasil pemilu 2004 berubah menjadi multipartai ekstrim (ENPP 7.07) dengan fragmentasi makin buruk menjadi 0,86. (2) terjadi paradoks, walaupun jumlah parpol menurun dari 48 parpol di 1999 menjadi 24 parpol di 2004 namun jumlah partai yang efektif naik dari sistem lima parpol di 1999 menjadi sistem tujuh parpol di 2004. (3) bahwa sedikit atau banyaknya jumlah partai, belum merupakan indikator baik buruknya suatu sistem kepartaian, yang terlebih penting berapa jumlah partai yang efektif dan seberapa luas derajat fragmentasinya. (4) semakin efektifnya suatu sistem kepartaian akan menunjang penerapan sistem presidensial dan semakin memperkokoh ketahanan nasional dan semakin rendah fragmentasinya maka semakin rendah potensi ancaman terhadap ketahanan nasional, model pengukuran tersebut dapat berperan sebagai sistem peringatan dini dalam mengatasi AGHT dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif, stabil dan demokratis
The debate on Party Systems has become classic as has long been argued since the formation of The Republic of Indonesia in 1945. The former President Soekarno favoured Single Party System, whereby Vice Prsident Moh Hatta more inclined towards Multyparty Systems. The current debate is still between those favour multyparty systems and those favour simple party systems. But the fundamental questions that should be asked, regardless of the number of party, what is the current party systems in Indonesia, what is the real systems that is appropriate and needed by the Indonesian democracy and what is the degree of fragmentation of the current systems. Effective party systems that work well can serve multi functions in democracies. This research attempts to examine aspect of the party systems and to provide the appropriate answers. For that purpose the theoretical approach was implementing the Laakso-Taagepera Model and Rae Index. This model has become the most well known used among researchers to measure party systems or to specify the ?effective? number of political parties in a party systems where parties vary substantially in their vote and/or seat shares This research applying quantitative methods and purposively research the results of the 1999 general election and the 2004 general election in Indonesia. This research revealed that the party systems after the 1999 election was the moderate multiparty systems with the ENPP value at 4.72 with the degree of fragmentation of 0.79. It was categorized as the five effective-party systems. And the party systems after the 2004 election was the extreme multiparty systems with the ENPP value at 7.07 with the degree of fragmentation of 0.86. It was categorized as the seven effective-party systems. The real number of political parties doesnot related directly with the effectiveness of party systems. The more effective the party systems would contribute to the effective implementation of the presidential systems and to reinforce the national resilience. The model of Laakso-Taagepera and Rae Index could serve or function as an early warning systems to the implementation of the national resilience and toward the development of effective, stable and democratic government.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
Abstrak :
Sistem Kepartaian Di Indonesia Dilihat Dari Model Laakso-Taagepera dan Indeks-Rae dan Kaitannya Dengan Ketahanan Nasional Perkembangan perdebatan sistem kepartaian di Indonesia, adalah antaxa yang ingin mempertahankan sistem multipartai banyak partai saat ini dengan pihak yang ingin memiliki jumlah partai politik (parpol) yang lebih sederhana. Ini adalah perdebatan lama, sejak pendirian Republik Indonesia antara Presiden Soekamo yang menginginkan sistem partai tunggal dengan Wapres Bung Hatta yang ingin sistem banyak partai dcngan mcngcluarkan Maklumat No.X Tahun 1945. Akan tetapi pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bentuk sistem kepartaian di Indonesia saat ini, apakah sistcm kepartaian saat ini sudah benar dan efektif, bagaimana derajat keterbelahannya (iiagmentasi). Penelitian ini benxsaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menganalisis pengukuran sistem kepartaian yang efektiti Perspektif teozi yang digunakan adalah model Laakso-Taagepera (1979) dan Indeks Rae (1970) beserta klasinkasi model Coppedge (1999), Duverger (1954) dan Sartori (1976). Tujuan penelitian ini adalah berusaha mengetahui sistem kepartaian yang lebih menjarnin efelctivitas kepartaian, sehingga tidak terperangkap pada jumlah parpol yang hanya bersifat formal legal atau aspekjum1ah(numerologi) riil pm-pol yang ada. Mctode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan meneliti hasil pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004. Penelitian ini menemukan : (1) berdasarakan hasil pemilu 1999 bercorak multipartai moderat (nilai ENPP 4.72) dan derajat fragmentasi 0.79, sedangkan berdasarkan hasil pemilu 2004 berubah menjadi multipartai eksuim (ENPP 7.07) dengan Ragmentasi makin burulc menjadi 0,86. (2) teljadi paradoks, walaupun jumlah parpol menurun dari 48 parpol di 1999 menjadi 24 parpol di 2004 namun jumlah partai yang efektif naik dari sistem lima parpol di 1999 menjadi sistem tujuh parpol di 2004. (3) bahwa sedikit atau banyaknya jumlah partai, belum rnerupakan indikator baik buruknya suatu sistem kepartaian, yang terlebih penting berapa jumlah partai yang efektif dan seberapa luas derajat Ragrnentasinya. (4) semaldn efektifnya suatu sistem kepanaian akan menunjang penerapan sistem presidensial dan semakin memperkokoh ketahanan nasional dan semakin rendah fragmentasinya maka semakin rendah potensi ancaman terhadap ketahanan nasional, model pengukuran tersebut dapat berperan sebagai sistem peringatan dini dalam mengatasi AGHT dalam mewujudkan pemcrintahan yang efelc1if§ stabil dan demokratis. ......The debate on Party Systems has become classic as has long been argued since the formation of The Republic of Indonesia in 1945. The former President Soekamo favoured Single Party System, whereby Vice Prsident Moh Hatta more inclined towards Multyparty Systems. The current debate is still between those favour multyparty systems and those favour simple party systems. But the fundamental questions that should be asked, regardless of the number of party, what is the current party systems in Indonesia, what is the real systems that is appropriate and needed by the Indonesian democracy and what is the degree of fragmentation of the current systems. Effective party systems that work well can serve multi functions in democracies. This research attempts to examine aspect of the party systems and to provide the appropriate answers. For that purpose the theoretical approach was implementing the Laakso-Taagepera Model and Rae Index. This model has become the most well known used among researchers to measure party systems or to specify the ‘effective’ number of political parties in a party systems where parties vary substantially in their vote and/or seat shares. This research applying quantitative methods and purposively research the results of the 1999 general election and the 2004 general election in Indonesia This research revealed that the party systems alter the 1999 election was the moderate multiparty systems with the ENPP value at 4.72 with the degree of fragmentation of 0.79. It was categorized as the five effective-party systems. And the party systems after the 2004 election was the extreme multiparty systems with the ENPP value at 7.07 with the degree of fiagmentation of 0.86. It was categorized as the seven effective-party systems. The real number of political parties doesnot related directly with the effectiveness of party systems. The more effective the party systems would contribute to the effective implementation of the presidential systems and to reinforce the national resilience. The model of Laakso-Taagepera and Rae Index could serve or function as an early warning systems to the implementation of the national resilience and toward the development of effective, stable and democratic government.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Paradigma Cipta Yastigama, 2001
320.092 GEO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Budisantoso Suryosumarto
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
320.12 Sur k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Pustaka-Lemhannas, 1997
338.959 8 LEM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Bambang Prawono
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2010
355.03 BAM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>