Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Susesty Ellya
Abstrak :
ABSTRAK
Anak dengan kesulitan belajar sangat sering dijumpai. Hal ini disebabkan karena kelainan neurologis. dinegara maju, para ahli telah membuat berbagai sarana diagnostik yang mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk mengetahui adanya kelainan neurologis pada anak tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai pemeriksaan gejala minor neurologis yang datar dipakai dan dilakukan secara massal pada anak Sekolah Dasar dengan mudah dan cepat
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1982
S7018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Djokosetio Sidiarto
Jakarta: UI-Press, 2007
612.5 LIL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dharma Karsa Utama, 1989
371.91 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Rutmalem Bangun
Abstrak :
Gangguan memori kerja merupakan salah satu faktor risiko yang signifikan dalam mempengaruhi kemampuan belajar anak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proporsi anak dengan gangguan memori kerja dan kesulitan belajar serta untuk menelusuri hubungan keduanya. Penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang. Subjek penelitian ini adalah 184 siswa/i kelas 1-6 SD di salah satu Sekolah Dasar Negeri Jakarta Pusat. Memori kerja dinilai berdasarkan kuesioner Working Memory Rating Scale (WMRS) versi Bahasa Indonesia yang diisi oleh guru sekolah. Kesulitan belajar ditentukan berdasarkan nilai akademik pada satu semester terakhir yang berada di bawah nilai rerata kelasnya. Hasil penelitian menunjukkan 21 (11,41%) mengalami gangguan memori kerja. Sementara itu, 92 anak (47,30%) mengalami kesulitan belajar Bahasa Indonesia, 96 anak (52,20%) mengalami kesulitan belajar matematika, dan 65 anak (51,58%) mengalami kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Anak dengan defisit memori kerja berisiko 4,8 kali lebih besar mengalami kesulitan belajar dibandingkan anak tanpa defisit memori kerja, perbedaan ini bermakna secara statistik OR (p<0,05) memori kerja dengan kesulitan belajar pada pelajaran matematika (OR=4,935), dan Ilmu Pengetahuan Alam (OR=3,075) dan bahasa Indonesia (OR=3,373). Kesimpulan: Perlu deteksi dini gangguan memori kerja pada anak sekolah dasar terutama di sekolah dasar untuk menghindari kesulitan belajar dikemudian hari.
Working memory deficit is one of the significant risk factors that affect children's learning ability. This study aims to obtain the proportion of children with working memory deficit and learning difficulties as well as for tracing the relationship between both of them . Quantitative research with cross sectional design. Subjects of this study were 184 students of 1st-6th grade in A State Elementary School at Central Jakarta. Working memory was assessed based on Indonesian version of Working Memory Rating Scale questionnaire (WMRS) filled by their hometeacher. Learning difficulty determined based on student's last semester academic achievement that below class average. The results showed 21 (11.41%) students had working memory deficit. Meanwhile, 92 (47.30%) students had Indonesian language learning difficulty, 96 (52.20%) students had mathematics learning difficulty, and 65 (51.58%) students had science learning difficulty. Children with working memory deficit have 4.8 times greater risk of learning difficulties than children without working memory deficit, this difference is also statistically significant OR (p <0.05) in working memory deficit status with learning difficulty in mathematics (OR = 4,935), and science (OR = 3.075) and Indonesian language subject (OR = 3,373). Conclusions: It is needed early detection of working memory deficit in primary school students especially in inclusion primary school to avoid future learning difficulties.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Anggraini
Abstrak :
ABSTRAK
