Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hani Sudarmanto
Abstrak :
ABSTRAK Penetapan Zona Industri Gresik di Kabupaten Gresik selain memberi manfaat juga menimbulkan risiko terhadap lingkungan. Berbagai aktivitas di Zona Industri Gresik (ZIG) telah terbukti menghasilkan lepasan antara lain berupa gas polutan S02, yang berfluktuasi konsentrasinya dari melebihi nilai ambang batas (1989-1990) menjadi di bawah nilai ambang batas (1991--1992). Polutan S02 merupakan faktor risiko karena dapat memungkinkan terjadinya akibat yang tidak diinginkan terhadap lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah paparan konsentrasi S02 ambien telah menimbulkan akibat terhadap tanaman jambu air yang tersebar di pekarangan dalam wilayah Kabupaten Gresik, dan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara konsentrasi S02 ambien dengan tingkat kerusakan daun jambu air di ZIG. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian lapangan dengan pendekatan epidemiologi dengan Rancangan Kasus ? Kontrol. Dalam penelitian ini ditetapkan dua kawasan pengambilan sampel, yaitu ZIG dan Daerah Tak Terpapar (DTT). ZIG mencakup wilayah Kecamatan Gresift, Kebomas, dan Manyar, sedangkan DTT mencakup wilayah Kecamatan Duduk Sampean dan Cerme. Masing-masing lokasi, ZIG dan DTT, diwakili oleh 47 titik pengambilan sample. Jumlah dan letak titik pengambilan sampel daun di ZIG sama dengan jumlah dan letak titik pengambilan sampel udara yang telah ditetapkan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Pos Surabaya dalam pemantauan kualitas udara. Jumlah titik pengambilan sampel di DTT disamakan dengan jumlah titik pengambilan sampel di ZIG dan diletakkan secara sistematik, yaitu pada jarak yang sama sepanjang jalan desa. Pada masing-masing titik dilakukan pengambilan sampel daun pada tanggal 3 Desember 1992. Sampel-sampel daun tersebut diidentifikasi adanya kerusakan secara makroskopis baik kerusakan akut (pemucatan tepi atau antar tulang daun) maupun kerusakan kronis (klorosis). Kerusakan daun merusakan tolok ukur kerusakan tanaman jambu air. Hasil identifikasi menunjukkan adanya 9 kerusakan tanaman jambu air yang mewakili 9 titik pengambilan sampel, terdiri atas 5 kerusakan kronis dan 4 kerusakan akut di ZIG dan satu kerusakan akut di OTT. Hasil analisis data dengan Odds Ratio (OR) menunjukkan bahwa tanaman-tanaman jambu air yang tersebar diZIG mempunyai risiko terkena efek merusak paparan konsentrasi SO2 ambien 10,90 kali lebih besar dibandingkan tanaman-tanaman jambu air yang tersebar di OTT. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tingkat kerusakan kronis daun tanaman jambu air yang tersebar di ZIG mempunyai korelasi positif rendah (36,64%) dengan konsentrasi S02 ambien kumulatif, sedangkan tingkat kerusakan akut daun jambu air berkorelasi cukup tinggi (43,02%) dengan konsentrasi S02 ambien, Konsentrasi SO2 ambien kumulatif hanya menentukan 13,43% variasi tingkat kerusakan kronis daun jambu air, sedangkan konsentrasi SO2 ambien menentukan 18,50% variasi tingkat kerusakan akut daun jambu air. Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa tanaman jambu air (SyzygiumAqeum) mempunyai, potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman bioindikator kualitas udara khususnya SO2 untuk daerah tropis.
