Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Yogyakarta is wedely known as a city of culture since a substantial number of cultural and historical heritages are found in this city. Artistic activities kept flourishing since the pre - independent era to the present time. Keroncong is one of the various genres of music that continue to exist in and around this city...."
PATRA 10 (3-4) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tugas Tri Wahyono
Yogyakarta: BPNB D.I. Yogyakarta, 2018
927 TUG k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Munjid
"ABSTRAK
Musik keroncong pertama kali muncul di Indonsia pada abad ke-17. Menurut A. Th. Manusama, peneliti keroncong tahun 1918, lagu keroncong pertama lahir pada tahun 1661. Dari masa ke masa keroncong mengalami perkembangan yang dinamis. Pada masa pendudukan Jepang, keroncong mengalami perubahan yang mendasar. Perubahan itu bermula dari penilaian Jepang terhadap musik keroncong. Keroncong dinilai sarat dengan unsur-unsur budaya barat yang sangat dibenci oleh Jepang.
Pertanyaan yang muncul adalah alasan apa sebenarnya yang mendasari penilaian itu, bagaimanakah 'rupa' keroncong sebelum adanya penilaian itu, apa tindakan Jepang menyangkut penilaian itu dan bagaiman pula 'rupa' keroncong setelah itu.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dilakukanlah penelitian terhadap beberapa aspek dalam musik keroncong yaitu sejarah perkembangan musik keroncong itu sendiri, tehnis musik yang meliputi alat-alat musik yang digunakan, irama, nada, syair dan cara permainannya serta posisi keroncong dalam masyarakat yang tercermin dari perilaku para pelaku dan penikmat musik keroncong dari waktu ke waktu.
Setelah dilakukan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada dua aspek utama yang membuat keroncong dibenci oleh Jepang. Pertama, syair lagu yang bertema asmara yang dianggap melemahkan bangsa Indonesia. Kedua, perilaku para pelaku dan penikmat musik keroncong. Sebelum jepang datang, keroncong identik dengan musik berkarakter 'jalanan' dan 'liar', keroncong dimainkan dengan tujuan merayu lawan jenis, dinyanyikan sambil mabuk_mabukan keluar masuk kampung. Karakter seperti tersebut di atas berubah setelah jepang datang. Syair lagu bertema asmara diganti dengan tema-tema cinta tanah air dan rasa kebangsaan. Untuk menghapus karakter 'liar', keroncong dipentaskan dengan penyanyi berpenampialn lebih 'sopan'. Dapat dikatakan bahwa musik keroncong dirubah menjadi kesenian yang sesuai dengan sifat ketimuran.

"
2001
S12098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Anastasya
"Musik tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Oleh sebab itu, muncul berbagai genre musik khas di tiap negara, seperti afrobeat dari Afrika dan keroncong dari Indonesia. Lagu yang memiliki genre keroncong umumnya mengandung pesan kebudayaan yang kuat. Uniknya terdapat lagu keroncong yang diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Belanda dan sebaliknya. Kedua bahasa tersebut memiliki sistem fonologis yang berbeda, sehingga berpengaruh kepada kualitas terjemahan lagu. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan memaparkan kualitas terjemahan lagu keroncong yang dianalisis menurut prinsip pentathlon Peter Low (2016). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan korpus data berupa lirik lagu “Bengawan Solo” karya Gesang Martohartono yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan lagu karya Ismail Marzuki yaitu “Als de Orchideen Bloeien” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa dalam pemenuhan prinsip pentathlon untuk mencapai hasil yang baik pada satu aspek, terdapat aspek lain yang harus dikorbankan. Aspek sense pada penerjemahan lagu “Als de Orchideen Bloeien” dikorbankan untuk mendapatkan hasil yang baik pada aspek ritme sementara penerjemahan lagu “Bengawan Solo” mengorbankan aspek ritme dan rima untuk mendapatkan hasil yang baik pada aspek sense.