Pada siswa yang mengalami kesulitan belajar, kesulitan menguasai keterampilan akademik dapat bersumber dari domain psikososial. Salah satu bagian dari domain psikososial yang menjadi tugas perkembangan di fase remaja adalah pembentukan identitas diri. Siswa remaja yang tidak mencapai kejelasan mengenai tujuan serta perannya akan mengalami masalah-masalah psikologis dan perilaku yang semakin menghambat proses belajarnya. Konsep possible selves (PSs) menawarkan pembahasan identitas diri dari sudut pandang arah masa depan, yaitu self-knowledge mengenai aspek hopes, expectations, dan fears yang individu miliki. Penerapan konsep PSs salah satunya adalah dalam bentuk konseling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah konseling PSs dapat membantu menguatkan identitas diri partisipan. Penelitian ini merupakan penelitian single case subject dengan desain kuasi eksperimental. Partisipan penelitian adalah F, siswa kelas 9 (laki-laki, usia 13 tahun). Partisipan mengikuti 5 tahapan intervensi dalam 3 kali pertemuan dalam rentang waktu 9 hari dengan tiap pertemuan terdiri dari 1-2 jam. Berdasarkan kuesioner Open-Ended Possible Selves dan analisis kualitatif terhadap pelaksanaan konseling, peneliti menyimpulkan bahwa konseling PSs mampu menguatkan identitas diri partispan, khususnya ide mengenai masa depan. Setelah mengikuti intervensi, partisipan memiliki gambaran diri yang lebih jelas mengenai hal yang ingin ia capai di masa depan dan mengetahui langkah yang dapat ia lakukan untuk mencapai hal tersebut.
ABSTRACT
Psychosocial domain is one factor that contribute on the difficulties mastering academic skills in students with learning disabilities. A part of psychosocial developmental tasks that have to be fulfilled by adolescents is forming identity. Students who have no clear goals and roles will getting psychological and behavioral problems that can disrupt their learning process. Possible selves (PSs) concept offers explanations about self-identy from future perspective. It is about individuals self-knowledge regarding their hopes, expectations, and fears. PSs theory can be implemented in counseling form. This study was conducted to see the PSs counseling ?s support in strengthening participant?s identity, specifically the idea about future. Participant was F, a ninth grade student (male, 13 years). Participant involved in a five-phase intervention for three days of 1-2 hours meeting during 9 days. Based on the Open-Ended Possible Selves questionnaire and qualitative analysis result throughout the counseling, it is concluded that the PSs counseling is able to strengthen participant?s identity, specifically the idea about future. After following the intervention, participant had more obvious picture on the things he want to accomplish in the future and the steps to achieve it.
2016
T45163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Wardiyah
Abstrak :
Kesulitan belajar merupakan hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Di SDN Kelurahan Pondok Cina ada sekitar 12,5%-27,5% anak yang mengalami kesulitan belajar dalam satu kelas. Anak yang mengalami kesulitan belajar dapat dihubungkan dengan kurangnya keterampilan kognitif dan secara spesifik berkaitan dengan kurangnya pemikiran positif anak. Melalui pikiran positif anak akan lebih mampu mengatasi kesulitan-kesulitan melalui pemecahan masalah sederhana, menunda pemuasan sesaat dan anak akan mampu mengontrol perilakunya sendiri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Terapi Kognitif Perilaku terhadap pikiran dan perilaku anak usia sekolah yang mengalami kesulitan belajar. Desain penelitian quasi eksperiment dengan pendekatan pre post test with control group. Penelitian dilakukan di SDN Kelurahan Pondok Cina dengan sampel anak yang mengalami kesulitan belajar yang terdiri dari 30 anak murid di SDN 3 Pondok Cina sebagai kelompok intervensi dan 30 murid SDN Pondok Cina 5 sebagai kelompok kontrol. Kriteria inklusi sampel adalah anak yang mengalami gangguan kemampuan akademik karena faktor psikologis, duduk di kelas IV, V dan VI, memiliki pikiran negatif dan perilaku maladaptif dan anak komunikatif. Terapi Kognitif Perilaku yang dilakukan melalui 5 sesi ini diarahkan untuk memodifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, anak diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik dependen t-Test menunjukkan ada pengaruh penerapan terapi kognitif perilaku terhadap perubahan pikiran dan perilaku pada anak usia sekolah yang mengalami kesulitan belajar (pikiran; p=0,021 dan perilaku; p=0,045). Diharapkan penerapan terapi ini dapat dilaksanakan untuk tatanan sekolah dengan bekerjasama dengan dinas kesehatan. ......Learning