Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Marim
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang faktor penghambat dan pendukung keseteraan pemenuhan hak buruh perempuan di NV. STTC Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat pemenuhan hak buruh perempuan adalah pemahaman hak dan kewajiban, kontrol perusahaan, dan lemahnya peran serikat buruh serta pemerintah. Faktor yang dapat mendukungnya yaitu peran strategis dari serikat buruh dan peran pemerintah
ABSTRACT
This thesis discusses the facilitating and impeding factors for fulfillment of female labor’s rights equality in NV. STTC Pematangsiantar. This research uses a qualitative approach and descriptive method. The result of this research shows that the factors that impede the fulfillment of female labour’s rights are the understanding of rights and duties, the company’s control, and the insufficient roles of labor unions and the government. The facilitating factors include the strategic role of labor unions and role of government
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Adriatni Kappiantari
Abstrak :
Studi mengenai upah minimum di Indonesia sejauh penulis amati, dilakukan dalam perspektif ekonomi. Padahal buruh sebagai individu merupakan bagian dari masyarakat dengan berbagai dimensi sosialnya, temiasuk sebagai warga negara yang memiliki hak untuk hidup layak. Upaya untuk membebaskan buruh dari kemiskinan absolut merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di Indonesia. Upah minimum diduga berpengaruh terhadap upah rata-rata serta kemiskinan penduduk, yang diteliti melalui indikator konsumsi kalori dan tingkat kemiskinan penduduk. Tujuan pertama dari studi ini bertujuan untuk meneliti pengaruh upah minimum terhadap upah rata-rata dan tingkat kemiskinan penduduk. Sedangkan tujuan kedua adalah melakukan kajian terhadap faktor-faktor di luar faktor upah minimum yang berpotensi mempengaruhi tingkat kesejahteraan buruh. Dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS pada tahun 1996 dan 1999, bagian pertama dari studi ini menggunakan analisa statistik dengan metode regresi untuk meneliti pengaruh antara upah minimum dengan upah rata-rata dan tingkat kemiskinan. Hipotesa penelitian pertama yang diuji adalah semakin tinggi upah minimum, semakin tinggi upah rata-rata. Sedangkan hipotesis kedua adalah semakin tinggi upah minimum, semakin rendah peningkatan tingkat kemiskinan. Daiam hipotesis kedua, variabel upah minimum sebagai variabel terikat dikonversikan menjadi upah minimum riil dengan memasukkan faktor Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk menghilangkan pengaruh faktor inflasi. Dengan menggunakan pendekatan kemiskinan absolut, variabel tingkat kemiskinan sebagai variabel bebas dijabarkan melalui indikator penurunan konsumsi kalori dan peningkatan tingkat kemiskinan. Hasil pengolahan data menunjukkan adanya pengaruh upah minimum yang signifikan terhadap upah rata-rata dan tingkat kemiskinan. Semakin tinggi upah minimum, semakin tinggi pula upah rata-rata suatu daerah. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum di suatu daerah akan berdampak terhadap peningkatan upah rata-rata buruh di daerah tersebut. Semliki tinggi peningkatan upah minimum rill, semakin rendah peningkatan tingkat kemiskinan di suatu daerah. Dalam periode krisis tahun 1996 sampai dengan 1999, upah minimum telah menjalankan fungsinya untuk melindungi buruh pada khususnya, dan penduduk pada umumnya, agar tidak jatuh pada tingkat kemiskinan yang lebih parah. Terdapat tiga implikasi teoritik dari hasil penelitian tersebut. Pertama, pengaruh negatif peningkatan upah minimum terhadap peningkatan tingkat kemiskinan tersebut mendukung konsep Webster mengenai pentingnya indikator pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan absolut. Kedua, Konsep KHM (Kondisi Hidup Minimum) yang mendasari perhitungan upah minimum merupakan kebijakan yang sejalan dengan strategi pembangunan berdasarkan kebutuhan dasar dari Webster, meski dalam implementasinya justru menunjukkan pola redistribusi vertikal sumber-sumber yang terbalik, yakni dari buruh terhadap pengusaha. Ketiga, kebijakan penentuan upah minimum didasarkan pada konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang menekankan pada relasi yang harmoni dan tidak mengakui adanya realitas konflik seperti dikemukakan Vedi B. Hadiz. Dalam kebijakan penentuan upah minimum, harus ditentukan kriteria yang jelas. Kriteria utama yang harus dipenuhi adalah perkembangan IHK (Indeks Harga Konsumen) dan KHM buruh berdasarkan statusnya, yakni buruh laki-laki lajang, buruh perempuan lajang, buruh