ABSTRACT Gresik Industrial Zone (GIZ) development have created the environmental benefits and risks. Environmental risks could be resulted from air pollution especially from SO2. The research objectives are to identify consequence of ambient SO2 concentration on the leaf injury of trees especially watery rose apples, and to identify the correlation between ambient S02 concentration and the index of the leaf injury on watery rose apples. These plants are native and dispersed widely in the area of Kabupaten Gresik. To achieve those objectives, we conduct the field study through epidemiological approach in GIZ and unexposed area. Each area are represented by 47 sampling points. Leaf samples are taken on December 3, 1992. These leaf samples are identified for the acute injury (marginal or interveinal bleaching) and chronic injury (chlorosis). In addition it also is measured the index of leaf injury. The result show that in GIZ is found 9 leaves injury and one leaf injury in unexposed area witch represent each sampling points. Risk analysis with Odds Ratio or Estimated Relative Risk showed that watery rose apples witch dispersed widely in GIZ have the chance 10.90 times more to experience the leaf injury than those unexposed area. The Pearson's Correlation Coefficient (rxy) is 0,3664 and 0,4302 each for the chronic and acute leaf injury. Determination Coefficient (d) is 0,1343 and 0,1850 each for the chronic and acute leaf injury. These does mean that there is a low positive correlation between cumulative ambient S02 concentration and chronic leaf injury of watery rose apples. These does mean also that there is a moderately positive correlation between ambient S02 concentration and acute leaf injury of watery rose apples. Cumulative ambient SO2 concentration determine only 12,43% of the variation of chronic leaf injury of watery rose apples in GIZ. Ambient S02 concentration determine only 18,50% of the variation of acute leaf injury of watery rose apples in GIZ . From these result can be concluded that ambient S02 concentration have result a harmful effect on sensitive trees especially watery rose apples in GlZ. This plant species have a potential chance as S02 pollution bioindicator in tropical region.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard, Leonardo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S26038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Rahardina
Abstrak :
Kota Semarang pada masa kini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Berawal dari dataran lumpur yang kemudian berkembang menjadi suatu lingkungan yang maju. Pada tahun 1992 wilayah Kota Semarang mulai mengalami penataan. Dengan dasar Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 1992 tentang penentuan Kecamatan-kecamatan, maka Semarang terbagi menjadi 16 kecamatan. Dengan adanya penataan ini maka pertumbuhan unsur wilayah Semarang semakin maju dan relatif merata. Sarana dan prasarana seperti jalan-jalan baru yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah yang terisolir mulai dibangun. Sektor formal dan informal sama-sama berkembang dan saling menunjang. Investor berdatangan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Seiring dengan pesatnya perkembangan tersebut, muncullah masalah-masalah yang harus cepat ditangani seperti kerusakan lingkungan, banjir dan rob, serta pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi dan kelahiran. Kerusakan lingkungan terjadi karena kurang terkendalinya eksploitasi lahan di daerah atas sehingga banyak terjadi lahan kritis dan ancaman penurunan permukaan tanah. Pemkot Semarang telah melakukan upaya-upaya pengendalian banjir diantaranya yaitu normalisasi banjirkanal, pembangunan polder, penambahan pompa air, dan lain sebagainya, namun upaya-upaya tersebut belum mampu mengatasi banjir dan rob secara maksimal. Penelitian Kebijakan Pemerintah Kota Semarang Dalam Menangani Bencana Alam di Kota Semarang (Studi Kasus: Bencana Banjir di Kota Semarang) ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan narasumber staf Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang, Badan Kesbang dan Linmas Kota Semarang, staf Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Semarang, serta masyarakat yang tempat tinggalnya sering dilanda banjir dan rob. Dengan menggunakan analisis data yang bersumber pada hasil wawancara, data sekunder serta dokumentasi maka diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan kebijakan pengendalian banjir di Kota Semarang oleh Pemkot Semarang belum benar. Pemkot Semarang hanya mengutamakan pembangunan fisik pengendalian banjir tanpa disertai peran masyarakat dan stakeholder, Pemkot Semarang juga belum memaksimalkan fungsi gorong-gorong sebagai resapan air. Pemkot Semarang tidak tegas dalam menindak masyarakat yang mendirikan bangunan-bangunan di atas tanah yang sebenarnya digunakan untuk resapan air. Hal-hal tersebut mencerminkan bahwa Pemkot Semarang tidak memprioritaskan permasalahan banjir di Semarang. ......City of Semarang today have tremendous development. Back then, it was a swamp area before it became a modem town, as it is now. In 1992, many area in Semarang city started to be arranged. Based on Government Regulation No. 50 of 1992 on districts establishment, Semarang divided into 16 districts. The effect of this division make the regional growth became higher and relatively equal. Inftastructure, like new roads which connected city centers and isolated region started to be built. Formal and informal sectors escalate equally and complete each other. Many investors come ftom domestic and abroad. As the growth of the city escalate, problems like environmental destruction, flood, rapid increase of population due to migration and birth came into surface that need to cope with. Environmental destruction happened because there is a lack of control on soil exploitation in the upper area therefore many critical lands are formed and there is thread on land surface become lower then sea level. Semarang City authority have conducted many effort to anticipate flood for examples cleaning the canals ftom wastes, building polder (reservoir), are among those efforts. Nonetheless, those efforts still unable to resolve flood in Semarang. This research on Semarang City’s Executive Poiicies in Handling Natural Disaster in Semarang (Case Study: Flood in Semarang) use a positivist approach. The data of this research are based on in-depth interview with The City of Semarang General Affairs Agency, The City of Semarang National Guard and Public Safety Board, The City of Semarang Garden and Cemetery Agency and also local people who live in in the nearby neighbourhood which often had flood. Using data analysis based on the interviews, secondary data and documentation, it is concluded that the implementation of flood control poiicies in Semarang by the authority is inappropriate. The city authority is only focus on creating inftastructure and not taking into account the participation of public and stakeholder, and also have not make the gutter to be in fully function. It also has not put a strict law on people who build semi-detached house upon the area that are meant to be a reservoir. Those factors indicate that the city authority is not put the programme to handle flood as it main priority.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26363
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsurizal
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1982
S33226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke . Indonesia memiliki berpuluh ribu kilometer panjang pantai di mana di sepanjang pantai inilah dan di muara sungai yang melengkapinya.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Sudirman
Abstrak :
Disertasi ini membahas biaya kompensasi kegiatan pertambangan di hutan lindung dalam rangka mencari biaya kompensasi optimal karena hilangngnya fungsi ekosistem. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain ekploratory dan pengembangan. Pemanfaatan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan batubara membawa konsekuensi terhadap keberlanjutan fungsi ekosistem hutan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Diperlukan adanya biaya kompensasi yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi atas pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan. Hasil penelitian ini menyarankan untuk diterapkannya biaya kompensasi terhadap perusahaan pertambangan batubara atas kerusakan ekosistem. Penggunaan biaya kompensasi, prioritas diberikan kepada masyarakat sekitar tambang dan pemulihan (restorasi) ekosistem.