Music and culture are a unity that cannot be separated. Due to this, various distinctive musical genres emerged in each country, such as afrobeat from Africa and kroncong from Indonesia. Songs with the kroncong genre usually contain a strong message and cultural reference. Uniquely, there are kroncong genre songs that are translated from Indonesian into Dutch and vice versa. These two languages have different phoneme, which affects the quality of song translation. Therefore, this study aims to analyse the quality of kroncong genre songs translation according to the pentathlon principle from Peter Low (2016). The method used in this is a qualitative research method with a corpus of data the lyrics of “Bengawan Solo” by Gesang Martohartono and “Als de Orchideen Bloeien” by Ismail Marzuki. The result of the analysis is in order to achieve a good result in one aspect, there are other aspects that must be sacrificed, such as the sense aspect that's sacrificed in the translation of the song “Als de Orchideen Bloeien” to get a good result in the rhythm and in the translation of “Bengawan Solo” which sacrifices aspects of rhythm and rhyme to get a good result on the sense aspect."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Rahmawati
"Kangaroo mother care (KMC) merupakan metode merawat bayi berat badan lahir rendah (BBLR). Beberapa intervensi perawatan di neonatal intensive care unit seperti pijat bayi, KMC, dan mendengarkan musik bermanfaat untuk pertumbuhan bayi berupa respons fisiologis BBLR dan mengurangi lama rawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat musik keroncong terhadap respons BBLR selama KMC dan lama rawat.
Rancangan penelitian adalah quasi eksperimental dengan pretest dan posttest dengan desain grup kontrol. Pada Juli - September 2014 populasi penelitian adalah ibu dan bayi BBLR yang melaksanakan KMC. Pengambilan sampel dengan purposive sampling sebanyak 60 bayi. Kriteria inklusi bayi BBLR yang ditetapkan adalah berat badan bayi 1.500 ? 2.499 gram, tanpa memandang usia kehamilan, bayi mampu menghisap walaupun masih lemah, tidak mengalami kesulitan pernapasan. Kriteria eksklusi adalah bayi dengan kelainan kongenital, gejala sepsis, dan bayi yang dilakukan foto terapi.
Uji statistik menggunakan uji-t berpasangan, ujit independen dengan nilai p < 0,05 dan CI 95%. Setelah perlakuan hari ketiga, terjadi penurunan nadi pada bayi dengan BBLR 8,13 kali/menit (nilai p = 0,000), respirasi penurunannya 2,36 kali/menit (nilai p = 0,000). Rerata lama rawat bayi pada kelompok perlakuan adalah 8,57 hari, sedangkan kelompok kontrol adalah 11,87 hari (nilai p = 0,038). Suhu hasilnya tidak bermakna (nilai p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa musik keroncong berpengaruh terhadap penurunan nadi, respirasi selama KMC, dan lama rawat bayi.

Kangaroo Mother Care (KMC) is nursing care method for low birthweight (LBW) infants. Some care interventions in neonatal intensive care unit, such Pengaruh Musik Keroncong selama Pelaksanaan Kangaroo Mother Care terhadap Respons Fisiologis dan Lama Rawat Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Influence of Keroncong Music during Implementation of Kangaroo Mother Care to Physiological Response and Nursing Length of Low Birthweight Infants as infant massage, KMC and listening to music have advantage for infant growth in form of physiological responses and reduce LBW infant-nursing length. This study aimed to determine advantage of keroncong music toward LBW infant?s response during KMC and nursing length.
The study design was quasi experimental using pretest and posttest using control group design. Population was mothers and LBW infants implementing KMC. Samples were 60 infants taken by purposive sampling. Inclusion criteria determined for LBW infants were having weight 1,500 ? 2,499 gram, without considering pregnancy age, having ability to suckle though still weak, not suffering breathing distress. Meanwhile, exclusion criteria were infants with congenital disorder, sepsis symptoms and infants during therapy photo.
Statistical test used paired t-test, independent t-test with p value < 0.05 and confidence interval (CI) 95%. After third day of treatment, LBW pulse decreased 8.13 times/minute (p value = 0.000), respiration decreased 2.36 times/minute (p value = 0.000). Nursing length mean on the treatment group was 8.57 days, while the control group was 11.87 days (p value = 0.038). Temperature result was insignificant (p value > 0.05). In conclusion, keroncong music influences on decrease of pulse, respiration during KMC and length of infant nursing."
Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library