difficulties constituted barriers learning disorders in children and adolescent characterized by significant disparity between the level of intelligence and academic skills that should be achieved. In SDN Pondok Cina there use 12,5%-27,5% about children who have difficulty learning in one class. Children who have learning difficulties can be connected with lack of cognitive skill and specifically related to child's lack of positive thinking. Through positive thinking, children will be better able to difficulty overcoming adversity through simple troubleshooting, delaying gratification of a moment and children will be able to control their own behavior. The aimed of this research was to know the effect of cognitive behavior therapy of thoughts and behavior school-age children who have learning difficulties. Design of this research was using 'Quasi experimental design' with pre post test approach on intervention and control group. Research conducted in SDN Districk Pondok Cina using total sampling that children who have learning difficulties which consists of the 30 student SDN Pondok Cina 3 as a group intervention and 30 student SDN Pondok Cina 5 as a control group. Cognitive behavior therapy is done through five session, directed to modify the function of thinking feeling and acting by emphasizing the role of brain in analyzing decided to ask to do and decided to return. By changing the status of his thoughts and feelings, children are expected to change his behavior. The bivariate statistical with dependent t-test result shows decrease in negative thoughts in children was significantly after receiving cognitive behavior therapy (p=0,021) and shows decrease in maladaptif behavior (p=0,045). Expected that the application of cognitive behavior therapy on school-age children can be done in mental health service by involving community health center and related office which in turn can improve the quality of education.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T41458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Purwanto
Jakarta: Helen Keller International, 2013
371.9 DOK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayati Rofiah
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu bentuk kesulitan belajar spesifik yang paling sering ditemukan adalah disleksia. Guru masih kesulitan untuk mengenali anak kesulitan belajar tipe disleksia. Langkah awal yang dilakukan dalam menemukan dan menentukan anak kesulitan belajar tipe disleksia melalui identifikasi. Identifikasi merupakan upaya untuk mengenali yang diduga memiliki kebutuhan khusus. Pengenalan atau identifikasi anak kesulitan belajar merupakan proses yang paling penting karena menentukan langkah selanjutnya dalam melakukan asassment. Proses asassment digunakan untuk menentukan program rencana pembelajaran yang tepat. Teknik yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi anak kesulitan belajar tipe disleksia dengan melakukan observasi secara seksama dan sistematis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan dapat menggunakan teknik wawancara dan tes baik berupa rangkaian tugas yang dibuat oleh guru atau tes psikologi yang sudah dibakukan. Jika keadaan disleksia dikenali lebih dini dan diberikan intervensi sedini mungkin, akan memberikan hasil yang luar biasa baiknya, atau sebaliknya jika terlambat dikenali maka akan berakibat pada gangguan sosial dan emosional. Pada usia sekolah dasar, gangguan emosi nampak sebagai individu yang kurang percaya diri, mudah tersinggung, merasa dirinya benar benar bodoh dan tidak berdaya, bahkan menjadi korban bullying dari teman temannya. Terlambat mengenali tanda tanda disleksia pada anak berakibat pada pelabelan yang melekat pada si anak. Bagi guru atau orang yang tidak mengetahui mengenai disleksia, mereka akan memberi label atau cap kepada anak tersebut sebagai anak yang bodoh. Padahal, penyandang disleksia inteligensinya dalam tingkat yang normal atau bahkan di atas normal. Mereka hanya mengalami kesulitan berbahasa, baik itu menulis, mengeja, membaca, maupun menghitung.
Yogyakarta: Pusat Layanan Difabel (PLD), 2015
370 JDSI 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juang Sunanto
Jakarta: Helen Keller International, 2013
371.9 DOK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>