Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiothania Tasha Melissa
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan terhadap kreditor dimana harta pailit berada diluar jurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Metode Penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif. Peneliti menggunakan analisa yuridis dalam mencari upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemberesan terhadap harta pailit yang berada di luar negeri. Peneliti melakukan analisa dengan melihat ke Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selanjutnya metode analisa data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana upaya yang dapat dilakukan serta perlindungan terhadap kreditor dalam rangka pemberesan terhadap harta pailit yang berada di luar negeri.

The focus of this thesis is about protection for the creditor when the bankruptcy assets located outside the jurisdiction of Indonesia. The methode of this research is juridical analysis to find the attemps that can be done in terms of Bankruptcy Assets Abroad. The data were collected by the author from literative study. The author conducted an analysis with a review towards Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy. Primary issues in this thesis is what kind of attempts that can be done and also protection towards creditor in terms of bankruptcy assets located outside jurisdiction of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Putri Crhistanty B. Nahor
"Salah satu dampak adanya globalisasi ditemukan pada interaksi pelaku usaha yang melibatkan unsur asing. Dalam kegiatan usahanya, salah satu resiko yang harus dihadapi pelaku usaha adalah kepailitan. Kepailitan yang melibatkan unsur asing disebut Kepailitan Lintas Batas. Kasus Kepailitan Lintas Batas dapat ditemukan dalam Putusan No. 64/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. dan Putusan No. 26/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah instrumen hukum Indonesia dalam penangan masalah ini dan penerapan instrumen hukum dalam penanganan kasus pada kedua putusan tersebut. Hasil penulisan menunjukkan bahwa belum adanya instrumen hukum Indonesia yang secara khusus menangani perkara ini. Selain itu, adanya prinsip territorial yang dianut kedua negara yang terlibat dalam kedua putusan berdampak pada sulitnya dilakukan pemberesan harta pailit di luar negeri.

One of the impacts of globalization is found in the interaction of business actors involving foreign elements. In its business activities, one of the risks that must be faced by business actors is insolvency. Insolvency involving foreign elements is called Cross-Border Insolvency. The Cross-Border Insolvency case can be found in Verdict Number 64 / PKPU / 2012 / PN.NIAGA.JKT.PST. and Verdict Number 26 / PAILIT / 2010 / PN.NIAGA.JKT.PST. This paper uses a qualitative method with a normative juridical approach. The primary issues for this undergraduate thesis are Indonesian legal instruments in handling this problem and the application of legal instruments in handling cases in both decisions. The results of the writing show that there is no Indonesian legal instrument that specifically handles this case. Also, the existence of territorial principles adopted by the two countries involved in the two decisions has an impact on the difficulty of obtaining insolvency assets abroad."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumi Danang Sufianto
"Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan mengenai pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi, yang kerap kali dinilai masih tidak
maksimal dalam pelaksanaannya, terlebih apabila terhadap harta benda tersebut dilakukan pencucian uang ke luar negeri sehingga menimbulkan permasalahan
antar jurisdiksi. Pemulihan aset tidak hanya dapat dilakukan melalui mekanisme hukum pidana saja, namun juga hukum perdata, termasuk pula kepailitan, hal mana telah diterapkan dalam beberapa kasus yang pernah terjadi di beberapa yurisdiksi,
namun belum pernah diterapkan di Indonesia. Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum dalam bentuk yuridis normative. Berdasarkan analisis penulis, forum kepailitan, termasuk pula kepailitan lintas batas (cross-border insolvency) dapat menjadi salah satu pilihan untuk memaksimalkan permasalahan pemulihan aset, disamping melalui penuntutan secara pidana dan gugatan perdata. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut, Pemerintah perlu mengatur lebih lanjut mengenai kepailitan lintas batas (cross-border insolvency) serta joint bankruptcy dalam Undang-Undang Kepailitan Indonesia.

The writings of this thesis is motivated by issues regarding the recovery of
assets resulting from and related to corruptions, which are often considered to be not optimal in its implementation, especially when the particular assets are being
laundered overseas, and therefore arising an extra-jurisdiction problems. Asset Recovery is not only be done by criminal forfeiture, but also civil forfeiture,
including bankruptcy or insolvency proceedings as well, in which insolvency
proceedings has been applied in several cases in several jurisdictions, but have never been applied in Indonesia. The research method in this thesis is normative judicial legal research. Based on the writer’s analysis, bankruptcy and/or
insolvency proceedings, including the legal instrument of cross-border insolvency,
can be an option to aid and maximize to succeeds asset recovery. However, in order
to maximize its success, the Government should regulate about cross border
insolvency and joint bankruptcy and/or insolvency further , in the Indonesian
Bankruptcy Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Khoswan
"Perkembangan dalam teknologi serta ilmu pengetahuan menyebabkan batasan negara-negara di dunia semakin hilang terutama dalam bidang perekonomian internasional. Hal ini akan menjadi sebuah masalah baru apabila berkaitan dengan kepailitan lintas batas, khususnya pengeksekusian harta Debitor pailit yang memiliki aset di luar wilayah berlakunya putusan pailit. Prinsip teritorial dan prinsip kedaulatan negara yang dimiliki sebagian besar negara merupakan salah satu faktor utama tidak dapatnya suatu putusan pailit diakui dan ditegakkan di negara lain. Faktor tersebut menyebabkan putusan pailit di sebuah negara tidak dapat dijadikan dasar untuk mengeksekusi harta Debitor pailit yang berada di yurisdiksi negara lain sehingga menyebabkan berkurangnya harta Debitor yang akan digunakan untuk membayar utang-utangnya kepada Para Kreditornya yang tentunya dalam hal ini hak Kreditor terhadap piutangnya tidak dapat dipenuhi sepenuhnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang diwujudkan dengan melakukan studi kepustakaan, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengimplementasian kepailitan lintas batas di landasan hukum kepailitan Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun peraturan berkaitan lainnya dan dibandingkan dengan pengimplementasian kepailitan lintas batas di Malaysia. Selain itu akan dibahas juga mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pengeksekusian harta Debitor pailit yang terletak di negara asing dapat dilaksanakan. Berkaitan dengan itu, Penulis menarik kesimpulan bahwa Indonesia belum memiliki instrumen hukum kepailitan lintas batas sebagai dasar pengeksekusian harta Debitor pailit yang terletak di negara asing. Berbeda dengan Malaysia yang memiliki perjanjian bilateral dengan Singapura dan peraturan mengenai pengakuan putusan asing dengan beberapa negara yang diatur dalam peraturan tersebut. Sehingga hingga saat ini, upaya yang dapat dilakukan oleh Para Kreditor adalah mengajukan permohonan ulang di negara yang bersangkutan. Namun ada baiknya bahwa pemerintah Indonesia melakukan perjanjian bilateral dengan beberapa negara, mengadopsi UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, atau membentuk perjanjian regional dengan negara anggota ASEAN.