laki-laki berkeluarga, utau buruh perempuan berkeluarga. KHM harus dapat memenuhi kebutuhan kalori buruh dan keluarganya ditambah komponen-komponen lain di luar makanan. Besarnya koefisien determinasi yang kurang dari 0,20 pada analisis di bagian pertama studi ini menunjukkan bahwa kurang dari 20 persen variabel kesejahteraan yang dapat dijelaskan oleh variabel upah minimum rill. Oleh karena itu, bagian kedua dari studi ini melakukan kajian terhadap faktor-faktor di luar faktor upah minimum. Bahasan ini melihat buruh tidak hanya dalam suatu hubungan industrial dengan pengusaha, melainkan juga kedudukannya sebagai warga negara yang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan absolut, negara harus ikut menjamin dan memenuhi kebutuhan minimum buruh serta berupaya membebaskan buruh dari kemiskinan, dan tidak membebankan sepenuhnya kepada pengusaha molalui penentuan upah minimum. Kebijakan upah minimum harus diintegrasikan dengan kebijakan lain agar upaya peningkatan kesejahteraan buruh dapat lebih efektif. Kewajiban negara ini dapat dilakukan diantaranya melalui penyediaan akses terhadap pelayanan publik (seperti perumahan, pelayanan kesehatan, tranportasi, pendidikan untuk anak), subsidi dan pengelolaan jaminan sosial bagi buruh, penegakan hukum dalam masalah jaminan sosial, insentif pajak bagi perusahaan yang memberikan opsi kepemilikan saham, serta upaya peningkatan kesejahteraan buruh secara lokal dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maggie Calista
Abstrak :
Pekerja rokok linting tangan menghadapi berbagai tantangan baik dari sisi regulasi, perlindungan sosial, karakteristik pasar ataupun faktor lainnya yang berpotensi mengurangi tingkat kesejahteraan mereka. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan regulasi dan perlindungan tenaga kerja terhadap kesejahteraan pekerja rokok linting tangan di Kabupaten Kudus, Pati, Demak, dan Jepara. Sumber data yang digunakan berasal dari survei pada sampel pekerja rokok linting tangan di empat kabupaten terpilih.  Kesejahteraan dalam penelitian ini diukur menggunakan indeks kesejahteraan yang terdiri dari 5 kategori yaitu, tidak sejahtera, kurang sejahtera, cukup sejahtera, sejahtera, dan sangat sejahtera. Berdasarkan hasil analisis menggunakan regresi ordinal, ditemukan bahwa faktor regulasi dan perlindungan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) , kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan, dan status pegawai tetap berhubungan positif dengan tingkat kesejahteraan pekerja rokok. Selain itu, karakteristik individu, wilayah, dan pasar tenaga kerja juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan pekerja rokok. Temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kebijakan dan program yang dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja rokok linting. Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan antara lain, optimalisasi pengalokasian dana DBHCHT, memastikan perlindungan sosial bagi pekerja, dan mendorong penyediaan status pekerja tetap. ......Hand-rolled cigarette workers face various challenges in terms of regulations, social protection, market characteristics, and other factors that potentially reduce their level of well-being. This study examines the influence of labour regulations and protection on the well-being of hand-rolled cigarette workers in the districts of Kudus, Pati, Demak, and Jepara. The data for this study is derived from a survey conducted on a sample of hand-rolled cigarette workers in the four selected districts. Well-being in this research is measured using a well-being index of five categories: not well-off, less well-off, moderately well-off, well-off, and very well-off. Based on the analysis using ordinal regression, it was found that regulatory and protective factors such as Direct Cash Assistance (BLT) from the Tobacco Excise Revenue Sharing Fund (DBHCHT), ownership of the Workers Social Security Program (BPJS Ketenagakerjaan), and permanent employee status are positively associated with the well-being of cigarette workers. Additionally, individual characteristics, regional factors, and the labour market also influence the well-being of these workers. The findings of this research are expected to serve as a basis for developing policies and programs that can enhance the well-being of hand-rolled cigarette workers. Some policy recommendations that can be considered include optimizing the allocation of DBHCHT funds, ensuring social protection for workers, and promoting the provision of permanent employment status.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library