This dissertation discusses the compensation cost for mining activity in protected forest for the purpose of seeking the optimal compensation cost due to the loss of the ecosystem function. It is a quantitative research with an exploratory and development design. The utilization of protected forest for coal mining activity will have a consequence on the continuity of its ecosystem function, whose primary function is to protect the life support system. Therefore, it is necessary to have a compensation cost scheme that takes into account the social, economy and ecological aspects of the utilization of protected forest for mining activity. This research recommends that coal-mining company should be obliged to disburse some compensation cost for the damage they caused to the ecosystem. The community around the mines and the efforts for restoring the ecosystem shall be given the priority to receive the fund collected.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
D1303
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfrida Riani Rachmawaty
Abstrak :
Pembangunan kota yang dilakukan pemerintah Jakarta pada masa awal pertumbuhan kota ini, telah memberikan dampak untuk lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Etnis Betawi menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh pembangunan tersebut. Keadaan ini menarik perhatian salah satu pengarang Indonesia berdarah Betawi, Zen Hae. Kumpulan cerpen Rumah Kawin menjadi salah satu karya sastra yang mengangkat tema kehidupan masyarakat Betawi di Jakarta dan sekitarnya. Melalui kumpulan cerpen tersebut, penulis kemudian mengkaji gambaran atas kondisi masyarakat Betawi yang termarginalkan di tanahnya sendiri serta bagaimana gambaran keresahan pengarang terkait kondisi lingkungan hidup dan sosial masyarakat Betawi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran kondisi masyarakat Betawi yang termarginalkan di tanahnya sendiri serta mendeskripsikan keresahan pengarang terhadap kondisi lingkungan hidup dan sosial masyarakat Betawi yang tergambar di dalam Rumah Kawin. Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif serta pendekatan sosiologi sastra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan kota tersebut telah mengakibatkan marginalisasi masyarakat Betawi serta kerusakan lingkungan yang tergambar di dalam cerpen. Selain itu, penelitian ini juga dapat membuka jalan dan memperluas kajian susastra Indonesia tentang kehidupan masyarakat Betawi. ......Jakarta development by the government has been impacted on the environment and the surrounding community. The Betawinese community is one of the most impacted community. This situation attract one of Betawinese writer, Zen Hae. His book, titled Rumah Kawin became one of literature work that brings up Betawinese life in Jakarta and its surroundings. The aim of this study is to describe the Betawinese community’s condition that is marginalized on their own land. Beside that, this study also shows Zen Hae’s concern regarding to the environment condition and social life of the Betawinese community based on Rumah Kawin book. This research uses descriptive qualitative method and sociology of literature approach. The result of this study shows that the city development causes marginalizations of the Betawinese community and environmental damage that has been described in Rumah Kawin. Beside that, this study enrich Indonesian literature study about the Betawinese community‘s life.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Dame Maria
Abstrak :
Terdapat paradoks antara perlindungan lingkungan hidup dengan iuran produksi (royalti) batubara 0% (nol persen) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adanya aspek resiko kerusakan lingkungan yang harus diperhitungkan Negara pada kegiatan pertambangan batubara maka sebagian dari royalti seharusnya dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat termasuk salah satunya untuk mengembalikan fungsi lingkungan yang terdampak kegiatan pertambangan batubara. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, royalti batubara bukan ditambah melainkan dikurangi, padahal ada biaya pemulihan lingkungan (public compensation) yang harus dipertimbangkan atas terganggunya aspek ekologi pada kegiatan pertambangan batubara, yaitu kerusakan lingkungan dan ekosistem akibat aktivitas penambangan batubara. Seharusnya Negara dalam menentukan nilai royalti batubara mempertimbangkan aspek ekologi tersebut yang mana sebagian dari royalti tersebut dapat dipergunakan untuk mengembalikan fungsi lingkungan dan pemulihan (restorasi) ekosistem termasuk rehabilitasi lingkungan yang terdampak. ......There is a paradox between environmental protection with 0% (zero percent) coal production fee (royalty) in Law No.11 of 2020 regarding Job Creation. The risk existence of environmental damage that must be taken into account by the State in coal mining activities, then part of the royalties should be used as much as possible for the prosperity of the people, including to restore environmental functions affected by coal mining activities. In Law No.11 of 2020 regarding Job Creation, coal royalties are not increased but even reduced, even though there are environmental restoration costs (public compensation) that must be considered for effecting the ecological aspects of coal mining activities, namely environmental and