Developments in technology have caused the boundaries of countries in the world to disappear, especially in the field of the international economy. This will become a new problem if it relates to cross-border bankruptcy, especially the execution of bankrupt debtors who have assets outside the area where the bankruptcy decision is enforced. Territorial principles and the principle of state sovereignty which are owned by most countries are one of the main factors in which a bankruptcy decision cannot be recognized and enforced in other countries. These factors cause a bankruptcy decision in one country to not be used as a basis for executing the assets of a bankrupt debtor who is in the jurisdiction of another country, causing a reduction in the debtor’s assets that will be used to pay his debts to his creditors. By using normative juridical research methods realized by conducting literature studies, this paper will analyze how cross-border bankruptcy is implemented on the basis of Indonesian bankruptcy law, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Obligations for Payment of Debt compared with the implementation of cross-border insolvency in Malaysia. I In this regard, the author draws the conclusion that Indonesia does not yet have cross-border insolvency legal instruments as a basis for executing bankrupt debtors’ assets located in foreign countries. In contrast to Malaysia, which has a bilateral agreement with Singapore and regulations regarding the recognition of foreign judgments with several countries regulated in these regulations. Until today, the efforts that can be made by creditors are re-litigation in the country concerned. However, it is good that the Indonesian government enters into bilateral agreements with several countries, adopts the UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, or forms regional agreements with ASEAN member countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natarina Syahputri Sidharta
"Dengan semakin meningkatnya transaksi bisnis internasional, maka semakin meningkat pula kemungkinan terjadinya kepailitan lintas batas. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengaturan kepailitan lintas batas yang memadai. Suatu negara dapat mengadopsi salah satu instrumen hukum internasional, yaitu UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency, ke dalam hukum kepailitannya guna menghadapi kasus kepailitan lintas batas. Skripsi ini membahas mengenai langkah Singapura dan Jepang dalam menghadapi kasus-kasus kepailitan lintas batas dengan mengadopsi UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency dan bagaimana UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency tersebut diterapkan dalam pengaturan kepailitan lintas batas di masing-masing negara. Skripsi ini juga akan membahas mengenai kemungkinan penerapan UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency dalam hukum kepailitan di Indonesia sebagai solusi dalam menghadapi permasalahan kasus kepailitan lintas batas dengan melihat Singapura dan Jepang sebagai acuan.

With the ever-increasing number of international business transactions, the possibility of cross-border insolvency also increases. Therefore, an adequate cross-border insolvency regulation is needed. A country can adopt one of the international law instruments, namely the UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency, into their insolvency law to deal with cross-border insolvency cases. The study will discuss about Singapore and Japan's steps in facing cross-border insolvency cases by adopting the UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency and how the UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency is applied in cross-border insolvency regulation in each country. This study will also discuss about the possibility of adopting the UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency in Indonesia's insolvency law as the solution to facing cross-border insolvency cases by looking at Singapore and Japan as a reference."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Hendry William
"Kegiatan ekonomi antar negara membuka pintu bagi para pelaku bisnis untuk dapat memiliki aset atau kekayaan yang tersebar di negara lain. Seiring dengan meningkatnya
kegiatan transaksi ekonomi internasional, semakin tumbuh juga potensi dalam hal terjadinya sebuah perkara kebangkrutan lintas batas/cross-border insolvency. Dalam
hal untuk menghadapi kemajuan dalam globalisasi perekonomian, maka instrumen hukum kepailitan di sebuah negara harus ditingkatkan. Penelitian ini merupakan kajian
hukum terkait penyelesaian perkara Kepailitan Lintas Batas/Crossborder Insolvency dalam kaitannya dengan penerapan UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency yang menjadi dasar pertimbangan pada pengakuan terhadap kewenangan kurator Indonesia dalam Putusan Pengadilan Tinggi Singapura [2019] SGHC 216 dalam perkara Heince Tombak Simanjuntak v Paulus Tannos.

Economic activities between countries opens the opportunity for private entities to own assets located in other countries. Align with the activities of such international economics transactions, the potential for cross-border bankruptcy has rapidly grow. In order to face the emerging global economy, the bankruptcy legal instrument in a country shall be improved. Thus, this research is a legal study that resolves the Cross-border
Insolvency case in its environment by applying the UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, which is the basis for consideration in recognizing the authority of the Indonesian receivers in the case of Singapore High Court Decision [2019] SGHC 216 in the case of Heince Tombak Simanjuntak. v Paul Tannos.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library