ecosystem damage due to coal mining activities. The State should in determining the value of coal royalties consider the ecological aspects in which part of the royalties can be used to restore environmental functions and ecosystem restoration (restoration), including rehabilitation of the affected environment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Andrea Alexandra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perkembangan sektor finansial dan digitalisasi terhadap emisi CO2 di enam negara Asia selama periode 2005–2016. Dengan menggunakan estimator feasible generalized least square (FGLS), kami menemukan bahwa peningkatan perkembangan sektor finansial yang diukur dengan kredit domestik ke sektor swasta oleh bank dan nilai pasar saham yang diperdagangkan akan meningkatkan emisi karbon. Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa peningkatan digitalisasi di sektor finansial yang diukur dengan menggunakan rasio M1 terhadap M2 akan meningkatkan emisi karbon. Namun, hubungan tersebut berbeda antara kelompok negara dengan tingkat pendapatan yang berbeda, di mana perkembangan sektor finansial merusak lingkungan di negara-negara berpenghasilan menengah, tetapi berkontribusi pada peningkatan kualitas lingkungan di negara-negara berpenghasilan tinggi. ......The focus of this study is to analyse the relationship of financial sector development and digitalization towards the CO2 emission in six Asian countries over the period 2005–2016. By using the feasible generalized least square (FGLS) estimator, we found that the increase in financial development measured by domestic credit to private sector by banks and stock market value traded will increase carbon emissions. Moreover, the study also shows that the increase in financial digitalization measured using the ratio of M1 to M2 will increase carbon emission. However, the relationship differs between group of countries with different incomelevel, where financial development is detrimental to the environment in middleincome countries, but contributes to improvement in environmental quality in highincome countries.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Vania Rustandi
Abstrak :
ABSTRAK
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 7 tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup merupakan satu-satunya wadah hukum yang mengatur mengenai mekanisme perhitungan ganti rugi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan secara komprehensif dan menyeluruh di Indonesia. Sayangnya, peraturan menteri ini masih memiliki banyak kelemahan yang dapat menghambat proses pemulihan lingkungan hidup dan pelaksanaan sistem kompensasi bagi korban-korban. Beberapa kesalahan konsep yang terdapat dalam peraturan menteri ini adalah penuntutan secara bersamaan antara biaya pemulihan lingkungan hidup dan biaya kerusakan lingkungan hidup, metode perhitungan biaya pemulihan lingkungan hidup yang tidak berdasarkan biaya riil, dan kemungkinan terjadinya perhitungan ganda double counting . Skripsi ini akan menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut dan memberikan solusi yang tepat melalui studi kepustakaan, perbandingan dengan The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, wawancara, dan analisis Kasus Montara. The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage adalah konvensi internasional yang menyediakan sistem kompensasi bagi korban-korban pencemaran minyak di laut. Secara garis besar, dalam The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, biaya pemulihan lingkungan hidup dituntut berdasarkan biaya riil dengan menyertakan rencana restorasi. Rencana restorasi akan mencegah terjadinya perhitungan ganda. Sistem perhitungan ganti rugi yang diatur dalam The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage diharapkan dapat menjadi pedoman bagi Indonesia untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan sistem perhitungannya.
ABSTRACT
Regulation of the Minister of Environment Number 7 Year 2014 Regarding Environmental Damage as A Consequence of Pollution and or Damage to the Environment is the only comprehensive law in Indonesia that regulates the mechanism of valuation environmental damage. Unfortunately, this ministerial regulation has several weaknesses which can hamper the environmental recovery and execution of compensation system for the victims. For instances, environmental recovery and environmental damage are compensated jointly, environmental recovery valuation is not based on actual cost, and a possibility of double counting. This thesis discusses about those weaknesses and provides an appropriate solutions through literature studies, comparative approach with the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, interviews, and an analysis of Montara Incident. The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage is an international convention that provides compensation for victims of oil spill in the ocean. Basically in the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, environmental recovery cost valuation is based on actual cost through a restoration plan. This restoration plan helps to prevent double counting. Hopefully Indonesia may improve and rectify all those weaknesses with the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage as its guidance.
2017
S68713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>